Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan integrasi data dalam aplikasi penyiaran bernama “SMILED” yang akan memudahkan masyarakat khususnya industri penyiaran dalam membuat konten siaran yang tepat sasaran. SMILED singkatan dari Sistem Managemen Informasi Lembaga Direktori.

Rencana tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam acara diskusi terpumpun terkait “Integrasi Data KPI-BPS dan Sosialisai Aplikasi SMILED” yang berlangsung di Serpong, Banten, beberapa waktu lalu.

“Dengan integrasi data KPI dan BPS diharapkan dapat memudahkan lembaga penyiaran ketika akan membuat siaran. Mereka akan dapat melihat segmentasi atau kebutuhan siaran hanya dengan melihat data tersebut. Seberapa banyak jumlah penduduknya. Jadi, kami akan memberikan usulan ke Kementerian Kominfo untuk membuka izin siaran bagi lembaga penyiaran di wilayah tersebut,” jelas Agung. 

Menurutnya, data yang hadirkan KPI dan BPS dalam aplikasi tersebut mencakup televise komunitas, televise berjaringan dan berlangganan serta lembaga penyiaran radio. Dalam aplikasi akan muncul jumlah lembaga penyiaran, segmentasi siarannya, format siarannya. “Aplikasi ini akan menyampaikan data BPS tentang kependudukan  mulai dari usia, jenis kelamin, agama dan lainnya. Sangat lengkap, jadi betul-betul menggambarkan kependudukan di daerah,” tambah Agung. 

Selain untuk siaran TV, aplikasi ini juga akan banyak memberi keuntungan bagi radio. Agung menegaskan dengan jumlah radio yang melimpah, adanya sebuah data terintegrasi menjadi sangat penting. 

“Aplikasi ini juga akan sangat membantu lembaga penyiaran untuk membuat iklan dalam arti dengan hanya melihat data kependudukan tersebut, maka lembaga penyiaran akan menyesuaikannya. Aplikasi SMILED ini juga mengakomodir siaran streaming radio, sehingga memungkinkan radio tersbeut bisa tetap eksis dan membuka peluang bisnis atau profit,” jelas Agung Suprio.

Sementara itu, Direktorat Diseminasi Statistik BPS, Pudji Ismartini, mengatakan aplikasi ini sangat diperlukan untuk menyusun strategis pemasaran dan kebutuhan pengembangan lembaga penyiaran. Menurutnya, data ini akan sangat spesifik karena informasi yang disampaikan sangat lengkap terkait kependudukan, ekonomi, perdagangan, pertanian. Kalo KPI ini saya lihat untuk melihat data kependudukan. 

Saat ini, lanjut Pudji, BPS memiliki aplikasi yang berisikan info grafis, tabel, publikasi kependudukan, indikator-indikator strategis dan produk-produk. Data BPS mencakup seluruh wilayah Indonesia, mulai dari kabupaten hingga provinsi. 

Dia juga menyampaikan pihaknya memiliki data pembanding antar wilayah jadi dapat dimanfaatkan dalam sistem SMILED. "Sensus penduduk tahun 2020 di saat pandemi tetap dilakukan sensus. Tahun ini menjadi awal untuk melakukan pendataan lagi. Tabel jumlah penduduk, jenis kelamin, jumlah penduduk klasifikasi generasi. Nah, klasifikasi generasi bisa digunakan KPI untuk melihat peluang strategis dalam dunia penyiaran,” kata Pudji. 

Dalam kesempatan itu, Pudji mengusulkan adanya pemetaan dari kebutuhan KPI. Karenanya dia menilai perlu ada pembicaraan teknis oleh tim IT KPI dan tim IT BPS dalam hal penarikan data melalui API. ***/Foto: AR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berencana membuka kesempatan kepada lembaga penyiaran radio untuk ikut berkompetisi dalam ajang Anugerah Syiar Ramadan (ASR) 2021 (1442 H). Anugerah yang rutin diselenggarakan setiap tahun ini dan bekerjasama dengan Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan berlangsung dalam waktu dekat usai bulan Ramadan. 

Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dalam kegiatan evaluasi dan diskusi terpumpun (FGD) Pra Anugerah Syiar Ramadan 2021/1442 H yang berlangsung di Sentul, Bogor, Rabu (6/5/2021).

“Kami akan memberi kesempatan untuk radio berjaringan dan lokal untuk ikut terlibat dalam Anugerah Syiar Ramadan 2021. Selama ini, hanya TV berjaringan saja yang ikut dalam kompetisi ini. Rencananya, kami akan membuat beberapa kategori program radio seperti program ramadan kreatif dan program dakwah untuk kompetisi ini,” kata Mulyo Hadi.

Untuk itu, lanjut Mulyo, pihaknya akan melakukan pembahasan internal untuk memutuskan keterlibatan radio dalam kompetisi Anugerah. “Kami berharap kepada seluruh KPID untuk ikut melakukan pengawasan pada radio dan memberi masukan dan bahan kepada KPI Pusat untuk radio yang akan ikut serta dalam anugerah syiar ramadan tahun ini,” pintanya. 

Mulyo juga menyampaikan, tahun ini terjadi peningkatan jumlah program siaran khusus Ramadan di stasiun TV. Jika dibanding dengan tahun sebelumnya, peningkatan jumlah program khusus ramadan mengalami kenaikan signifikan. 

