Yogyakarta -- Ekosistem penyiaran nasional di era disrupsi mengalami perubahan yang signifikan. Asupan masyarakat akan informasi dan hiburan tidak hanya berasal dari media konvensional seperti TV dan radio. Artinya, dari sisi dampak dapat berasal dari media manapun dan salah satunya dari media yang sedang naik daun yakni media baru. 

Perubahan landskap dan pola konsumsi media ini, menurut Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, harus disikapi dengan strategi adaptif dengan membuat kebijakan dan regulasi pengawasan yang baru yakni dari strong regulation (aturan ketat) ke soft regulation (aturan halus). Dengan lebih mengedepankan dialog dan kolaborasi multi stakeholder. Upaya ini, lanjutnya, memberi ruang lembaga penyiaran untuk terus mengembangkan diri melalui kreativitas positif dalam bentuk program siaran.

“Jika pendekatannya masih strong regulation, maka konten televisi dipaksa mengikuti regulasi, tanpa memahami bahwa konten yang dibuat sebenarnya mengikuti selera pasar. Jika hal ini dibiarkan, televisi akan makin cepat ditinggalkan dan khalayak lebih memilih mendapatkan informasi dan hiburan melalui internet. Sementara sampai sekarang belum ada lembaga yang secara khusus mengurusi media baru,” jelas Hardly di acara Seminar Series yang diselenggarakan KPI bersama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga di Yogyakarta, Jumat (10/12/2021).

Lebih dalam Hardly mengutarakan pendekatan soft regulation memberi ruang dialog yang konstruktif terhadap pengembangan konten program. Maksudnya, ketika ada program siaran yang belum berkualitas, maka perlu dilakukan pembinaan. Adapun rujukan pembinaannya dapat diambil dari hasil riset indeks kualitas program siaran yang dilakukan KPI bersama 12 Perguruan Tinggi.

“Ini yang disebut dengan soft regulation, penerapan regulasi melalui pendekatan persuasif dan dialogis. Sanksi baru benar-benar diberikan jika program siaran tersebut terbukti melanggar P3SPS. Dengan begini, harapannya kita dapat menangkap peluang disrupsi,” ujar Hardly.

Dalam kesempatan itu, Hardly mendorong peningkatan kapasitas literasi media di masyarakat yang diharapkan mengubah pola konsumsi mereka kepada program siaran yang baik dan berkualitas. Jika ini menjadi kebiasaan, produsen konten akan ikut selera tersebut.

“Jika program siaran televisi dan radio makin baik dan berkualitas harapannya ini dapat menjadi role model bagi konten kreator di media baru. Selain itu, literasi tidak sekedar mendorong masyarakat untuk melaporkan konten yang buruk, tapi juga memberi apresiasi agar informasi yang baik tersebar,” tutur Hardly. 

Sebelumnya, dalam sambutan yang disampaikan melalui daring, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Phil Al Makin, mengatakan era disrupsi sekarang antara yang berlimu dengan tidak berilmu, berwenang dan tidak berwenang sulit dibedakan sehingga yang terlihat adalah pencitraan.

Selain itu, agama jangan hanya menjadi struktur sosial di masyarakat tapi harus menjadi core value di masyarakat. “Yang dibutuhkan masyarakat adalah etika, sosial dan moral. Dan agama harus menjadi pondasi,” kata Al Makin. 

Terkait hal itu, Al Makin berharap UIN USKA bisa memainkan peran lebih maksimal dalam menyampaikan apa yang bisa dilakukan agamawan dan pihak-pihak lain untuk membawa media agar memberi pengaruh positif ke masyarakat. “Saya optimis kerjasama KPI dan UIN USKA bisa melontarkan banyak perspektif karena kita memiliki otoritas untuk membicarakan hal tersebut,” tandasnya. ***/Editor: MR

 

Jakarta – Siaran konten lokal di Sumatera Utara masih menjadi catatan terkait kebaruan berita yang dihadirkan di televisi. Dari sejumlah lembaga penyiaran swasta (LPS) televisi yang bersiaran jaringan di Sumatera Utara, konten lokal hanya dapat dinikmati pada dua televisi berita saja. Namun liputan berita yang ditampilkan sering diulang-ulang, seolah-olah tidak ada berita baru di Sumatera Utara. 

