Malang – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, M. Hasanuddin Wahid mengatakan, kewenangan pengawasan KPI perlu ditambah termasuk mengawasi media berbasis internet. Pasalnya, mandat pengawasan yang diberikan UU (Undang-undang) Penyiaran No.32 tahun 2002 hanya mencakup siaran di media penyiaran.

“Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan penguatan regulasi yang mencakup perluasan kewenangan KPI agar dapat mengawasi media digital secara menyeluruh,” kata Hasanuddin secara daring di kegiatan “Student Vaganza dan Sosialisasi Hasil Pengawasan Siaran Televisi dan Radio” di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Kamis (10/10/2024).

Kebutuhan ini, terang Hasanuddin, berkaca dari konsep regulasi dan pengawasan media baru yang diterapkan Australia. Menurutnya, cara ini dapat didasarkan pada konsep legislatif konvergen, yang mengintegrasikan aturan penyiaran, telekomunikasi, dan layanan digital ke dalam satu kerangka hukum. 

“Ini mirip dengan pendekatan di Australia, di mana Australian Communications and Media Authority (ACMA) memiliki kewenangan untuk mengawasi penyiaran di seluruh platform, baik konvensional maupun digital,” jelasnya. 

Kebijakan serupa juga dilakukan Jerman melalui lembaga bernama Network Enforcement Act (NetzDG). Regulasi pengawasan ini telah dilakukan Jerman asejak 2018. NetzDG bertujuan untuk mengatasi kejahatan kebencian, berita palsu, dan konten ilegal di platform media sosial. 

“Undang-undang ini mengharuskan platform menyediakan mekanisme pengaduan yang transparan dan menghapus konten melanggar dalam 24-48 jam. Platform juga diwajibkan melaporkan penanganan keluhan. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, platform dapat dikenai denda hingga 50 juta euro,” urai Hasanuddin. 

Selain menyoroti perlunya regulasi di media baru, Hasanuddin mendorong KPI memperkuat regulasi terkait standar kualitas konten. Menurutnya, ini agar stasiun televisi tetap memprioritaskan konten berkualitas dan mendidik meski berada di bawah tekanan persaingan rating.

Dia juga memandang perlu keterlibatan pemerintah dan lembaga penyiaran agar memberikan subsidi atau insentif kepada produsen konten edukatif untuk meningkatkan proporsi program yang mendidik. “Meningkatkan kolaborasi antara lembaga pendidikan dan media juga dapat untuk menciptakan program-program edukasi yang menarik dan informatif. Bahkan, perlu ada peningkatan investasi dalam pengembangan program-program lokal yang berkualitas melalui kerja sama antara pemerintah, produser, dan lembaga penyiaran,” paparnya. 

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Aliyah, berharap para mahasiswa mendapatkan pemahaman langsung mengenai tugas dan tanggung jawab KPI dalam mengawasi siaran. Dia juga mengajak mahasiswa untuk berperan aktif dalam mengawasi konten siaran yang tayang di berbagai media, serta memberikan kritik konstruktif agar siaran tetap mencerminkan integritas, keberagaman, dan nilai-nilai luhur bangsa.

Aliyah turut menyampaikan tugas dan fungsi lembaga yang harus diketahui publik diantaranya menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. KPI ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran dan membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait. 

“Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Dan, menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran,” papar Aliyah di depan ratusan peserta forum tersebut.

Di tempat yang sama, Akademisi UIN Maulana Malik Ibrahim, Mundi Rahayu, membahas relasi ideal antara KPI, media, dan masyarakat. Dia menekankan pentingnya kolaborasi yang solid antara ketiga elemen ini agar siaran media dapat menjadi instrumen edukasi yang efektif dan menginspirasi, alih-alih hanya berfungsi sebagai hiburan semata.

Dalam kegiatan ini, pula dalam kegiatan turut hadir Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Malang, Prof. Dr. H. Nur Ali, Dekan Fakultas Humaniora UIN Malang, Prof. Dr. M. Faisol, serta Ketua KPID Jatim, Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, dan Anggota KPID Jatim, M. Afif Amrullah, Royin Fauziana dan Dian Ika Riani. ***/Foto: Alifianti

 

 

Malang – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak mahasiswa untuk bijak dalam mengkonsumsi media. Sikap bijak ini akan membentuk sikap kritis sekaligus pengembangan kualitas konten media khususnya isi siaran.

Permintaan itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, di sela-sela sambutannya dalam acara “Student Vaganza dan Sosialisasi Hasil Pengawasan Siaran Televisi dan Radio” di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Kamis (10/10/2024).

