Pontianak- Radio Komunitas (Rakom) kerap dianggap tidak populer dan kurang diminati. Anggapan ini muncul karena aspek non profit Rakom. Meski demikian, Rakom menjadi sarana efektif pemberdayaan masyarakat, terutama dalam menyosialisasi sebuah komunitas tertentu yang konsen dalam bidang tertentu, sepeti komunitas pecinta lingkungan hidup, komunitas peduli hutan lindung, dan lainnya. Statemen ini diungkap Danang Sangga Buwana, Komisioner KPI, pada Pelatihan SDM Lembaga Penyiaran Komunitas di Pontianak, Kalimantan Barat, pekan lalu.

“Setidaknya Rakom mempunyai empat ciri yang sangat berguna bagi pemberdayaan masyarakat. Ciri pertama, adalah aksesibilitas komunikasi antar komunitas. Hal ini Rakom dapat mempromosikan partisipasi aktif dan sukarela dalam produksi media dan bukan hanya konsumsi pasif terhadap media,” kata Danang.

Rakom, imbuh Danang, juga mempunyai ciri keanekaragaman sebagai ciri yang kedua. Rakom terus berinovasi, kreatif dan memiliki program yang beraneka ragam baik dalam struktur maupun siarannya, media komunitas mencerminkan kebudayaan lokalitas Indonesia yang beraneka ragam dan melalui hal ini turut mendukung toleransi, pengertian dan kebersamaan sosial.

Menurut Danang, lokalitas menjadi ciri yang khusus Rakom. Ia mempunyai peranan lokal yang besar, sementara media komersial mengurangi program lokal dan terus memperluas jangkauan siaran. Media komunitas telah menjadi penyuara dari komunitas lokal.

“Dan yang terpenting untuk Rakom adalah unsur ketidaktergantungan atau Independence. Stasiun penyiaran komunitas dimiliki dan dikelola oleh kelompok non-profit. Setiap kelompok memiliki sifat keanggotaan terbuka dan menjalankan pengambilan keputusan secara demokratis. Sehingga dengan empat fungsi inilah, setidaknya Rakom mampu menjadi motor bagi pemberdayaan masyarakat di dunia penyairan, dalam lingkup mikro,” pungkas komisioner yang pernah menjadi presenter acara radio ini. Red dari ZL

Jakarta - Kualitas pemimpin yang terpilih dalam Pemilihan Umum dipertanyakan jika selama proses kampanye tidak tertib mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hal tersebut disampaikan oleh Zaid Muhammad dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), saat menghadiri diskusi tentang aturan penyiaran pemilu yang dilaksanakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, di kantor KPI Pusat (14/11). Menurut Zaid, penyelenggara pemiu bersikap setengah hati dalam menyikapi pelanggaran yang dilakukan oleh partai-partai politik. Hal itu ditunjukkan dengan tidak berlanjutnya laporan dari Perludem atas iklan partai-partai politik baik di media cetak dan media elektronik, oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dalam diskusi yang juga dihadiri oleh perwakilan partai politik peserta pemilu ini, KPI meminta masukan dari berbagai elemen masyarakat demi penyempurnaan aturan penyiaran pemilu yang merupakan penjabaran teknis dari beberapa pasal dari Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Idy Muzayyad, Wakil Ketua KPI Pusat, mengatakan bahwa pengaturan ini dibuat KPI agar tercipta keadilan bagi semua partai politik untuk tampil di lembaga penyiaran. Selain juga mendukung lembaga penyiaran untuk ikut membantu meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemilu dengan menyebarkan informasi kepemiluan dan pendidikan politik yang dibutuhkan.

Dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menyatakan pada prinsipnya silakan saja KPI membuat aturan asal tidak bertentangan dengan konstitusi yang ada. Tapi PKPI meminta adanya keadilan dalam peraturan tersebut, bagi seluruh peserta pemilu. “Kalau memang iklan hanya dibolehkan pada masa 21 hari kampanye, seharusnya iklan yang ada sekarang dilarang”, tegas Rully Sukarta dari PKPI.

Sementara itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berpendapat saat ini masyarakat sudah meilihat dan menilai sendiri bagaimana lembaga penyiaran dimanfaatkan oleh partai politik yang terafiliasi dengan pemiliknya. Karenanya menurut PKS yang penting adalah tindakan KPI dalam menangani pelanggaran dengan sanksi yang tegas juga dan bukan basa basi, ujar Boy Hamidy.  

Dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta melihat aturan ini sangat membantu pihaknya dalam  mengawasi partai politik dalam pemanfaatan lembaga penyiaran. Namun demikian, dirinya meminta KPI secara jelas menyatakan sanksi-sanksi yang akan diperoleh lembaga penyiaran jika melanggar aturan ini.

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai menyosialisasikan draft aturan pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik.  Draft  ini dibuat berdasarkan masukan dari publik yang berharap KPI bersikap tegas terhadap indikasi pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik tertentu. Sosialisasi yang dilakukan oleh KPI dengan mengundang organisasi pemantau pemilu, partai politik, lembaga penyiaran, dan organisasi profesi ini berlangsung di kantor KPI Pusat (14/1).

