Banda Aceh - Pesatnya perkembangan media saat ini mengharuskan masyarakat lebih kritis dalam menerima semua pesan yang disampaikan media, terutama yang melalui medium penyiaran. Data yang dimiliki Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menunjukkan jumlah lembaga penyiaran sudah mencapai 2590 di seluruh Indonesia.Seyogyanyalah kuantitas ini berbanding lurus dengan kualitas muatan media penyiaran, sehingga hak masyarakat mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya dapat terpenuhi, sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
KPI sebagai perwakilan masyarakat dalam mengatur segala hal terkait penyiaran, menilai perlu mengajak masyarakat untuk ikut mengkritisi muatan dari media penyiaran yang selama ini hadir leluasa di ruang-ruang keluarga lewat televisi dan radio.Untuk itu KPI berharap perhatian masyarakat terhadap kualitas media penyiaran dapat disalurkan melalui sarana yang tepat.
Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, menyatakan peran serta masyarakat dalam mengoreksi media penyiaran sangat dibutuhkan dalam mendukung KPI menegakkan aturan penyiaran pada lembaga-lembaga penyiaran. “Bagaimanapun juga, sebagai konsumen dari media penyiaran, masyarakat punya posisi tawar yang penting yang harus diperhatikan para praktisi dunia penyiaran” ujar Judha dalam pembukaan acara pembentukan Forum Masyarakat Peduli Media Sehat (FORMAT LIMAS) di Banda Aceh (20/11).
Untuk itu KPI akan mengaktifkan lagi keberadaan Forum Masyarakat Peduli Media Sehat (FORMAT LIMAS) untuk menjadi mata dan telinga KPI dalam memantau muatan media penyiaran. Di mata Judha, peran serta masyarakat mengawasi penyiaran sangat vital dalam era globalisasi saat ini. “Apalagi saat maraknya isi siaran yang justru menggerus budaya bangsa dengan menampilkan muatan yang tidak sesuai kepribadian masyarakat dan tidak memberikan kemanfaatan”, tambahnya. Sehingga lewat pengawasan masyarakat dalam FORMAT LIMAS ini, kesalahan lembaga penyiaran dapat dieliminir. Karena, dari forum ini pula lembaga penyiaran mendapatkan masukan yang berharga tentang minat dan kesukaan masyarakat tentang sebuah model isi siaran. “Jadi lembaga penyiaran tidak hanya mengandalkan penilaian lembaga rating”, ujarnya. KPI meyakini, semakin besar tingkat kepedulian masyarakat akan kualitas isi siaran, maka media penyiaran pun akan menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Sehingga, layar kaca dan getar radio sepenuhnya hanya diperuntukkan bagi kemaslahatan bangsa.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai menginventaris masukan-masukan terkait aturan penyiaran radio dalam revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI. Terkait hal itu, KPI mengundang pengurus Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia atau PRSSNI dalam diskusi yang berlangsung di kantor KPI Pusat, Selasa, 19 November 2013. Dalam kesempatan itu, hadir Wakil Ketua PRSSNI, Fahri Muhammad.
Rencananya, P3 dan SPS KPI hasil revisi akan dibahas dan mungkin diputuskan dalam Rakornas KPI tahun 2014 di Jambi. P3 dan SPS KPI tersebut merupakan peraturan gabungan yang mengatur soal penyiaran televisi, penyiaran politik, penyiaran radio dan penyiaran televisi berlangganan.
Ketua bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengatakan, masukan soal aturan radio dimaksudkan untuk menambahkan aspek-aspek pengaturan dalam penyiaran radio dalam P3 dan SPS KPI hasil revisi nanti. “Pengaturan di radio tidak jauh berbeda dengan di televisi. Jadi tidak ada yang terlalu spesifik. Pengaturan siaran radio lebih pada penekanan pengaturan berbicara diradio,” kata Rahmat yang juga pernah menjadi Ketua KPID DIY beberapa waktu sebelumnya.