Selain mengajak mahasiswa untuk bijak bermedia, Ubaidillah juga meminta mahasiswa agar memahami secara jelas apa saja kewenangan lembaganya. Pemahaman ini penting agar tidak terjadai kesalahpahaman terkait apa saja kewenangan KPI dalam bidang penyiaran. Pasalnya, pengawasan KPI hanya mencakup pada media penyiaran (TV dan radio) berdasarkan UU Penyiaran tahun 2002.

Terkait pandangan itu, Ubaidillah menyoroti kehadiran media baru atau sosial media yang belum ada payung hukumnya. Dinamika ini, lanjut Ubaid, menjadikan tantangan bagi Indonesia terlebih sudah banyak negara yang membuat aturan terkait media baru tersebut. 

"Di Australia sudah memiliki undang-undang penggunaan media sosial, namun di Indonesia aturan tersebut belum ada. Semoga pemerintah bisa segera merumuskan aturan penggunaan media sosial," harap Ubaidillah.

Mewakili UIN Maliki, Wakil Rektor Bidang AUPK, Prof. Dr. Hj. Ilfi Nurdiana, menilai peran media penyiaran dalam membentuk karakter generasi muda khususnya Gen Z sangat penting. Menurutnya, TV dan radio memiliki dampak atas perilaku mereka dalam keseharian. Karena itu, harus ada perhatian serius terkait ini sehingga adanya dampak negatif dari media ini dapat diminimalisir.

“Kolaborasi antara akademisi dan KPI dalam mengawasi kualitas siaran yang disajikan kepada masyarakat sangat baik dan semoga kolaborasi UIN Maliki Malang dengan KPI bisa menyajikan siaran yang berkualitas," ujarnya.

Sementara itu, Ulfa Mahayani menyampaikan terima kasih kepada KPI dan seluruh sivitas akademika yang turut berpartisipasi dengan antusias di acara ini. Ia juga mengajak mahasiswa untuk memperluas wawasan mereka melalui riset dan keterlibatan aktif di luar kelas, khususnya bersama komunitas radio di Malang dan Sekretariat KPI. 

"Ilmu seperti ini tentu tidak akan didapatkan melalui kelas perkuliahan," tutur Ulfa sekaligus menekankan pentingnya pengalaman belajar di luar ruang kelas.

Dalam acara ini, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza serta Anggota KPI Pusat, Aliyah, Tulus Santoso dan Muhammad Hasrul Hasan. Acara kemudian dilanjutkan dengan forum diskusi sosialisasi hasil pengawasan siaran yang menghadirkan sejumlah narasumber. Selain itu, kegiatan ini juga diisi penandatanganan kerjasama atau MoU antara KPI dan UIN Maulana Malik Ibrahim. ***/Foto: Alifianti 

 

 

Bekasi - Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, dalam waktu tidak lama perhatian masyarakat akan tertuju pada dua agenda besar nasional yakni pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada 27 November 2024 mendatang. Terkait hal ini, KPI mendorong lembaga penyiaran agar secara massif menyebarkan informasi dua peristiwa besar ini kepada masyarakat.

“Dengan jarak hanya 38 hari antara pergantian kepemimpinan nasional dan pelaksanaan Pilkada, lembaga penyiaran diharapkan memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi terkait kedua peristiwa besar ini, termasuk pembentukan kabinet pemerintahan baru,” katanya saat membuka kegiatan Pencegahan Pelanggaran Isi Siaran” di Bekasi, Jawa Barat, Senin (7/10/2024).

Mengutip survei Litbang Kompas yang dirilis pada 25 September 2024, Ubaidillah masih melihat adanya tantangan cukup signifikan dalam penyebaran informasi tentang Pilkada ke masyarakat. Data menunjukkan, 57,2% responden hanya mengakses informasi Pilkada sekitar seminggu sekali, sementara 12,7% mengakses 2-3 kali seminggu, dan 23,7% responden mengaku tidak pernah mengakses informasi Pilkada sama sekali. Bahkan, hanya 5,8% dari responden yang rutin mengakses informasi Pilkada setiap hari. 

“Temuan ini mengungkapkan bahwa Pilkada belum menjadi topik yang hangat dibicarakan di masyarakat, terutama jika dibandingkan dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres),” katanya.

Sementara itu, di tempat yang sama, Anggota KPI Pusat yang juga Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso mengungkapkan, tujuan utama diadakannya pertemuan bersama lembaga penyiaran untuk membangun kesepahaman mengenai batasan dan aturan yang harus diikuti oleh media penyiaran selama proses Pilkada berlangsung.

