Jakarta -- Proses seleksi calon Anggota atau Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) diharapkan memperhatikan regulasi terkait seperti Undang-undang (UU) No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, UU Cipta Kerja dan Peraturan KPI (PKPI) tahun 2014 tentang Kelembagaan. Hal ini untuk mencegah munculnya masalah hukum atau polemik di kemudian hari setelah proses pemilihan Komisioner KPID selesai.

“Sangat perlu diperhatikan di mana pemerintah daerah dan tim seleksi sebaiknya mengikuti dasar hukum dan peraturan yang sudah ada supaya tidak ada gugatan dikemudian hari,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, saat menerima kunjungan kerja Komisi I DPRD dan Tim Seleksi Pemilihan KPID Provinsi Gorontalo di Kantor KPI Pusat, Rabu (22/9/2021).

Menurut Irsal, secara teknis mungkin ada beberapa hal berbeda di setiap daerah dalam proses pemilihan karena ada aturan di PKPI dibuat secara umum yang ini dapat disesuaikan dengan masing daerah misalnya tes tertulis, wawancara atau tes lainnya. “Namun begitu secara prinsip hal ini tetap mengikuti peraturan yang ada misalnya berpendidikan sarjana atau kompetensi yang setara,” ujarnya. 

Selain itu, lanjut Irsal, pihaknya berharap bahan tes atau ujian dapat menjadi pengukuran penilaian para peserta seleksi. Pasalnya, hal ini terkait peran KPID dalam melakukan pengawasan dan penegakkan peraturan sehingga perlu ada pemahanan yang baik dan kapasitas tentang penyiaran.   

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, meminta adanya keterwakilan perempuan dalam pengurusan KPID. Menurutnya, sudut pendang perempuan dalam setiap kebijakan sangat penting terlebih perlindungan anak dan perempuan dalam siaran menjadi tujuan utama pengawasan. 

“Saya berharap agar ekosistem lembaga penyiaran di Gorontalo dapat kembali tumbuh. Ke depannya akan ada Bimtek untuk Komisioner KPID seluruh Indonesia,” kata Echa, panggilan akrabnya.

Di awal pertemuan, Wakil Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, H. Awaludin Pauweni, memperkenalkan tim seleksi calon Komisioner KPID yang turut hadir dalam kunjungan tersebut. Dia berharap tim seleksi dapat mengemban tugas dan tanggung jawab serta dapat melakukan koordinasi dan komunikasi dengan semua pihak selama menjalankan proses seleksi tersebut. **/Editor:MR

 

 

Jakarta -- Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mendorong peralihan siaran TV analog ke TV digital atau ASO (analog swicth off) dilaksanakan paling lambat pada 2 November 2022. Ini artinya, Indonesia menjadi salah satu negara yang melakukan persiapan paling singkat untuk melaksanakan sistem siaran anyar ini. 

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah mengatakan, persiapan singkat ini harus dimaksimalkan sedemikian rupa. Terkait hal ini yang penting adalah mempersiapkan masyarakat menghadapi ASO khususnya di daerah. 

“Peran ini harus dilakukan oleh KPID dengan sosialisasi dan literasi. Sosialisasi ini menyangkut misalnya cara mendapatkan set top box-nya. Standarnya seperti apa dan lainnya. Kemudian hal ini dikuatkan soal literasi karena masyarakat kita akan banyak menerima siaran TV setelah berganti siaran digital nanti,” kata Nuning saat menerima kunjungan Komisioner KPID Provinsi Kalimantan Tengah (Kateng) Periode 2021-2023 di Kantor KPI Pusat, Selasa (21/9/2021).

Dia juga menyampaikan faktor lain yang harus diperhatikan KPID menghadapi migrasi ini yakni soal kesiapan infrastruktur, program siaran dan ekosistemnya. 

“Bagaimana KPID harus menumbuh kembangkan lembaga penyiaran yang ada di daerah pada era konvergensi ini. Pasalnya, saat ini sudah banyak media-media grup besar sudah melakukan transformasi tersebut meskipun regulasinya belum ada,” ujar Nuning.