Pembahasan peraturan ini juga akan mengajak semua unsur yang terkait antara lain KPID, AJI, ATVSI, ATVLI, PRSSNI dan asosiasi terkait lainnya. “Kita akan surati KPID, AJI, ATVSI, ATVLI dan asosiasi lainnya untuk membahas revisi ini,” kata Rahmat.
Pada saat diskusi dengan PRSSNI, Fahri Muhammad, memberikan buku pedoman siaran radio yang buat PRSSNI pada 2010 lalu. Buku pedoman itu berjudul “Standar Profesional Radio Siaran”. Menurut Fahri, pedoman tersebut dapat jadi masukan terkait pengaturan siaran radio dalam P3 dan SPS hasil revisi KPI nanti.
Dalam pertemuan, turut hadir Ketua KPID Sumut, Harris Nasution, Koordinator Pemantauan KPI Pusat, Irvan Senjaya, Tenaga Ahli Hukum KPI, Benny Hehanusa, dan Asisten KPI Pusat. Red
Jakarta – Lembaga penyiaran atau media tidak boleh seolah-olah memutuskan sebuah kasus yang belum diputuskan di lembaga peradilan atau pengadilan. Keputusan yang seolah-olah itu dinilai tidak etis karena melewati kewenangan yang dimiliki lembaga yang memang berhak memutuskan sebuah kasus yakni pengadilan.
Apa yang disampaikan di atas merupakan keluhan dari beberapa hakim terkait sejumlah tayangan di televisi. Menurut mereka, dalam tayangan tersebut terkadang vonis sudah lebih dahulu dijatuhkan sebelum ada proses atau keputusan dari pengadilan.
“Dalam siaran tersebut kadang vonis sudah dilakukan sebelum proses pengadilan dilaksanakan. Apakah bisa tayangan seperti ini diperbaiki,” kata salah satu hakim yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Workshop Advokasi Hukum tentang “Regulasi dan Teknis Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penyiaran yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Hotel Alila Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, yang juga salah satu narasumber di acara tersebut mengatakan, seharusnya lembaga penyiaran atau isi siaran media yang sedang membahas sebuah kasus tidak boleh membuat sebuah keputusan terkait kasus itu yang saat bersamaan sedang atau belum diproses di pengadilan. “Keputusan harus menunggu hasil atau idiom dari lembaga peradilan atau pengadilan,” katanya.
Meskipun media memiliki hak kebebasan berpendapat, namun etika hukum atau pengadilan harus dihormati. Menurutnya, pemberitaan media harus sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yakni berimbang dan juga cover both side. “Namun demikian, para hakim jangan sampai dan tidak boleh terpangaruh atas tayangan tersebut,” pintanya di depan para hakim yang berasal dari pengadilan tinggi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Judha menjelaskan fungsi dan kewenangan lembaganya serta proses penjatuhan sanksi administrasi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Pertama, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi administratif oleh KPI. Selanjutnya, penjatuhan sanksi teguran tertulis dilakukan setelah KPI memperoleh keyakinan telah terjadi pelanggaran melalui proses pemeriksaan berdasarkan aduan masyarakat dan atau pemantauan langsung.
Selain itu, sanksi administratif penghentian sementara mata acara yang bermasalah dilakukan sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang diatur dalam P3SPS. Sedangkan, sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan dilakukan oleh KPI berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita acara rapat,” jelasnya.
Diakhir penyampainya, Judha berharap frekuensi yang merupakan ranah publik dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kejayaan bangsa ini. Media Tidak Boleh “Seolah-olah” Putuskan Sebuah Kasus yang Belum Diputuskan Pengadilan
Jakarta – Lembaga penyiaran atau media tidak boleh seolah-olah memutuskan sebuah kasus yang belum diputuskan di lembaga peradilan atau pengadilan. Keputusan yang seolah-olah itu dinilai tidak etis karena melewati kewenangan yang dimiliki lembaga yang memang berhak memutuskan sebuah kasus yakni pengadilan.
