Surakarta -- Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo, mengatakan keterbukaan dan kecepatan informasi dalam menangani pandemi Covid-19 merupakan sebuah kebutuhan. Namun demikian, kecepatan dan tranparansi informasi tersebut harus diimbangi dengan akuntabilitas serta isi informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Saat ini kita berada pada era keberlimpahan informasi. Setiap orang dapat dengan cepat memperoleh informasi. Setiap orang dapat dengan mudah memproduksi informasi. Setiap orang dapat dengan segera menyebarluaskan informasi. Konsekuensinya, keberlimpahan dan keterbukaan informasi adalah sebuah kebutuhan," Kata Presiden dalam sambutan virtualnya memperingati Hari Penyiaran Nasional ke-88, Kamis (1/4/2021). 

Kebutuhan akan keterbukaan dan kecepatan informasi tersebut, lanjut Presiden, sangat terasa di masa pandemi saat ini, di mana masyarakat mencari informasi mengenai upaya pencegahan penularan virus hingga langkah-langkah pemerintah dalam menangani pandemi. Menurutnya, keterbukaan informasi menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan penanganan pandemi.

"Alhamdulillah, dengan informasi yang terbuka, transparan, akuntabel, bertanggung jawab, serta kerja sama antarsemua pihak, kita bisa segera membuat situasi kondusif dan terukur. Pemerintah juga dapat segera mengambil kebijakan yang tepat. Masyarakat juga dapat memahami dan menghadapi pandemi ini dengan informasi yang baik," tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Presiden menyampaikan ucapan terima kasih kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), lembaga penyiaran, baik di pusat maupun daerah, serta berbagai pihak terkait lainnya yang telah bekerja sama menyajikan informasi akurat dan aktual sejak awal penanganan pandemi. Melalui edukasi untuk berdisiplin menjalankan protokol kesehatan serta menyebarluaskan berbagai kebijakan pemulihan ekonomi, masyarakat memperoleh informasi mengenai bagaimana seharusnya mereka dapat menghadapi situasi pandemi saat ini dengan aman dan tetap produktif.

Meski demikian, tantangan penyiaran dan pengelolaan informasi ke depannya akan semakin besar. Digitalisasi informasi akan semakin mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi yang mana membutuhkan pengawasan secara berimbang.

"Kita harus sama-sama menjaga agar masyarakat bisa memberi informasi yang akurat, berkualitas dan edukatif, meningkatkan literasi informasi kepada masyarakat, serta mengembangkan kanal-kanal baru yang kreatif agar diminati masyarakat untuk memperoleh informasi yang sehat dan akurat," kata Presiden.

Selain itu, seluruh pihak juga harus memiliki semangat untuk bersama membuat dunia penyiaran Indonesia menjadi lebih baik dalam berbagai aspek. Mulai dari aspek konten siaran, industrinya, hingga tumbuh kembang media-media penyiarannya. Masyarakat pun juga harus teredukasi sehingga semakin cerdas dan kritis dalam memilah serta menyikapi informasi yang diterima mereka.

"Dengan perbaikan dan penataan ekosistem media penyiaran yang berkelanjutan, saya meyakini industri penyiaran Indonesia akan semakin kuat dan tangguh, semakin diminati masyarakat dengan tampilan dan konten yang semakin berkualitas dan mencerdaskan," tandasnya. **/Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

 

(Wakil Walikota Surakarta Teguh Prakosa dalam acara Bakti Sosial KPI di Hari Penyiaran Nasional ke-88)

Surakarta - Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88 yang mengambil tema “Penyiaran Sebagai Pendorong Kebangkitan Ekonomi Pasca Pandemi”, turut dilengkapi kegiatan sosial dalam membantu kalangan yang terdampak pandemi. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan kegiatan bakti sosial bersama bersama Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih serta MNC Peduli, (31/03).

Bakti sosial tersebut dilaksanakan di lokasi yang berbeda dengan penerima manfaat bantuan yang  berbeda pula. Bantuan dari Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih SCTV Indosiar, diberikan kepada anak-anak yatim yang terhimpun dalam 17 panti binaan Dinas Sosial kota Surakarta. Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Imam Sudjarwo selaku Ketua Umum Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih mengatakan, selain bantuan 500 paket perlengkapan sekolah untuk anak-anak, pihaknya juga telah menyerahkan 50.000 masker kain kepada pemerintah kota Solo yang diharapkan dapat membantu memutus mata rantai penyebaran Covid19 di Soloraya. 