Dalam kesempatan itu, Nuning mendorong KPID untuk meningkatkan pengawasan terhadap konten lokal 10 persen pada TV berjaringan di Kalsel. Menurut dia, upaya ini sangat penting untuk meningkatkan sumber daya lokal dalam penyiaran. 

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis. menambahkan salah satu yang harus dipersiapkan untuk menghadapi era digital dimana akan muncul banyak TV baru adalah infrastruktur pengawasan. “Infrastruktur penyiaran di era ini akan lebih besar karena pertumbuhan TV baru akan meningkat,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua KPID Kalteng, Ilham Bursa, menyampaikan target 100 hari yang harus dicapai kepengurusannya. Dia juga mengatakan pihaknya akan mendorong semua lini lembaga penyiaran, baik dari sisi konten maupun sisi yang lain.

Pada kunjungan itu turut hadir Komisioner KPID Kalteng Henoch Rents Katoppo, Eni Artini, At Prayer, Nisa Rahimia, Chris Philip Alessandro dan Ahmada. ***/Editor:MR

 

 

Padalarang - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator penyiaran memerlukan landasan ilmiah dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah dan masyarakat. Riset Minat, Kepentingan, dan Kenyamanan (MKK) publik dalam menonton program siaran televisi memiliki tiga aspek yang harus diukur agar diversity of content dan diversity of ownership dapat terus terjaga. Hal tersebut seperti tertuang dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang diperbarui dengan pasal 72 UU Cipta Kerja pasal 8 dan 52. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza, menyampaikan hal tersebut dalam acara Diseminasi Hasil Riset MKK Publik pada Program Siaran Televisi, yang dilaksanakan secara daring dan luring, (20/9). 

Sebagai sebuah program yang tercatat dalam rencana strategis (renstra) KPI tahun 2020-2024, Jawa Barat menjadi provinsi pertama yang dipilih untuk diteliti MKK publiknya. KPI bekerja sama dengan kalangan akademisi dari Universitas Padjajaran, dalam teknis pelaksanaan riset. Termasuk dalam menentukan tiga kota yang dianggap mewakili kekhasan masyarakat Jawa Barat. Selain itu, kota Bandung, Cirebon, dan Tasikmalaya juga menjadi wilayah layanan siar dengan lembaga penyiaran paling banyak di Jawa Barat.  

Reza menegaskan, riset MKK ini menjadi sangat strategis dengan adanya tuntutan Undang-Undang Cipta Kerja yang mengharuskan dilakukannya migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital pada tahun 2022. Konsekuensi dari Analog Switch Off (ASO) ini, ujar Reza, menghadirkan potensi jumlah televisi menjadi dua atau tiga kali lipat dari yang ada sekarang, di masa datang. “Dengan melimpahnya jumlah lembaga penyiaran, KPI berkepentingan untuk memastikan hadirnya keberagaman konten atau diversity of content pada penyelenggaraan penyiaran digital mendatang. Apalagi, riset MKK ini pun merupakan amanat dari Undang-Undang Penyiaran,” ujarnya. KPI berharap, hasil riset MKK ini menjadi landasan untuk pengelola televisi untuk membuat program siaran yang selaras dengan selera kenyamanan dan kepentingan publik yang merupakan konsumen televisi. 

Pandemi Covid 19 yang mengubah banyak sekali tatanan kehidupan bermasyarakat, tambah Reza,  memberikan pelajaran penting mengenai kebutuhan informasi masing-masing daerah yang sangat unik. Setiap daerah punya kebutuhannya sendiri terhadap informasi terbaru, model pembelajaran, atau pun penanganan bantuan seperti apa. Kami juga berharap, riset MKK ini juga memberi  manfaat atas keberagaman program siaran lokal di setiap daerah. “Karena lembaga penyiaran mendapatkan input tentang minat dan kenyamanan masyarakat yang menjadi khalayaknya terkait program siaran,” tambah Reza. KPI berharap dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dunia penyiaran agar riset MKK dapat dilaksanakan di seluruh daerah di Indonesia. Dengan demikian dapat dipetakan MKK publik di seluruh daerah, yang tentunya juga akan menggambarkan keberagaman masyarakat, pungkas Reza. 