“Sebagai bagian dari upaya mengawal Pilkada yang adil dan transparan, KPI Pusat melalui bidang Pengawasan Isi Siaran menekankan pentingnya pencegahan pelanggaran siaran selama masa Pilkada 2024. Lembaga penyiaran, khususnya TV dan radio lokal, berperan besar dalam menyalurkan informasi kepada masyarakat,” kata Tulus. 

Menurutnya, penyelenggaraan Pilkada tidak hanya menjadi tanggung jawab KPU, Bawaslu, Dewan Pers, dan pasangan calon (paslon) yang berkompetisi, tetapi juga KPI. Sebagai lembaga yang mengatur penyiaran, pihaknya memiliki peran penting dalam memastikan bahwa informasi yang disebarluaskan oleh lembaga penyiaran harus memenuhi aspek keadilan, transparansi, dan edukatif. 

“Memiliki jaringan yang luas serta kemampuannya menjangkau masyarakat di berbagai daerah, lembaga penyiaran semestinya dapat menyiarkan informasi Pilkada yang aktual dan valid. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar, sehingga bisa mengambil keputusan yang tepat saat memberikan hak pilihnya,” katanya. 

Lebih lanjut, Tulus berharap kampanye di media penyiaran, baik melalui iklan maupun program, harus mengedepankan independensi guna mencegah terjadinya pelanggaran yang dapat merugikan proses demokrasi. “Melalui kegiatan ini pelanggaran siaran dapat dicegah sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi yang berkualitas. KPI juga mengajak seluruh masyarakat untuk ikut serta dalam mengawasi konten-konten siaran yang terkait dengan Pilkada 2024, demi terciptanya proses demokrasi yang bersih dan transparan,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Viva Group, Adi Sumono mengatakan, beberapa lembaga penyiaran lokal mengungkapkan bahwa Pilkada tahun ini dirasa kurang menarik untuk dipublikasikan, Hal ini berimbas pada minimnya penayangan program-program terkait Pilkada, termasuk acara debat yang biasanya menjadi salah satu konten utama untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. 

“Pilkada 2024 kali ini sepi dari publikasi, yang disebabkan oleh beberapa kendala, terutama terkait masalah pembiayaan antara induk jaringan penyiaran nasional dan jaringan lokal. Kondisi ini memengaruhi antusiasme lembaga penyiaran lokal dalam menayangkan acara debat dan konten Pilkada lainnya,” ungkap Adi. Syahrullah

 

 

Bekasi – Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza mengatakan, keterlibatan lembaga penyiaran dalam Pilkada Serentak 2024 sangat penting dan strategis khususnya dalam memberikan atensi terhadap proses pemilihan di tingkat daerah. Selain itu, media juga dapat berperan dalam melawan praktik-praktik kotor dengan mengedukasi masyarakat agar memilih berdasarkan program dan kompetensi para calon.

“Partisipasi aktif lembaga penyiaran dalam Pilkada 2024 menjadi faktor penting dalam menentukan kualitas demokrasi di tingkat daerah. Dengan komitmen yang kuat untuk menjaga profesionalisme dan integritas, lembaga penyiaran dapat membantu menciptakan Pilkada yang sukses, transparan, dan berintegritas tinggi,” katanya di sela-sela diskusi bersama Lembaga Penyiaran dengan tema “Pencegahan Pelanggaran Isi Siaran” di Bekasi, Jawa Barat, Senin (7/10/2024).

Di sisi lain, Reza menegaskan, pihaknya mengimbau seluruh lembaga penyiaran agar memberikan waktu dan kesempatan yang setara kepada semua kontestan tanpa memihak salah satu calon. Hal ini penting agar publik mendapatkan informasi yang akurat, objektif, dan komprehensif mengenai seluruh calon kepala daerah, sehingga mereka dapat membuat pilihan yang rasional dan berdasarkan pertimbangan yang matang. 

“Prinsip independensi dan keseimbangan dalam pemberitaan menjadi kunci untuk menjaga keadilan dalam penyampaian informasi kepada masyarakat,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Anggota KPI Pusat, I Made Sunarsa, Muhammad Hasrul Hasan, Mimah Susanti, dan Evri Rizki Monarshi. Menurut mereka, lembaga penyiaran harus menjaga prinsip keberimbangan dan proporsionalitas dalam menampilkan pasangan calon (paslon) Pilkada dalam siaran khususnya di program talkshow. Setiap paslon harus diberikan kesempatan yang sama untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerja mereka, sehingga publik dapat mendapatkan informasi yang adil dan objektif selama proses Pilkada 2024. 