(Ketua Yayasan Pundi Amal dan Peduli Kasih Indosiar dan SCTV Komjen. Pol. (Purn) Imam Sudjarwo)

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah menjelaskan, bakti sosial ini menjadi langkah awal kerja sama antara KPI dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya, dalam rangka turut mendorong kebangkitan ekonomi pasca pandemi. Dalam bakti sosial ini, KPI memilih Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Solo sebagai lokasi pemberian bantuan. Menurut Nuning, pihaknya memilih YPAC, karena Solo merupakan kota yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Oleh karena itu, kami perlu memberi dukungan dengan memberi bantuan kepada para penyandang cacat, panti asuhan yatim piatu dan lain sebagainya. "Ini menjadi komitmen kami untuk tetap bersama masyarakat karena masyarakat juga bagian penting dari siaran Indonesia. Tanpa masyarakat, tanpa penonton, penyiaran di Indonesia tentu akan ditinggalkan dan surut, kalau kita tidak peduli pada masyarakat, penonton khususnya," tandas Nuning.  Selain itu, Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih SCTV Indosiar  memberikan bantuan sepuluh kursi roda kepada Dinas Sosial kota Surakarta. 

(Wakil Walikota Surakarta Teguh Prakosa Menyampaikan Bantuan dari MNC Peduli Kepada Penarik Becak Disaksikan Ketua Umum MNC Peduli Syafril Nasution)

Bakti sosial selanjutnya dilaksanakan atas kerja sama KPI dengan MNC Peduli yang membagikan paket sembako untuk 300 penarik becak di kota Solo. Ketua MNC Peduli, Syafril Nasution yang hadir untuk menyampaikan langsung bantuan tersebut menyatakan, pihaknya sangat peduli terhadap masyarakat yang terdampak pandemic Covid19. Bantuan yang diberikan MNC Peduli itu juga disalurkan pada empat panti jommpo yang ada di kota Solo. 

Ketua Pelaksana Peringatan Harsiarnas ke-88, Hardly Stefano Pariela menyatakan, bantuan yang disampaikan lembaga penyiaran dalam bakti sosial ini menujukkan bahwa insan penyiaran tidak semata-mata bicara tentang tontonan dan hiburan. Namun juga tentang kepekaan, kepedulian dan empati sosial, ujarnya. Bakti sosial ini juga menjadi bukti kepedulian lembaga penyiaran terhadap kondisi perekonomian masyarakat yang terpukul akibat pandemi. 

(Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah Menyampaikan Bantuan Sembako Pada Penarik Becak di Surakarta)

Pada dua kegiatan tersebut, Wakil Walikota Solo, Teguh Prakosa, hadir langsung menyaksikan pemberian bantuan dari EMTEK Group dan MNC Group.  Teguh menyampaikan apresiasi yang besar pada kepedulian lembaga penyiaran dalam mendukung pemerintah kota Surakarta mengatasi pandemi Covid19. Menurut Teguh, ibarat memancing ikan, pihaknya berharap bantuan yang diberikan KPI bersama lembaga penyiaran dapat menarik pihak lain untuk melakukan hal serupa. Selain bantuan sembako, pemberian hand sanitizer, masker seta disenfektan untuk panti jompo dan para penarik becak, sangatlah bermanfaat. 

 

(Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari saat menjadi pembicara GLSP di Surakarta)

Surakarta - Dunia penyiaran akan selalu ada dengan segala perubahan zaman serta perubahan teknologi. Industri penyiaran dituntut untuk fleksibel mengikuti perkembangan zaman dengan tetap mengedepankan konstitusi dan juga norma-norma kita sebagai masyarakat Indonesia. Segala dinamika yang terjadi pada dunia penyiaran tentu harus diimbangi dengan regulasi yang adaptif dengan perkembangan zaman. 

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Pendopo Tawangarum, Balaikota Surakarta, (29/3). “Kita menginginkan seluruh konten siaran di seluruh media dan seluruh platform, tidak melanggar undang-undang, konstitusi maupun norma yang ada,” terangnya. Walaupun perubahan terus terjadi, Kharis mengatakan, tetap saja nilai luhur bangsa Indonesia harus dipertahankan, karena inilah kekuatan sekaligus keunggulan disbanding bangsa lain. 

Diantara nilai luhur bangsa yang harus senantiasa dijaga, menurutnya, adalah nilai kesopanan dan kesantunan yang mengikat kita untuk tidak mudah berkonflik dan terpecah belah. “Inilah yang menjadi patokan kami, Komisi I DPR RI, dalam menyusun rancangan undang-undang penyiaran,” tegasnya. 