Menurut Fajar Arifianto Isnugroho, komisioner KPI Pusat, sosialisasi hari ini merupakan pertemuan pertama untuk mendengarkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait penyiaran dan pemilu. Sedangkan aturan ini sendiri, ujar Fajar, adalah amanat dari Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2013 tentang perlunya sebuah aturan tentang penyiaran politik yang saat ini marak dilakukan lembaga penyiaran. Diharapkan aturan ini dapat menjadi panduan KPI di daerah untuk mengawasi lembaga penyiaran.

Selama ini KPI sudah berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam menangani masalah penyiaran pemilu ini. Pada prinsipnya, ketiga lembaga sepakat untuk menghormati dan menjalankan kewenangannya masing-masing dalam pengawasan penyiaran pemilu. “Jika KPI menilai ada pelanggaran dalam penyiaran pemilu yang dilakukan peserta pemilu, maka KPI memberikan sanksi pada lembaga penyiaran dan Bawaslu memberikan sanksi kepada partai politik”, ujar Fajar

KPI juga berupaya menindaklanjuti aduan dan keresahan masyarakat atas penggunaan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik tertentu ini. Apalagi, tambah Fajar, dari hasil pemantauan yang dilakukan KPI Pusat memang menunjukkan adanya dugaan ketidak berimbangan itu. Padahal jelas pada pasal 36 ayat 4 Undang-Undang Penyiaran disebutkan, isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

KPI masih membuka ruang atas masukan-masukan dari publik dan pemangku kepentingan penyiaran lainnya untuk kesempurnaan aturan ini. Pada prinsipnya, KPI tidak akan melakukan pelarangan melainkan pengaturan sehingga tercipta kesempatan yang adil bagi seluruh peserta politik untuk tampil di lembaga penyiaran.

Jambi – Persiapan penyelenggaraan Rapat koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia (Rakornas KPI) 2014 sudah mulai berjalan. Sesuai keputusan Pleno, forum koordinasi yang akan mempertemukan seluruh komisioner KPI Pusat dan KPI Daerah ini akan diselenggarakan di Jambi pada 10-13 Maret 2014. Bertepatan dengan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Jambi yang digelar akhir Oktober lalu, Komisioner KPI Pusat, Fajar Arifianto Isnugroho dan Sekretaris KPI Pusat, Maruli Matondang berkoordinasi dengan KPID Jambi soal persiapannya sebagai tuan rumah.

Fajar, selaku PIC Rakornas menegaskan bahwa, “Jambi dipilih karena kesiapan tuan rumah, (KPID Jambi) sudah sangat baik. Selain itu, Pemda setempat pun memberikan respon positif dan dukungan atas rencana ini. Mereka akan mendukung Rakornas agar dapat terselenggara dengan sukses. Jambi akan menjamu seluruh komisioner dari 33 KPID yang ada di Indonesia.”

Ia menambahkan, dalam Rakornas KPI 2014 akan membahas beberapa agenda penting perihal dunia penyiaran

Bersama dengan KPID Jambi, lanjutnya, penyelenggaraan Rakornas ini nantinya akan berusaha mengundang Presiden untuk membuka peringatan Hari Penyiaran Nasional (Hasiarnas) ke 81 yang digelar dalam rangkaian Rakornas 2014. “Kami mengusahakannya (kehadiran Presiden). Pemda mendukung hal tersebut,” kata Kepala Sekretariat KPID Jambi, Dhanil Miftah.

Sementara itu, penyelenggaraan Rakorda Jambi ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan oleh KPID Jambi. Diselenggarakan pada 28 – 29 Oktober 2013 di Grand Hotel Jambi, Rakorda ini diikuti oleh lembaga penyiaran swasta lokal, dinas instansi terkait, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat,  dan komponen pemerintahan yang berasal dari pemerintahan provinsi, dan 11 Kabupaten/ kota di Jambi.

Menurut Novi Aryani, Komisi oner KPID Jambi, Rakorda ini digelar dengan maksud sebagai forum koordinasi dengan peserta Rakorda terkait hasil Rakornas KPI 2013, Sehingga tercipta sinkronisasi, koordinasi perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan regulasi penyiaran.

Ia melanjutkan, agenda khusus yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah untuk mempersiapkan diri  sebagai tuan rumah peringatan hari penyiaran nasional ke 81 dan Rakornas KPI 2014, Maret mendatang.***

Jakarta -  Komisi Penyiaran Indonesia Pusat mempertemukan Ikatan Jamaah Ahlulbiat Indonesia (IJABI) dengan pihak Trans7 terkait tayangan program Khazanah. Sebelumnya Ikatan Jamaah Ahlulbiat Indonesia melayangkan surat protes kepada KPI Pusat tertanggal 31 Oktober 2013 atas tayangan program Khazanah yang ditayangkan Trans 7 tanggal 31 Oktober 2013. Mediasi dilakukan di kantor KPI Pusat 7 November 2013, selain dihadiri kedua belah pihak pertemuan juga dihadiri Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Setelah mendengarkan penjelasan dari pihak Trans7, dalam dialog tersebut IJABI meminta agar Trans7 melakukan permintaan maaf dan memberikan ruang yang sama kepada IJABI untuk diliput dan menjadi narasumber dalam program Khazanah.

Pihak Trans7 akan mempertimbangkan permintaan IJABI tersebut untuk melakukan Hak Jawab dalam waktu 1 (satu) bulan mulai terhitung sejak dilakukannya pertemuan ini dan melaporkannya kepada KPI Pusat dan IJABI.Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.