Sementara itu, Anggota KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah mengatakan, pihaknya telah menetapkan pedoman bagi lembaga penyiaran dalam pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pilkada 2024. Melalui Surat Edaran KPI Nomor 6 Tahun 2024, diharapkan acuan ini dapat disampaikan secara luas kepada seluruh anggota jaringan penyiaran di daerah, sehingga aturan main dalam penyiaran Pilkada dapat dipahami dan dijalankan dengan baik. 

“KPI berharap dengan adanya aturan dan pengawasan yang ketat, lembaga penyiaran dapat memainkan peran penting dalam menciptakan Pilkada yang adil dan demokratis,” kata Aliyah. 

Di tempat yang sama, Deddy Risnanto dari Kompas TV menuturkan, lembaga penyiaran memberikan apresiasi kepada KPI Pusat yang telah menggagas kegiatan dan mengeluarkan surat edaran sebagai pedoman dalam proses produksi siaran Pilkada 2024. 

“Pedoman tersebut diharapkan dapat membantu lembaga penyiaran agar tidak salah langkah dalam menyampaikan informasi selama Pilkada berlangsung. Namun, lembaga penyiaran juga mencatat bahwa meskipun media digital tidak diatur sebagai lembaga penyiaran, platform tersebut memiliki porsi besar dalam iklan dan publikasi pemilihan, yang menjadi tantangan tersendiri,” ujar Deddy. Syahrullah

 

 

Mataram – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan penandatanganan MoU atau nota kesepahaman dengan Asosiasi Program Studi Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam (ASKOPIS) terkait kerja sama di bidang Pendidikan, Penelitian, Pengabdian, Pemagangan, Pengawasan Isi Siaran, Sosialisasi, dan Literasi Media. 

Penandatanganan MoU dilakukan di sela-sela Seminar Nasional bertema “Literasi Media Nasional: Mengkaji Pokok-pokok Pikiran dalam Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran” yang diselenggarakan di Auditorium Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT), Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (03/10/2024).

Dalam keterangannya, Pimpinan DPP ASKOPIS yakni Mohammad Zamroni, Hari Irawan Jauhari, dan Gun Gun Heryanto, menyampaikan dukungan terhadap KPI terkait perlunya revisi UU Penyiaran. Bahkan, Gun Gun secara khusus menyoroti penetrasi internet yang merupakan media baru sudah mencapai 77%. Menurutnya, kondisi ini perlu diberi atensi melalui adanya regulasi yang mendukung persaingan sehat dalam penyiaran.

Ahsanul Khalik menyampaikan tentang “Potret Pertumbuhan dan Kontribusi Media Penyiaran bagi Pembangunan Daerah”. Menurutnya, komunikasi dan informasi yang disampaikan media harus mampu membangun peradaban yang sudah diwariskan pendiri bangsa. 

Hal ini seharusnya menjadi pendorong untuk melahirkan SDM penyiaran yang memahami nilai yang berimbang, sehingga bisa membawa penyiaran di rel yang tepat. Revisi UU Penyiaran disebut Ahsanul sebagai salah satu yang menjadi jawaban untuk tantangan masa yang akan datang.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa, memaparkan substansi UU Penyiaran 2002, yang di dalamnya terdapat pasal yang menyebutkan penggunaan Lembaga Penyiaran (LP) untuk membangun martabat, membangun integritas, demokratisasi serta budaya. Dari pasal tersebut, tercantum fungsi LP dalam konteks penyiaran, sebagai wadah informasi, sarana edukasi, serta media yang memberi hiburan sehat. 

“Tapi fakta di lapangan masih didapati hiburan yang tidak sehat, yang muncul dari media baru. Itulah yang menjadi urgensi revisi UU Penyiaran, penyesuaian dengan perkembangan teknologi dan utamanya untuk kesetaraan dalam ekosistem penyiaran dan untuk kepentingan Masyarakat,” kata I Made Sunarsa dalam keynote speechnya. 

Dia menambahkan, revisi UU Penyiaran juga diperlukan untuk penguatan kelembagaan KPID di tiap-tiap daerah.

Dalam seminar nasional yang menghadirkan sejumlah nara sumber, Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi memaparkan materi bertopik “Revisi UU Penyiaran dan Upaya Penguatan Kewenangan dan Kelembagaan”. Dia mengungkapkan pihaknya sudah menyampaikan kepada anggota dewan untuk meneruskan proses revisi UU ini, sehingga pembahasannya tidak kembali ke titik nol. 