Dengan adanya undang-undang penyiaran yang baru nanti, selain menjadi patokan bagi KPI untuk melakukan pengawasan konten siaran,  juga mengawal siaran yang sudah multiplatform. Selain itu, Kharis menambahkan, akan berkaitan pula dengan Kementerian Keuangan dalam hal pendapatan negara dari beragam platform media tersebut. “Kita akan buat supaya mereka membuka kantor di Indonesia,” tukasnya. 

GLSP merupakan salah satu kegiatan yang menjadi rangkaian peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-88 yang digelar di Surakarta. Selain dari Komisi I, pembicara yang turut hadir adalah Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Yuliandre Darwis, Direktur Program RCTI Endah Hari Utami, serta pemenang Kontes Dangdut Indonesia (KDI) Baiq Gita Febliasni.

(Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis)

Di hadapan peserta yang hadir secara offline dan online ini, Yuliandre menyampaikan tentang model kerja KPI dalam melakukan pengawasan konten siaran. Kerja KPI, ujar Yuliandre, adalah pada post produksi atau setelah tayang. KPI tidak melakukan filtering pada konten siaran yang belum disiarkan, sebagaimana kerja dari lembaga sensor. 

“KPI memberikan panduan atau guidance pada pengelola televisi dan radio dalam menyelenggarakan kegiatan penyiaran,” ujarnya. Panduan itu yang dikenal dengan nama Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012. 

Komisioner yang akrab disapa Andre memaparkan tantangan dunia penyiaran ke depan, pada era disrupsi. Tuntutan membuat konten siaran yang kreatif dan berkualitas semakin tinggi, demi menggaet lebih banyak pemirsa, di tengah hadirnya berbagai platform media yang makin menggerus pendapatan iklan dari lembaga penyiaran. 

Televisi, ujar Andre, sudah diperkirakan menemui senjakala dalam waktu yang dekat. Namun karena kreativitas produksi konten yang kuat, banyak program siaran di televisi saat ini yang justru mendapat rating tinggi. Andre menunjukkan salah satu sinetron di RCTI yang masih tayang sekarang, mampu menggapai rating tertinggi dalam waktu lima tahun terakhir. 

Terhadap kualitas konten siaran, KPI telah membuat riset indeks kualitas program siaran yang memberikan penilaian secara kualitatif. Sejauh ini, ujar Andre, memang masih ada program siaran yang di bawah nilai standar, seperti infotainment. Tapi secara keseluruhan, program siaran televisi terus melakukan perbaikan, sebagaimana yang tergambar dalam hasil riset yang dibuat KPI. 

Acara ini diawali dengan sambutan dari Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka dan pembicara kunci Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Seluruh rangkaian kegiatan peringatan Harsiarnas yang dilakukan KPI, tetap mengedepankan protokol kesehatan. Diantaranya dengan melakukan tes swab antigen di lokasi, sebelum pelaksanaan kegiatan. (Foto: Agung R)

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan apresiasi tinggi kepada lembaga penyiaran yang telah menyampaikan informasi dengan bijak dan tidak menimbulkan ketakutan terkait aksi teror bom bunuh diri di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (28/3/2021) lalu, serta kasus penyerangan Kantor Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Polri). 

“Kami juga berterimakasih kepada lembaga penyiaran yang tidak memframing agama manapun terkait teror bom tersebut. Karena kita semua paham terorisme itu tidak beragama. Tidak satu pun agama di Indonesia yang membenarkan dan mengajarkan terorisme kepada umatnya,” kata Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, Selasa (30/3/2021).

Reza menegaskan, pihaknya mengutuk keras tindakan teror aksi bom bunuh diri di salah satu Gereja di Kota Makassar pada hari akhir pekan lalu. “Karena itu, KPI mengajak seluruh komponen penyiaran untuk memperkuat kekuatan bangsa dan persatuan Indonesia agar tidak goyah oleh paham-paham apapun yang memecah bangsa ini,” tambahnya.

Berdasarkan hasil pemantauan tim analis KPI Pusat, belum ditemukan adanya potensi atau indikasi pelanggaran siaran oleh lembaga penyiaran terkait pemberitaan bom bunuh diri tersebut serta kasus penyerangan Mabes Polri. “Ini menjadi catatan baik dan patut kami apresiasi. Semoga hal ini dapat dipertahankan ke depannya,” kata Reza.

