Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan Komisi I DPRD Sulawesi Utara (Sulut), Kamis (13/2/2025). Kunjungan dalam rangka diskusi mengenai pengawasan dalam penyiaran, serta peran KPI dalam menghadapi arus informasi di media sosial. 

“Selaku mitra kerja masih banyak hal yang belum kami ketahui terkait KPID, maka kami meminta arahan dan masukan dari KPI Pusat,” ucap Ketua Komisi I DPRD Sulut, Braien Waworuntu. 

Pihaknya juga menanyakan terkait bagaimana tugas KPI dalam kaitannya menghadapi tantangan di era digital, kebijakan penyiaran lokal, program strategis dalam menghadapi konten kreator independen yang tidak tersentuh regulasi penyiaran yang ada, pengaturan infrastruktur penyiaran, serta bagaimana menindaklanjuti lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran dalam penyiaran. 

Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRD, Julitje Maringka menyoroti pentingnya pengawasan terhadap media sosial.

Komisioner sekaligus Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat, I Made Sunarsa, menyatakan keresahan yang sama terkait media sosial. “Kami tidak bisa menjawab banyak karena kewenangan masih belum di KPI. Namun, sebagai lembaga negara kami berupaya memberi literasi dan edukasi. Dalam kegiatan itu kami juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi tayangan di televisi dan radio. Kami juga bekerjasama dengan 12 perguruan tinggi di Indonesia untuk menilai kualitas tayangan,” ujarnya.

Menguatkan apa yang disampaikan rekannya, Komisioner Bidang Kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi, menekankan perlunya bersama-sama mendorong pengesahan revisi Undang-undang (UU) Penyiaran. 

“Di daerah, media online sangat banyak dan mungkin memberitakan hoaks. Temen-temen KPID ada program GLSP (Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa), Goes to School dan Goes to Campus yang menyasar anak muda sebagai upaya mengurangi paparan dari media sosial,” lanjutnya. Dia berharap DPRD memberi dukungan terhadap program yang diselenggarakan oleh KPID.

Terkait penyiaran lokal, Komisioner Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP), Muhammad Hasrul Hasan, menyatakan bahwa hal itu dikembalikan lagi pada bagaimana pemerintah menciptakan kebijakan atau regulasi yang peduli terhadap industri penyiaran lokal, karena faktanya persaingan dalam industri ini tidak mudah.

Mengakhiri kunjungan, Anggota Komisi IV, Paula Runtuwene, kembali menyoal tentang regulasi terkait platform digital yang sudah diatur di beberapa negara dan mengusulkan perluasan kewenangan KPI. 

“Kewenangan KPI berdasar undang-undang, untuk revisi sudah sampai Baleg dan memang dalam pasal disebutkan perluasan kewenangan media berbasis internet. Sebenarnya yang penting ada yang mengawasi, ini memang harus jadi gerakan bersama. Itu yang kami sebut tadi sebagai tambahan tugas literasi terhadap masyarakat, termasuk kerja sama dengan LP dan KPID. Misalnya dialog berkala dengan RRI tentang bagaimana resiko media sosial bagi generasi muda,” kata I Made Sunarsa.

Dalam kunjungan tersebut, turut hadir Anggota Komisi I yaitu Eugenie Mantiri, Fermaitha Mokodompit, dan Melisa Gerungan. Anggita/Foto: Agung R

 

Jakarta -- Hari Radio Sedunia atau World Radio Day kembali diperingati pada Kamis (13/2/2025). Peringatan Hari Radio Sedunia dicetuskan oleh UNESCO pada tahun 2011 dan diadopsi sebagai hari internasional oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2012.

Dilansir dari berbagai sumber pada Kamis, radio di tingkat global menjadi media yang paling banyak dikonsumsi. Kemampuan unik untuk menjangkau khalayak terluas ini menjadikan radio dapat membentuk pengalaman keberagaman masyarakat, menjadi arena bagi semua suara untuk berbicara, terwakili, dan didengar.

Sejarah Hari Radio Sedunia

Hari Radio Sedunia diumumkan pada tahun 2011 oleh negara anggota UNESCO dan diadopsi oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi A/RES/67/124 pada tahun 2012 sebagai hari internasional yang diperingati setiap tanggal 13 Februari.

Mengingat radio sebagai media yang kuat untuk merayakan kemanusiaan dalam segala keragamannya. Radio merupakan platform untuk wacana demokratis.

Di tingkat global, radio tetap menjadi media yang paling banyak dikonsumsi. Kemampuan unik untuk menjangkau khalayak terluas ini menandakan radio dapat membentuk pengalaman keberagaman masyarakat.

Selain itu, radio menjadi media yang berbiaya rendah, secara khusus cocok untuk menjangkau masyarakat terpencil dan orang-orang yang rentan. Radio juga memainkan peran penting dalam komunikasi darurat dan bantuan bencana.

Tema Hari Radio Sedunia 2025

Hari Radio Sedunia 2025 mengangkat tema “Radio and Climate Change” atau “Radio dan Perubahan Iklim” untuk mendukung stasiun radio dalam liputan jurnalistik mereka tentang masalah iklim. Hal ini berkaitan dengan masalah iklim di bumi.