Bahasan konten lokal mengemuka dalam pertemuan antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara dan KPI Daerah Riau yang berlangsung di kantor KPI Pusat, (10/12). 

Kunjungan Komisi A DPRD Sumatera Utara ke KPI Pusat, selain berkoordinasi terkait proses seleksi KPID Sumatera Utara, juga membahas dinamika penyiaran dan kelembagaan KPI di masa mendatang. Pada kesempatan ini, Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo yang menerima kunjungan kedua lembaga tersebut.

Hendro Susanto, selaku Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara menyampaikan, proses seleksi KPID Sumatera Utara hampir selesai. Tim seleksi yang dibentuk DPRD telah mengirimkan 21 nama calon anggota KPID periode 2021-2024 untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPRD. Kedua puluh satu nama tersebut dua di antaranya merupakan petahana yang masih menjalankan tugas sebagai anggota KPID. 

Lebih jauh Hendro mengatakan, revisi undang-undang penyiaran harus segera terrealisasi. Salah satunya untuk penguatan KPI secara kelembagaan sehingga KPI menjelma sebagai superbody dalam pengawasan konten penyiaran. Selanjutnya Hendro menilai, penganggaran KPID ke depan dapat masuk dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) sehingga tidak lagi berupa dana hibah dan sejenisnya dalam APBD. 

Menanggapi Ketua Komisi A, Mulyo mengapresiasi proses seleksi KPID Sumatera Utara yang sudah berlangsung. Dirinya berharap, anggota KPID Sumatera Utara yang terpilih nanti adalah sosok-sosok yang memang punya kapabilitas dalam pengawasan penyiaran. Mulyo memahami, sebagai sebuah lembaga kuasi negara, KPID tentu tidak lepas dari beragam kepentingan. Namun dirinya percaya, Komisi A dapat memilih anggota KPID yang punya track record baik dan mampu mengawal kepentingan masyarakat Sumatera Utara, terutama dalam menghadapi digitalisasi penyiaran. 

Terkait konten lokal yang dikeluhkan banyak pihak, Mulyo berharap dapat diselesaikan oleh KPID yang masih bertugas saat ini. “KPID harus mengingatkan lembaga penyiaran yang siaran jaringan terkait implementasi aturan siaran lokal,” ujarnya. 

Cerita tentang realisasi konten lokal untuk televisi swasta yang bersiaran jaringan  memang tak kunjung selesai. Sebenarnya ada keinginan dari sebagian besar lembaga penyiaran tersebut untuk menayangkan siaran lokal secara serentak, pada jam yang sama. “Hal ini terkait perhitungan iklan yang mempengaruhi pendapatan televisi,” ujar Mulyo. Namun ada ketidaksetujuan dari beberapa televisi swasta, sehingga realisasi siaran konten lokal memang belum optimal. Memang secara konten, harapannya, siaran lokal dapat mengangkat beragam potensi dari masing-masing daerah. “Mudah-mudahan kalau Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang sedang direvisi KPI sudah disahkan, implementasi siaran konten lokal dapat dilaksanakan lebih baik,” terangnya. 

Turut hadir dalam pertemuan tersebut Ketua KPID Riau Fazlan Surahman yang mengajak segenap pihak untuk membantu mendorong proses revisi undang-undang penyiaran di DPR. Salah satunya dengan mengajak kalangan kampus dan akademisi, untuk memberikan pertimbangan tentang pengawasan konten di media baru.  Harapannya, revisi undang-undang penyiaran yang akan datang memberi kewenangan pada KPI untuk melakukan pengawasan di media-media baru.  Selain Fazlan, turut hadir dalam pertemuan tersebut Wakil Ketua KPID Riau Hisyam Setiawan. 

Adapun dari DPRD Sumatera Utara, hadir pula dalam pertemuan ini Sekretaris Komisi A DPRD Sumatera Utara Jonius Hutabarat, dan anggota lainnya Muhammad Subandi, Rusdi Lubis, Abdul Rahim Siregar, Meryl Rouli Saragih, dan Pdt Berkat K Laoly.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan menjatuhkan sanksi teguran tertulis untuk tiga program siaran jurnalistik yakni “Sidik Jari” tvOne, “Redaksi Pagi” Trans 7, dan “Newsline” Metro TV. Ketiga program acara ini dinilai telah mengabaikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tentang kewajiban menyamarkan gambar dan identitas orang yang diduga pekerja seks komersial dan perlindungan anak serta remaja dalam siaran.