Dalam diseminasi ini, hasil riset MKK disampaikan oleh koordinator riset, Prof. Dr Atwar Badjari yang merupakan akademisi dari Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Unpad. Atwar menyampaikanhasil riset MKK untuk wilayah Jawa Barat menunjukkan bahwa nilai Indeks MKK publik di Jawa Barat berada pada posisi menengah tinggi dengan indeks 6,83 (dengan rentang indeks 1 – 10). Berdasarkan kategori program siaran, nilai indeks minat, kepentingan, dan kenyamanan publik tertinggi diperoleh program siaran agama yaitu 7,30 sedangkan program siaran hiburan mendapatkan nilai indeks paling rendah yaitu 6,57. 

Yang menarik, ujar Atwar, dari riset MKK yang digelar pada periode April-September 2021, hasil riset mengenai kebiasaan publik menonton program siaran televisi (media habits) justru menunjukkan bahwa program siaran informasi merupakan program siaran yang paling banyak ditonton. Hasil ini merata di semua responden yang berasal dari semua kategori usia, etnis, agama, tingkat pengeluaran, pendidikan, serta pekerjaan. /Editor:MR

Padalarang - Riset Kebutuhan Program Siaran Lembaga Penyiaran yang mengandung kajian berkenaan dengan minat, kenyamanan, dan kepentingan (MKK) publik terkait isi siaran, merupakan titik pijak dalam mensyiarkan informasi dan hiburan kepada khalayak. Merujuk pada undang-undang Cipta Kerja yang mewajibkan analog switch off (ASO), jumlah televisi yang hadir di tengah masyarakat akan semakin banyak. Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat Agung Suprio  saat memberi sambutan pada Diseminasi Hasil Riset Kebutuhan Program Siaran Lembaga Penyiaran wilayah Jawa Barat, yang dilaksanakan KPI Pusat bekerja sama dengan Universitas Padjajaran (Unpad), (20/9). 

Agung mengungkap, dari data KPI saat ini terdapat 40 lembaga penyiaran yang telah mengajukan izin untuk penyelenggaraan televisi digital. Sebagian besar memiliki kekhususan segmentasi program, seperti TV berita, TV anak, TV Pendidikan dan TV perempuan. Harapannya, dengan adanya riset mengenai kajian MKK Publik ini, keberagaman konten siaran akan tercapai saat diterapkannya penyiaran digital tahun 2022 mendatang. 

Riset ini, ujar Agung, dapat menjadi landasan untuk televisi maupun radio dalam membuat program siaran yang mendekati kenyamanan dan kepentingan publik. “Dengan demikian industri dapat tetap tumbuh dan masyarakat dilayani dengan maksimal,” ucapnya. Agung berharap, riset kajian MKK yang saat ini dilaksanakan untuk wilayah Jawa Barat, dapat dikembangkan di seluruh daerah di Indonesia. Apalagi, secara legal, riset ini dilandaskan pada Undang-Undang Penyiaran, khususnya pasal 8 ayat (3) tentang tugas dan kewajiban KPI. Serta pasal 52 yang menjadi pintu masuk masyarakat untuk berperan serta mengembangkan program siaran lembaga penyiaran.

 

Dalam diseminasi hasil riset, turut hadir pula Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Dr Dadang Rahmat Hidayat sebagai narasumber. Dadang yang juga Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Unpad mengatakan, hasil riset harus dapat diimplementasikan untuk semua pemangku kepentingan penyiaran.  “Advokasi dan literasi seharusnya tidak hanya pada publik, tapi juga pada pihak lain seperti pengiklan,” ujarnya. Karena, tambahnya, ada juga pengiklan yang berprinsip yang penting iklannya ditonton. 

Dadang mengusulkan agar dilakukan advokasi atas hasil riset agar sampai kepada pengiklan. “Sehingga pengiklan juga paham, oh ternyata selama ini saya beriklan di acara bermasalah,” terangnya. Pengiklan harus dapat diarahkan agar selain iklannya ditonton banyak orang, tapi penempatannya juga berada di program-program yang berkualitas. 