Di tengah meningkatnya dampak negatif iklim yang terus menerus melanda planet bumi, seperti konfirmasi bahwa tahun 2024 merupakan tahun terhangat yang pernah tercatat, kehancuran parah yang disebabkan oleh kebakaran hutan di California, atau dampak besar degradasi lahan terhadap miliaran orang, komunikasi yang tepat mengenai peristiwa iklim menjadi semakin penting.

Jika kita memfokuskan perhatian pada masa depan kita saat ini, tahun 2025 sangat penting untuk mengatasi perubahan iklim. Menurut Perjanjian Paris, jika kita ingin membatasi pemanasan global hingga 1,5°C, emisi gas rumah kaca harus mencapai puncaknya paling lambat pada tahun tersebut, lalu mulai menurun.

Untuk mencapai tujuan internasional Perjanjian Paris tentang iklim, radio ikut berkontribusi dengan mendukung masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim melalui penyebaran informasi berbasis fakta, suara pendengar, atau acara radio khusus.

Meskipun akhir-akhir ini stasiun radio mengalami kelangkaan sumber daya keuangan, yang mengakibatkan pengurangan staf dan peningkatan biaya dalam memperoleh informasi terverifikasi, penggunaan sumber yang beragam dan dapat diandalkan sangat penting untuk pelaporan tentang perubahan iklim. Red dari berbagai sumber

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) secara resmi mengeluarkan aturan sanksi denda administratif terhadap pelanggaran isi siaran di lembaga penyiaran. Sanksi denda ini merupakan bagian dari upaya penegakan regulasi sektor penyiaran di tanah air.

Aturan denda ini tertuang dalam Peraturan KPI (PKPI) Nomor 3 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan KPI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terkait Isi Siaran yang telah diundangkan dan ditandatangani Ketua KPI Pusat pada 31 Desember 2024 lalu.  

Komisioner KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan menyebut, langkah ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang sekarang berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi). Bahkan, aturan denda diatur dalam Pasal 46 ayat (10) Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Menurutnya, dengan adanya sanksi denda ini, diharapkan lembaga penyiaran akan lebih berhati-hati dan mematuhi regulasi yang ditetapkan, sehingga kualitas siaran di Indonesia dapat terus ditingkatkan. 

“Tujuan utama dari terbitnya aturan ini adalah menciptakan isi siaran di lembaga penyiaran yang berkualitas, mendidik, dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat,” kata Hasrul yang juga Koordinator bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) KPI Pusat, Kamis (30/1/2025). 

Terkait proses penerbitan aturan ini, Hasrul menjelaskan, pihaknya telah melalui berbagai tahapan yang semuanya menyesuaikan dengan prosedur pembuatan aturan yang berlaku di tanah air. 

“Sebelum ini, kami telah menyelenggarakan banyak diskusi terbuka yang di dalamnya mengundang banyak berbagai kelompok dan juga asosiasi lembaga penyiaran serta stakeholder terkait hingga pada tahap harmonisasi aturan. Jadi, aturan ini telah melalui proses pertimbangan yang matang dan teliti dengan menyerap berbagai masukan berbagai pihak terkait tersebut,” ujar Hasrul.  

Terkait mekanisme penjatuhan sanksi denda dan jumlah denda, Hasrul mengatakan hal ini dapat dilihat dalam isi PKPI tersebut. “Hingga Keputusan penjatuhan sanksi denda itu dapat dilakukan, baik prosedur dan ketentuannya, dapat dilihat secara jelas dalam isi peraturan,” katanya. 

Di waktu hampir bersamaan, KPI juga telah mengeluarkan Peraturan KPI (PKPI) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Evaluasi Laporan Penyelenggaraan Penyiaran Aspek Pengembangan Program Siaran. Aturan ini mengatur perihal evaluasi laporan tahunan oleh penyelenggara penyiaran. 

Menurut Muhammad Hasrul Hasan, langkah ini bertujuan agar secara berkala atau periodik KPI dapat menilai seluruh program siaran yang disiarkan oleh lembaga penyiaran. 

“Dengan adanya peraturan dan pedoman ini, KPI berkomitmen untuk memastikan bahwa lembaga penyiaran menyajikan konten yang berkualitas dan sesuai dengan regulasi yang berlaku,” tandasnya. ***

RBAHAN ATAS PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA


NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG TATA CARA PENGENAAN

SANKSI ADMINISTRATIF TERKAIT ISI SIARA
Link PKPI Nomor 3 tentang Perubahan Atas Peraturan KPI No. 1 Tahun 2023 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Terkait Isi Siaran

Link PKPI Nomor 2 tentang Evaluasi Laporan Penyelenggaraan Penyiaran Aspek Pengembangan Program Siaran

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memastikan pengawasan televisi dan radio akan tetap dilakukan meskipun terjadi efisiensi anggaran. Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah dalam Raker antara Komisi I DPR RI bersama Komdigi RI, KPI Pusat, KIP dan Dewan Pers di Jakarta, Kamis (13/2/2025).