Seperti diketahui bahwa media konvensional seperti TV dan radio diawasi KPI dengan acuan P3SPS. Sedangkan media baru tidak dinaungi regulasi apapun sehingga menyebabkan perbedaan yang krusial. Revisi diharapkan bisa mewujudkan kesetaraan antara media konvensional dan media baru.

“Berdasarkan survey Kominfo, lembaga penyiaran masih menjadi pembanding atau rujukan atas informasi yang diperoleh di media baru. Hal ini berarti bahwa media konvensional masih dibutuhkan masyarakat,” kata Evri.

Selain meminta media konvesional tetap semangat, Evri Rizqi juga menjelaskan terkait keberatan terhadap revisi UU Penyiaran yang terjadi pada beberapa bulan sebelumnya. Ditegaskanya, sejak 2019 substansi draft tidak ada yang berbeda selain pada pergeseran pasal. 

Menurut Evri, pihaknya mendukung kebebasan pers sepenuhnya. Dia menyinggung kembali esensi revisi adalah regulasi untuk media baru, penguatan KPI dan KPID yang merupakan pilar-pilar di daerah.

Di tempat yang sama, nara sumber Dadang Rahmat Hidayat, menyampaikan topik “Revisi UU Penyiaran dalam Telaah Hukum, Ekonomi, dan Politik Media”. Dia menyatakan bahwa hukum diciptakan untuk menciptakan ketertiban, keadilan, perlindungan hukum, kemanfaatan, perlindungan hukum, penegakan keadilan, serta rekonsiliasi kepentingan. Adapun revisi dimaksudkan sebagai suatu penyesuaian terhadap perkembangan teknologi dan digitalisasi, pengembangan kekuatan kelembagaan, perlindungan kepentingan publik dan kepentingan daerah, serta memberi perlindungan kepada lembaga penyiaran. 

Publik menjadi aspek yang perlu diperhatikan, bagaimana mereka bisa mengakses sumber informasi yang sesuai minat. Kehadiran negara dibutuhkan untuk mengatur untuk mencegah terjadinya penguasaan media yang tidak proporsional karena kepentingan politik dan ekonomi. Sementara media juga harus bisa memperjuangkan diri agar tetap hidup dan berkelanjutan. Revisi undang-undang dimaksudkan untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan tersebut.

Narasumber Prilani, memaparkan topik “Partisipasi Publik dan Revisi UU Penyiaran”. Dia berpendapat bahwa meningkatkan partisipasi publik dalam revisi UU Penyiaran, perlu lompatan serius dan tidak harus normatif. Misalnya dengan menggerakan masyarakat melalui kreasi dan persuasi melalui kelompok-kelompok yang masuk di jejaring ASKOPIS, melalui pemanfaatan media sosial. 

“Revisi perlu terus disuarakan hingga titik dimana semua pemangku kepentingan kembali ke jalan yang benar sesuai arah penyiaran,” ujarnya.

Prof. Dr. TGH. Fakhrurrozi, memaparkan materi tentang “Lembaga Penyiaran dan Strategi Komunikasi dalam Mendiseminasikan Moderasi Beragama”. Menurutnya, penguatan revisi UU Penyiaran bisa dilakukan oleh lembaga penyiaran melalui penguatan aspek alasan filosofis, normatif, landasan historis, sosiologis, antropologis, dan fenomenologis. 

Untuk membuat gerakan revisi menjadi masif, lanjut Fakhrurrozi, bisa dilakukan pendekatan melalui 6 episentrum peradaban, yaitu komunitas tempat ibadah keagamaan, lembaga pendidikan, adat, budaya, cendekia, dan organisasi kemasyarakatan (ormas). “Jika semua komunitas dirangkul dan diliterasi maka mereka akan menyadari pentingnya revisi dilakukan,” tandasnya. 

Seminar nasional ini juga dihadiri Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti, Sekretaris KPI Pusat, Umri, Kepala Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mewakili Pj. Gubernur NTB, Ahsanul Khalik, Wakil Rektor I UMMAT, Hari Irawan Jauhari, Ketua KPID NTB beserta jajaran, dan perwakilan Lembaga Penyiaran Publik (LP) NTB, serta sekitar 200 peserta yang terdiri dari Anggota ASKOPIS se-Indonesia dan mahasiswa/i UMMAT. **/Anggita

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.