Demikian disampaikan KPI dalam surat sanksi teguran pertama untuk tiga program tersebut dan telah disampaikan kepada masing-masing stasiun televisi, pekan lalu.

Dalam surat dijelaskan, KPI mendapati pelanggaran program siaran jurnalistik “Sidik Jari” tvOne pada tanggal 06 Oktober 2021 pukul 10.34 WIB di pemberitaan terkait “Razia Prostitusi Online Petugas Geledah Rumah Kos” yang memuat identitas (wajah) beberapa orang wanita yang diduga sebagai pekerja seks komersial.

Pelanggaran yang sama juga terjadi pada program siaran jurnalistik “Redaksi Pagi” TRANS 7 tanggal 22 Oktober 2021 pukul 06.07 WIB pada pemberitaan terkait “Razia PMKS Diwarnai Jeritan Histeris” yang di dalamnya terdapat muatan razia pekerja seks komersial. Dalam muatannya, terdapat visual identitas (wajah) beberapa orang wanita yang diduga sebagai pekerja seks komersial.

Kemudian, pada program siaran jurnalistik “Newsline” Metro TV, pelanggaran terjadi 06 Oktober 2021 pukul 14.42 WIB pada pemberitaan terkait “Polisi Ungkap Praktik Prostitusi Online” yang memuat identitas (wajah) beberapa orang wanita yang diduga sebagai pekerja seks komersial. Selain itu pemberitaan tersebut juga memuat visual seorang anak di bawah umur saat proses penggerebekan.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menjelaskan tampilan wajah terduga tanpa disamarkan dinilai telah melanggar aturan tentang kewajiban lembaga penyiaran menyamarkan wajah dan identitas orang yang diduga pekerja seks komesial. “Aturan ini ada dalam Pasal 44 Standar Program Siaran KPI dan aturan ini juga meminta kewajiban lembaga penyiaran untuk menyamarkan gambar dan identitas orang yang diduga orang dengan HIV/AIDS dan juga pasien dalam kondisi mengenaskan,” jelasnya, Rabu (8/12/2021).

Menurut Mulyo, aturan ini dibuat untuk memberi keamanan, kenyamanan dan privasi kepada orang-orang tersebut serta keluarga terduga atau ODA (orang dengan AIDS). “Ada hal-hal yang perlu jadi perhatian dan jadi catatan dalam pemberitaan seperti ini. Persoalan keamanan identitasnya dan dampak terhadap keluarganya harus dipikirkan. Apalagi kami juga menemukan adanya visual seorang anak di bawah umur saat proses penggerebekan tersebut,” kata Mulyo. 

Dalam kesempatan itu, KPI meminta ketiga stasiun TV agar segera melakukan perbaikan secara internal dan menjadikan teguran ini sebagai bahan masukan agar kejadian serupa tidak terulang. “Teguran ini juga menjadi peringatan untuk tim redaksi TV-TV yang lain. Kami berharap P3SPS ini dipahami dan menjadi acuan sebelum tayang,” tandas Mulyo. ***/Editor: MR

 

Jakarta -- Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (Suka) Yogyakarta siap menyelenggarakan Konferensi Penyiaran ke 3 (tiga) yang rencana berlangsung pada Mei 2022 mendatang. Kesediaan UIN Sunan Kalijaga menjadi tuan rumah Konferensi Penyiaran yang akan dihadiri stakeholder penyiaran dan akademisi dari berbagai universitas di tanah air ini disampaikan langsung oleh Rektor UIN Suka, Prof. Dr. Phil Al Makin, dalam pertemuan dengan KPI di Yogyakarta, Kamis (9/12/2021) malam.

“Kita dengan senang hati dengan kerjasama ini dan menyambut baik konferensi penyiaran tersebut,” kata Phil Al Makin.

Menurutnya, konferensi seperti sangat mendukung upaya kampus dalam membangun komunikasi perguruan tinggi dengan pihak lain. Upaya seperti ini dapat membuka mata dan menghilangkan anggapan yang tidak baik terhadap kualitas dan sumber daya perguruan tinggi di Indonesia. 