Apa yang disampaikan di atas merupakan keluhan dari beberapa hakim terkait sejumlah tayangan di televisi. Menurut mereka, dalam tayangan tersebut terkadang vonis sudah lebih dahulu dijatuhkan sebelum ada proses atau keputusan dari pengadilan.
“Dalam siaran tersebut kadang vonis sudah dilakukan sebelum proses pengadilan dilaksanakan. Apakah bisa tayangan seperti ini diperbaiki,” kata salah satu hakim yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Workshop Advokasi Hukum tentang “Regulasi dan Teknis Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penyiaran yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika di Hotel Alila Jakarta, Senin, 18 November 2013.
Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, yang juga salah satu narasumber di acara tersebut mengatakan, seharusnya lembaga penyiaran atau isi siaran media yang sedang membahas sebuah kasus tidak boleh membuat sebuah keputusan terkait kasus itu yang saat bersamaan sedang atau belum diproses di pengadilan. “Keputusan harus menunggu hasil atau idiom dari lembaga peradilan atau pengadilan,” katanya.
Meskipun media memiliki hak kebebasan berpendapat, namun etika hukum atau pengadilan harus dihormati. Menurutnya, pemberitaan media harus sesuai dengan kode etik jurnalistik (KEJ) yakni berimbang dan juga cover both side. “Namun demikian, para hakim jangan sampai dan tidak boleh terpangaruh atas tayangan tersebut,” pintanya di depan para hakim yang berasal dari pengadilan tinggi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Judha menjelaskan fungsi dan kewenangan lembaganya serta proses penjatuhan sanksi administrasi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan. Pertama, program siaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Standar Program Siaran dijatuhkan sanksi administratif oleh KPI. Selanjutnya, penjatuhan sanksi teguran tertulis dilakukan setelah KPI memperoleh keyakinan telah terjadi pelanggaran melalui proses pemeriksaan berdasarkan aduan masyarakat dan atau pemantauan langsung.
Selain itu, sanksi administratif penghentian sementara mata acara yang bermasalah dilakukan sesuai mekanisme penjatuhan sanksi yang diatur dalam P3SPS. Sedangkan, sanksi administratif pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu dan sanksi administratif pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. “Penyampaian suatu perkara kepada lembaga peradilan dilakukan oleh KPI berdasarkan keputusan rapat pleno dan dilengkapi dengan berita acara rapat,” jelasnya.
Diakhir penyampaiannya, Judha berharap frekuensi yang merupakan ranah publik dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kebaikan dan kejayaan bangsa ini. Red
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengharapkan Trans7 dan Trans TV segera melakukan perbaikan terhadap sejumlah program acaranya. Harapan tersebut disampaikan secara langsung oleh Anggota KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, saat diskusi dengan pimpinan dan bagian produksi acara di kedua televisi tersebut, Senin, 18 November 2013 di kantor Trans Corp.
Menurut Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat ini, diskusi yang dilakukan pihaknya bagian dari pembinaan pihaknya pada Trans TV dan Trans7 atas tayangan yang dinilai KPI memerlukan perbaikan. Meskipun begitu, proses pembinaan tidak akan menghapuskan sanksi administrasi jika terdapat adegan atau tayangan yang melanggar P3 dan SPS KPI.
“Kami harap Trans TV dan Trans7 bisa mengambil langkah-langkah dengan baik untuk perbaikan supaya tidak ada penjatuhan sanksi,” tegas Rahmat yang diamini Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.
Dalam kesempatan itu, kata Rahmat, kedua stasiun televisi tersebut dapat menerima masukan yang disampaikan KPI terkait perlunya perbaikan pada sejumlah tayangnya. Turut hadir dalam diskusi pimpinan Trans Corp, Ishadi SK. Red
Jakarta – 7 (tujuh) Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah atau Sulteng yang barus saja terpilih untuk masa bakti 2013-2016 dan dilantik Gubernur Sulteng, melakukan kunjungan kerja sekaligus silahturahmi ke KPI Pusat, Jakarta, Senin, 18 November 2013. Kunjungan tersebut diterima secara langsung oleh Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dan Anggota KPI Pusat, Agatha Lily dan S. Rahmat Arifin.