Ini juga yang menurut Dadang menjadi upaya menjaga program-program berkualitas di televisi agar keberadaannya dapat berkesinambungan. Kita berharap hasil riset ini bukan hanya mengedukasi publik agar hanya menonton siaran berkualitas, tapi juga pada pengiklan. “Agar mereka paham, iklannya itu punya impact atas keberlangsungan sebuah program siaran,”tegas Dadang. 

Narasumber lain yang turut hadir adalah Dewi Sri Sotijaningsih dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Dewi berpendapat, KPI harus mengaitkan antara hasil riset kajian MKK ini dengan riset indeks kualitas program siaran televisi dan riset kuantitatif dari Nielsen. Tindak lanjut KPI terhadap dari riset ini yang akan menentukan kebermanfaatannya bagi kualitas program siaran televisi mendatang. Ditambahkan Dewi, selain dipublikasikan pada masyarakat, kajian tentang MKK juga harus disampaikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Sebagai pemberi izin untuk penyelenggaraan penyiaran, seharusnya Kominfo merujuk pada hasil riset ini.  “Sehingga kita dapat benar-benar mendorong program siaran di televisi dapat semakin berkualitas dan demokratis,” pungkasnya./Editor:MR

 

Makassar -- Gerakan literasi media harus menyasar semua sektor kehidupan masyarakat agar sikap kritis dan kemampuan memilah informasi maupun konten dapat dikuasai secara merata. Salah satu upaya yang tepat agar gerakan literasi bejalan efektif adalah dengan memasukan dalam kurikulum pendidikan nasional.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat menjadi pengisi materi di sesi pembangian kelas dalam Konferensi Penyiaran Indonesia yang berlansung on line dan off line di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (15/9/2021).

Selain itu, lanjut dia, untuk lebih menguatkan program literasi ini perlu juga adanya diversifikasi format kegiatan serta pelibatan semua unsur masyarakat dan stakeholder.  

Nuning menjelaskan tentang tujuan dari literasi yang sudah dilakukan KPI diantaranya untuk meningkatkan kapasitas literasi penyiaran masyarakat, penguatan hak publik  atas pengawasn dan peningkatan mutu siaran, menciptakan kelompok yang kritis terhadap media penyiaran. 

Selain itu, tujuan literasi juga mendorong masyarakat untuk turut serta mencermati penyiaran yag sehat, mencerdaskan dan bermartabat. Melalui literasi, KPI akan memberikan referensi dan pedoman mengakses TV dan radio. “Tujuan lainnya adalah membentuk agen-agen literasi media di tengah masyarakat,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini. 

Direktur Programing SCM, Harsiwi Achmad, pengisi materi dalam sesi yang sama menyampaikan komitmen pihaknya terhadap penting literasi media bagi masyarakat. Literasi, kata dia, akan menumbuhkan sikap kritis masyarakat ketika berhadapan dengan media. Selain itu, melalui literasi masyarakat akan banyak tahu soal isi media. 

“Masyarakat jadi bisa membedakan mana-mana yang dibutuhkan untuk mereka,” kata Harsiwi yang disampaikan secara daring kepada peserta kelas berjumlah 100 orang tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi (ASPIKOM), Muhamad Sulhan, menyampaikan dinamika literasi yang akan terjadi pada saat peralihan dari media konvensional ke media digital. Menurutnya, dalam ruang media konvesional ada batasan dalam hubungan serta terjadinya sentralisasi audiens. 

“Pada media baru terbentuk desentralisasi yang membuat komplesitas netizen. Selain itu, koneksinya tidak ada lagi batasan artinya tanpa batas,” ujarnya.

Sulhan juga menjabarkan tiga gambaran yang akan terjadi di era baru ini yakni hadirnya revolusi kreativitas ekonomi, tantangan demokrasi dan dilemma kebebasan. “Apa yang menarik bicara media di era digital,” katanya. ***/Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.