“Kita memiliki resources yang cukup tinggi. Jurnal kita pun banyak sekali dan bisa diakses secara gratis. Karenanya, penting mengintensifkan komunikasi agar potensi kampus yang belum terungkap dapat diketahui,” kata Al Makin.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, mengatakan kalangan kampus memiliki kontribusi yang besar terhadap dinamika dan tumbuh kembang penyiaran di tanah air. Dan, UIN Sunan Kali Jaga menjadi salah satu yang banyak memberi masukan dan dukungan tersebut diantaranya dalam penyelenggaraan Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV.

“Kami menyampaikan terimakasih atas support yang selama ini telah diberikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan kami juga meminta kesediaan UIN Sunan Kalijaga menjadi tuan rumah Konferensi Penyiaran ke tiga pada tahun depan,” pinta Hardly.

Konferensi Penyiaran ini, lanjut Hardly, merupakan tindak lanjut riset KPI dan juga wadah bagi perguruan tinggi untuk menyampaikan pemikiran dan pandangan positif terhadap pengembangan penyiaran nasional. Konferensi ini juga menjadi bahan sekaligus penuntun regulator (KPI) dalam membuat kebijakan yang obyektif dan manfaat. 

“Kita ingin membuat kebijakan dengan data serta referensi yang ilmiah dan berdasarkan kajian. Harapannya, kebijakan kami menjadi obyektif dan membawa kemanfaatan,” ujar Hardly. 

Dalam kesempatan itu, diserahkan buku “Potret Ekosistem Penyiaran Indonesia” hasil Konferensi Penyiaran ke 2 di Universitas Hasanuddin oleh Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri, kepada Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Phil Al Makin. ***/Editor: MR

 

Jakarta -- Program Siaran “Monitor” di iNews TV ditemukan menampilkan rekaman video seorang pria memberi minum seorang anak di bawah umur dengan minuman keras (miras) yang mengakibatkan anak tersebut jalan sempoyongan hingga tersungkur di tanah. Akibat menayangkan rekaman itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi teguran tertulis pertama untuk program acara tersebut, Jumat (3/12/2021).

Keputusan sanksi ini telah disepakati KPI dalam rapat pleno khusus penjatuhan sanksi yang dilakukan beberapa waktu sebelumnya. Tayangan tersebut dinilai melanggar 8 (delapan) Pasal di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

Adapun pelanggaran tersebut ditemukan Tim Pemantauan KPI pada 25 Oktober 2021 pukul 13.13 WIB. Selain itu, KPI menemukan adegan kekerasan secara berulang di beberapa episode acara “Monitor”, di antaranya melempar kaca mobil dengan batu, adegan memukul, menendang, dan menginjak kepala.

Terkait pelanggaran itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menegaskan pihaknya tidak akan mentolerir jika ada unsur ketidakpedulian lembaga penyiaran terhadap perlindungan anak dalam isi siaran. Pasalnya, perlindungan anak ini menjadi prioritas utama agar tayangan yang disiarkan memuat isi yang layak, ramah, dan aman bagi mereka.

“Kami menilai tayangan tersebut seperti merendahkan kepentingan anak. Meskipun video tersebut didapat dari media sosial, rasanya tidak pantas dan tidak layak hadir di layar kaca yang ditonton oleh publik secara luas. Selain itu, tidak ada nilai manfaat yang didapat dari video tersebut. Jika pun memberi pembelajaran agar tidak ditiru, rasanya kurang patut jika tidak diberi penjelasan yang memadai sebagai edukasi,” ujar Mulyo.

Menurut Mulyo Hadi, lembaga penyiaran harus dapat mengedepankan kehati-hatian dan kejelian terhadap seluruh komponen isi yang akan ditayangkan. Tim produksi maupun redaksi harus memiliki kemampuan melihat dan menilai kelayakan setiap isi yang akan disiarkan. 

“Apakah layak dan pantas tayangan tersebut disampaikan kepada masyarakat, ini semua sangat tergantung pada lembaga penyiaran. Makanya, pemahaman terhadap aturan penyiaran perlu dipertebal agar dapat meminimalisir kejadian seperti ini. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam seluruh elemen siaran,” katanya.

Dalam kesempatan itu, KPI meminta kepada iNews TV dan juga lembaga penyiaran lain untuk memahami aturan tentang klasifikasi R. Menurutnya, acara yang dilabeli kategori R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. “Aturan ini saya harap jadi acuan semua pihak yang ada di produksi dan redaksi lembaga penyiaran,” tukasnya. ***/Editor: MR

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.