Diawal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan mengucapkan selamat atas terpilihnya anggota dan kepengurusan KPID Sulteng. Dia berharap Anggota KPID Sulteng yang barus terpilih bisa menjalankan amanah yang diamanatkan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. “Saya harap bapak dan ibu yang terpilih merupakan orang yang terpercaya dan aman bagi masyarakat karena kita dituntut untuk melindungi kepentingan publik,” pintanya.
Selain itu, Judha berpesan kepada semua Anggota KPID Sulteng agar menjaga kekompakan dan kerjasama dalam menjalankan amanah yang diembannya. “Jangan ada pembatasan-pembatasan. Setiap program dirancang, dijalankan dan dievaluasi bersama,” tegasnya kepada tujuh Anggota KPID Sulteng yang turut didampingi Sekretariat KPID.
Dalam kesempatan itu, Judha mengingatkan beberapa isu penting yang harus menjadi perhatian KPID Sulteng antara lain pelaksanaan Pemilu 2014, pengawasan pelaksanaan sistem siaran jaringan (SSJ) dan digitalisasi.
Usai pertemuan, ketujuh Anggota KPID Sulteng melihat secara langsung proses pemantauan isi siaran dan editing di KPI Pusat.
Adapun nama-nama ketujuh Anggota KPID Sulteng periode 2013-2016 yakni Andi Maddukeleng, Bahtar, Indra Yosvidar, Retno Ayuningtyas, Masbait Lesnusa, Ibrahim Lagundi dan Zakaria. Red
Selamat siang Yth. Bapak/Ibu Pimpinan KPI. Saya ingin meminta izin untuk menyampaikan pesan kepada Polisi Setempat dan Personalia Akas Mila Sejahtera, kota Probolinggo melalui Polres Lumajang bagian Tim Cobra. Jika pesan ini dirasa perlu, mohon dicatat, diantaranya :
1. Pak Ide Sardjono menikah dengan Bu Sri Murdiani (Pernah tinggal di perumahan Taman Jenggala, Larangan, Sidoarjo karena urusan pekerjaan dan sekarang menetap di Jember) entah di Singapura atau di Indonesia. Pak Ide Sardjono membawa investasi berupa maskapai atas nama "Sriwijaya Air" ke Indonesia. Sriwijaya Air terhubung dengan "Skyteam" dan akhirnya masuk ke "Malindo Airlines" di Malaysia. Dari Malindo melahirkan "Lion Air", ada kemungkinan Lion Air muncul bersamaan dengan Sriwijaya Air. Dari Lion Air ini melahirkan "Batik Air" dan "Super Air Jet".
2. Setelah melihat cucu buyut, ternyata saya terhubung lagi dengan maskapai raksasa atas nama "Emirates" dan "Qatar" yang dibantu menghubungkan satu sama lain melalui "Singapore Airlines".
3. Pimpinan kantor pajak Sumenep atas nama Pak Maurus terdeteksi masih sanak keluarga Alm. Pak Ide Sardjono ("Deposito" maskapai Sriwijaya Air) dan Pak Setyaki Sasongko (Owner bus Sugeng Rahayu di Kab. Sidoarjo). Berhubung owner bus Sugeng Rahayu tadi, maka bus itu langsung masuk keluarga Akas Sejahtera bersama Eka-Mira. Selain itu, masih ada Alm. Pak Tjahjo Kumolo yang bersembunyi di Jawa Barat hingga akhir hayat dan terakhir, Bu Edi Wahjuningsih, dari Fakultas Hukum Universitas Jember, saudara yang diketahui terakhir, ada kemungkinan memegang bus Harapan Jaya Tulungagung bersama Pak Suryo (Pak Harjaya Cahyana), dimana Pak Suryo tinggal di Pondok Marengan Indah Blok C10, Sumenep, Jawa Timur.