“KPI memastikan pengawasan akan tetap berjalan pasca efisiensi. Baik melalui pengawasan langsung atau menerima aduan layanan masyarakat,” ucapnya. 

Ubaidillah menyadari bahwa efisiensi sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 harus direspon dengan melakukan moderasi anggaran KPI. 

“Efisiensi ini juga diharapkan bisa menyukseskan program prioritas Presiden Prabowo. Sehingga kami harus melakukan moderasi beberapa anggaran program eksisting,” tambahnya. 

Pria yang karib disapa Gus Ubaid ini juga menegaskan bahwa di dalam organisasi KPI, pegawai yang terdiri dari ASN, PPNPN hingga pimpinan, gajinya tidak berubah. 

“Jadi nanti mereka tetap akan melakukan fungsinya melakukan pengawasan secara efisien dan efektif. Insyaallah selama satu tahun ke depan aman,” pungkasnya. 

Mengenai program prioritas lainnya, seperti Pemeringkatan Indeks Penyiaran Indonesia, KPI meminta dukungan agar tetap bisa dilaksanakan. Pasalnya, pemeringkatan ini mempunyai peran vital menjaga keseimbangan antara kualitas penyiaran dan ekosistem industri. 

“Kami menginginkan adanya keseimbangan antara kualitas penyiaran dan pasokan iklan. Agar penyiaran yang berkualitas tetap eksis. Apalagi menurutnya, persaingan kue iklan di tengah munculnya platform media digital,” pungkasnya. 

Diketahui, Raker tersebut dipimpin oleh Dave Laksono, dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Komdigi RI Ismail, serta ketua dan jajaran KIP serta Dewan Pers.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang dipimpin Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fahmi Irfanudin beserta staf, di Rupatama, Kantor KPI Pusat (23/01/2025). 

Di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, kembali menyampaikan terkait kewenangan KPI yang terbatas hanya pada Lembaga Penyiaran (LP) yang terdiri dari televisi dan radio. Dengan adanya kehadiran sivitas akademika, dia berharap ada masukan terkait revisi Undang-undang Penyiaran. 

Ubaid juga menegaskan bahwa revisi dimaksudkan antara lain untuk menguatkan kelembagaan KPI Pusat dan Daerah secara struktural dan pengaturan media baru. Menurutnya, hasil dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR bahwa revisi akan dilanjutkan menyesuaikan dengan perkembangan saat ini.

Terkait pengaturan terhadap media baru, Ubaidillah berkata, “Jika platform digital (media baru) diatur, akan ada pemasukan kepada negara. Selain itu saat ini platform tersebut tidak punya kantor di sini (di Indonesia). Dengan adanya regulasi maka hal itu bisa diupayakan sehingga bisa menyerap tenaga kerja. Pengaturan media baru juga memerlukan panduan komunitas”. 

Dia juga menambahkan bahwa ada negara yang sudah memberlakukan pembatasan usia pengguna media sosial. Dalam konteks ini, Ubaidillah menekankan pentingnya peran orang tua. 

“Adik-adik UMY sebagai komunikator, bisa berperan dengan menyampaikan ke temannya untuk menggunakan media sosial dengan baik, mencegah penyebaran hoax dan isu yang menyebabkan disintegrasi bangsa, dan sebagainya. Tapi untuk penciptaan karya kreatif, konten positif dan yang memberi manfaat bagi masyarakat, kami mendukung,” lanjutnya.

Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat, Amin Sabhana, menyampaikan pembagian bidang kerja KPI, terkait proses tahapan dan pemberlakuan sanksi, serta apa saja kegiatan yang dilaksanakan KPI sebagaimana diamanatkan dalam UU Penyiaran. “Masyarakat juga diberi mandat untuk memantau, memberikan penilaian, jadi kami harapkan masyarakat kritis terhadap isi siaran di lembaga penyiaran,” imbuhnya.

Pada sesi tanya jawab, Amin Sabhana menguatkan apa yang disampaikan Ubaidillah terkait gambaran pengawasan terhadap media baru. Menurutnya, perihal verifikasi yang dimaksudkan adalah verifikasi terhadap platform atau perusahaannya, bukan terhadap kreator konten. “Agar perusahaan bertanggungjawab, kita juga bisa melindungi kreator konten, terutama yang kecil dan lebih beresiko dipersekusi”.

Untuk memastikan tayangan di lembaga penyiaran aman bagi masyarakat yang terdiri dari berbagai rentang usia dan kelompok, KPI menyediakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dijadikan acuan oleh lembaga penyiaran dalam penyelenggaraan penyiaran.

Mengakhiri kunjungan, Tenaga Ahli Madya Pemantauan Isi Siaran, Guntur Karyapati mendampingi Mahasiswa UMY melakukan kunjungan ke ruang pemantauan isi siaran untuk melihat secara langsung bagaimana teknis pengawasan isi siaran. Anggita/Foto: Agung R

 

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.