- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 979
Medan – Meningkatnya jumlah lembaga penyiaran pasca migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital, berdampak pada makin meluasnya pengawasan yang harus dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Untuk itu, KPI harus dibantu publik termasuk juga mahasiswa dalam melakukan pengawasan atas konten siaran di televisi dan radio, agar senantiasa sehat dan mencerdaskan. Hal ini disampaikan Meutya Hafid, Ketua Komisi I DPR RI saat dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Universitas Sumatera Utara, (20/8).
Mahasiswa berkepentingan untuk mendapatkan konten siaran yang sehat di televisi dan radio. “Ilmu sesungguhnya tidak hanya yang kita dapat di kampus, tapi ilmu adalah apa yang kita masukkan ke dalam diri kita dari tayangan dan tontonan,” ujar Meutya. Siapa yang membuat sehat siaran, selain KPI, adalah kita sendiri. Bagaimana kita menonton dan apa yang kita tonton, sedikit banyak akan ikut membentuk pola pikir kita, tambahnya.
Kemajuan anak-anak muda di luar negeri juga salah satunya karena media yang dikonsumsi mengandung nilai-nilai yang baik dan positif. Kepada mahasiswa baru di Universitas Sumatera Utara angkatan 2023-2024, Meutya berharap akan lahir generasi muda yang cakap digital dan juga cerdas dalam mengolah konten media.
GLSP di USU ini digelar bersamaan dengan penutupan kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2023. Turut hadir pula dalam acara tersebut Rektor USU Prof. Dr. Muryanto Amin, Ketua KPI Pusat Ubaidillah yang didampingi oleh tujuh anggota KPI Pusat lainnya, serta Ketua KPID Sumatera Utara Anggia Ramadhan.
Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat mengungkapkan tentang tren peningkatan konsumsi media saat ini. Berdasarkan hasil riset yang dipublikasi Januai 2023, konsumsi media di Indonesia semakin meningkat, ujar Ubaidillah. Peningkatan ini terjadi pada konsumsi media televisi yang diyakini sebagai dampak dilaksanakannya Analog Switch Off (ASO), dan juga konsumsi media lewat platform internet.
Meningkatnya keterbukaan akses masyarakat atas informasi ini, menurutnya merupakan hal yang positif. Publik dapat mengakses dengan cepat konten informatif baik mengenai edukasi, kebudayaan dan lainnya. Di sisi lain, semakin banyak informasi yang didapatkan ada juga dampak negatif. “Akurasi informasi di sosial media sukar divalidasi,” tambah Ubaidillah. Akibatnya, pengguna sosial media mudah latah, gampang tersinggung dan tergiring oleh isu yang muncul di media sosial, hingga mengganggu kehidupan kita sebagai sesama anak bangsa.
Ubaidillah mengutip pula pernyataan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2023 lalu yang menyatakan, demokrasi utamanya adalah keterbukaan informasi. Namun hal ini juga berdampak pada polusi budaya, lantaran memanfaatkan media sebagai lahan fitnah atau pun penyebaran kebencian. “Sehingga bangsa kita yang memiliki keluhuran nilai dan budaya, mulai kehilangan keadabannya,” tegas Ubaidillah. Pada kesempatan ini, KPI berharap, mahasiswa baru mendapatkan pencerahan tentang literasi. “GLSP diharapkan dapat menggugah kritisisme warga dan mahasiswa untuk dapat memilih dan memilah informasi, sehingga mampu mencerna konten media secara bijaksana,” pungkasnya. (Foto: KPI Pusat/ Syahrullah)