4. Saudara lain dari Fakultas Hukum Universitas Jember, seperti Bu Emmi Zulaikha akan saya sampaikan secara lisan.
5. Pak Yassona Laoly (Mentri Hukum dan HAM) dan Bu Susi Pudjianti (mantan Mentri Kelautan) memiliki hubungan entah suami istri atau saudara. Pak Yassona Laoly dan Bu Susi Pudjianti dapat hibahan maskapai pesawat "Trans Nusa" (apabila disetujui) pengganti Susi Air, dimana livery Trans Nusa sangat akrab untuk Indonesia bagian Timur (Nusa Tenggara-Papua). Untuk tempat tinggal manut dari Pak Yassona Laoly dan Bu Susi Pudjianti.
6. Pak Bambang Irawan, Pak Yoyok dan Pak Nur Alam, satpam kantor pajak Sumenep ada kemungkinan memiliki saudara di Jawa. Saya ingin mengambil Pak Bambang untuk masuk sebagai pegawai IT dan Pajak sedangkan Pak Yoyok akan bergabung dengan keluarga walikota Probolinggo, Pak Habib Zainal Abidin. Untuk Pak Nur Alam masih disimpan sendiri.
7. Saudara dari Ibu saya di Kab. Jember yang tadi disebutkan atas nama Bu Sri Murdiani memiliki hubungan kekerabatan kakak-adik dengan Bu Murti Hardini, ibu saya dengan ibu keduanya dari Bu Tri Rismaharini, Surabaya. Bu Murti Hardini menikah dengan Pak Daru Siswanto di Pondok Marengan Indah, Sumenep melahirkan Ellen sementara kakak/adiknya masih disimpan. Lainnya saya akan sampaikan lewat lisan.
8. Pak Erryanto, bapak saya menikah dengan Bu Yatik/Bu Ana dari keluarga Ladju Pasuruan. Untuk keberadaan Bu Yatik/Bu Ana.
9. Saudara dari Bapak saya atas nama Pak Iyan dan Bu Rini di daerah Rampal, Malang memegang bus Restu Panda. Sedangkan Shilda sepupu saya, memegang bus Ladju trans. Terakhir, Dida Aditama masih memiliki hubungan bapak-anak dengan Pak Om Ku Zen di kota Probolinggo.
10. Bus-bus yang setuju pindah garasi karena ribet pengelolaan maupun perizinan maupun sepi orderan wisata antara lain : Ind's 88 trans (Jember), Wardah Trans (Lumajang) dan KYM Trans (Sidoarjo). Ada isu beredar jika Menggala (Surabaya/Malang) akan dilimpahkan ke grup Akas.
11. Ada isu beredar lagi kalau saya bisa memegang grup mie setan antara lain : Kober Mie dan Mie Gacoan akan dijadikan satu PT beda atap.
12. Semua data keluarga sudah masuk dalam bentuk word. Untuk keluarga luar negeri disampaikan di pesan setelah ini.
*Kata kunci
A. NIK : 3529016102950001
B. Nomor telepon seluler 085941151995
C. Email :sarmilasejahtera@gmail.com
D. Facebook : https://www.facebook.com/irasuesesshomaru?mibextid=ZbWKwL
E. Instagram : https://instagram.com/karmina_amat?igshid=OGQ5ZDc2ODk2ZA==
Terima kasih atas perhatiannya dan semoga tersampaikan.
Pojok Apresiasi
jodi
tolong untuk pertahankan acara acara seperti ini konetenya berbobot, enak buat dinikmati.. saya harap acar lain memiliki kiblat seperti acara ini yang berfokus untuk menghibur.. bukan hanya membuat tertawa