Meskipun begitu, KPI tetap mengingatkan seluruh lembaga penyiaran untuk berhati-hati dan memperhatikan aturan siaran terkait pemberitaan kasus terorisme aksi bom bunuh diri di Makassar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberitaan tentang terorisme harus mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. ***

 

 

 

Surakarta - Revisi undang-undang penyiaran, diharapkan dapat mulai dibahas setelah rampungnya undang-undang perlindungan data pribadi (PDP) yang diperkirakan tuntas pada bulan Juli. Selanjutnya Komisi I DPR RI akan melakukan pembahasan rancangan undang-undang penyiaran sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021.

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber Seminar Nasional yang dilangsungkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tema “Penyiaran Sebagai Pendorong Kebangkitan Ekonomi Pasca Pandemi”, di Auditorium RRI Surakarta (303).

Secara khusus Meutya menilai, topik yang diambil KPI dalam seminar yang menjadi rangkaian peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88 ini sangat kontekstual. “Mungkin ini Harsiarnas pertama yang membahas ekonomi,” ujar Meutya. Saat ini negara memang sangat fokus terhadap pembenahan ekonomi dan kita berharap semua sektor termasuk penyiaran, ikut berkontribusi dalam pemulihan ekonomi.

Salah satu tujuan penyiaran yang disebut dalam undang-undang penyiaran saat ini, ungkap Meutya, adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional. “Jadi semangat penyiaran hadir untuk membantu perekonomian sudah ada dalam undang-undang saat ini,” tegasnya.

Undang-undang penyiaran ke depan, menurutnya, harus adaptif terhadap perubahan zaman. Kita harus paham, akan semakin banyak media melakukan konvergensi. Ke depan tentunya harus kita buka kemungkinan satu perusahaan dapat memiliki beragam jenis media, baik itu radio, televisi ataupun online.

Meutya kemudian mengutip undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang juga memuat pasal-pasal yang mengatur tentang penyiaran. Pada prinsipnya, undang-undang cipta kerja ini menembuh kebuntuan akan analog switch off (ASO) sehingga digitalisasi penyiaran dapat segera terealisasi.

Selain itu, politisi dari Partai Golkar ini juga menyebut tentang infrastruktur sharing sebagai upaya menghemat pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. “Sebetulnya kalau industry penyiaran dan industri telekomunikasi melakukan infrastruktur sharing, tentu akan menjadi lebih murah dan cepat dalam memenuhi kebutuhan di seluruh Indonesia,” tambahnya.

Dia juga berpendapat, saat ini adalah era efisiensi untuk pembiayaan. Dulu di era kompetisi orang punya hak ekslusif atas sebuah infrastruktur telekomunikasi atau penyiaran. “Sah-sah saja sebenarnya, karena mereka yang menghidupi penyiaran saat ini,” ujarnya. Tapi Meutya mengingatkan bahwa frekuensi ini adalah milik publik dan bukan milik pemilik tower dan infrastruktur saja. Maka ke depan, semangatnya adalah kita bangun infrastrukut bersama-sama. Untuk daerah yang sulit menapatkan undang,  pemerintah dapat ikut serta membantu pembiayaan. “Jadi barengan membuatnya, barengan juga memakainya,” tukasnya. Dia meyakini, untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur di Indonesia, tidak mungkin jalan sendiri-sendiri. Harus ada kerja sama dan kolaborasi, tambahnya.

Digital deviden yang didapat dalam migrasi system penyiaran dari analog ke digital, akan menghasilkan multiplier effect termasuk dalam usaha membangun perekonomian negara, termasuk yang paling utama penciptaan lapangan kerja. Akan ada banyak lapangan kerja baru yang terbuka bagi publik. “Inilah yang kita harap dapat membantu sekali pembenahan ekonomi di tanah air, termasuk dalam menyelesaikan pandemi,” tuturnya.

Terkait RUU Penyiaran mendatang, Meutya berharap tidak akan alot lagi pembahasannya, karena faktor yang membuat panjang pembahan dalam RUU lalu adalah soal digitalisasi. “Analog Swich Off sudah diambil pengaturannya di UUCK,” terangnya. Dia menegaskan, RUU penyiaran akan banyak mengatur tentang membuat konten siaran yang baik, bagaimana pengawasan yang baik, juga bagaimana struktur KPI menjadi lebih kuat. Sedangkan untuk lembaga penyiaran publik (LPP), tambahnya, akan diletakkan tidak sama dengan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). Mengingat untuk LPP tidak hanya hak lebih yang didapatkan, tapi juga kewajiban yang lebih banyak. Dia meyakini pembahasan RUU Penyiaran mendatang betul-betul ke pembenahan konten penyiaran dan industrinya, karena masalah migrasi sistem penyiaran sudah diambil di undang-undang Cipta Kerja, pungkasnya. 

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.