“Pada tahun lalu ada 74 program Ramadan yang tayang selama satu bulan. Beberapa dari jumlah tersebut juga merupakan program rerun dan repackage. Maklum kondisi awal pandemi, stasiun televisi masih mengalami guncangan karena harus mengurangi crew produksi. Berdasarkan data pemantauan dan hasil cross check ke 18 stasiun TV berjaringan, pada ramadan tahun 2021 ini ada 89 program acara berbuka dan 62 program acara untuk sahur. Jika ditotal pada tahun ini ada 151 program acara ramadan,” ungkap Mulyo. 

Direktur Penerangan Agama Islam Direktorat Jenderal Bimbangan Masyarakat Islam Kemenag, Juraidi, menyambut sinergi antara pihaknya, KPI dan MUI dalam upaya mengembangkan dan membina media dalam bentuk apresiasi. Menurutnya, kegiatan Anugerah Syiar Ramadan merupakan salah satu bentuk upaya pembinaan tersebut.

“Kita perlu bersinergi dalam hal pembinaan, misalnya ada evaluasi tehadap lembaga penyiaran yang kita anggap aplikatif dalam tanda petik. Jika kita besinergi diharapkan dapat lebih baik lagi keberhasilannya,” katanya. 

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat, Asrori S. Karni mengatakan, anugerah ini dalam upaya meningkatkan kualitas program siaran Ramadan di lembaga penyiaran. Menurutnya, pemantauan siaran Ramadan sudah dilakukan pihaknya sejak tahun 2007. 

“Kami berterimakasih kepada KPI yang sudah memfasilitasi pertemuan dengan pimpinan lembaga penyiaran di pertengahan ramadan kemarin. Kita sudah menyampaikan pantauan ramadan dan sudah ada perbaikan tapi ada juga yang sudah mendapat kritikan serius tapi tidak juga melakukan perbaikan,” katanya. 

Deputi Pengembangan Pemuda Kempora, Asrorun Ni’am menambahkan, pihaknya akan memberi apresiasi kepada pemuda dan pemudi yang memberi inspirasi positif bagi perkembangan anak muda. Menurutnya, kegiatan Anugerah Syiar Ramadan ini bagian dari stimulasi untuk para pemuda di tanah air. ***

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak seluruh komponen Kohati (Korps HMI Wati) ikut ambil bagian dalam membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia dengan menjadi agen-agen literasi di tengah masyarakat. Peran edukasi ini harus dapat dilakukan anggota Kohati dimanapun dan kapanpun berada.

Permintaan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, pada saat menerima kunjungan pengurus baru Kohati PB (Pengurus Besar) HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) di Kantor KPI Pusat, Senin (3/5/2021).

“Literasi ini diharapkan dapat membentuk masyarakat kita menjadi cerdas dalam memilih dan memilah siaran baik dan bermanfaat. Apalagi ke depan, tepatnya di tahun 2022, Teknologi siaran kita akan beralih dari siaran analog ke digital. Perubahan sistem siaran ini akan diikuti dengan hadirnya banyak saluran atau kanal televisi,” lanjut Komisioner bidang Kelembagaan ini.

Menurut Nuning, sinergi antara KPI dan KOHATI serta organisasi kemahasiswaan sejenis dalam menyambut peralihan sistem penyiaran nasional ke digital sangat penting. Pasalnya, dengan kemampuan jejaring yang luas seperti yang dimiliki Kohati hingga ke daerah, sosialisasi ke masyarakat tentang migrasi siaran analog ke digital jadi mudah, tepat sasaran dan massif. 

“Pada saat perpindahan nanti, seluruh siaran televisi analog akan mati dan tidak dapat menerima siaran jika tidak memiliki set top box. Hal inilah yang harus disampaikan ke masyarakat. Alih teknologi saja mungkin sederhana dan mudah, tapi yang paling penting adalah persiapannya dan dampak penerimaan konten siaran yang beragam inilah yang juga perlu didukung oleh adik-adik di Kohati,” pinta Nuning.

Nuning juga mengajak KOHATI untuk menjadi bagian dari pendorong kebijakan pemerintah dalam menciptakan ekosistem penyiaran digital yang lebih baik salah satunya dengan mendorong industri penyiaran agar memproduksi konten siaran yang berkualtias dan ramah perempuan. “Kita ingin pelaku-pelaku penyiaran memiliki sensitifitas gender yang nantinya dapat membentuk wajah siaran televisi dengan pandangan yang baik dan positif terhadap kaum perempuan,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Nuning berharap kepada pengurus dan elemen Kohati untuk tetap menjadi mitra kritis bagi KPI untuk mengawasi siaran televisi dan media lainnya. “Saya juga berpesan untuk terus membangun sinergi yang strategis dalam membangun bangsa. Selain itu, harus berpikir secara nasional dan tidak mengedepankan ego sektoral. Dan tidak lupa untuk dapat memanfaatkan ruang-ruang digital yang ada secara positif dan maksimal,” pesannya.

Sementara itu, Ketua Umum Kohati PB HMI, Umairoh Fauziah, menyambut baik ajakan KPI untuk bersinergi dan menjadi agen literasi media bagi masyarakat. Menurutnya, masyarakat harus cerdas dalam memanfaatkan media khususnya kaum perempuan. “Banyak penonton televisi itu kaum perempuan dan harus ada edukasi untuk mereka,” katanya. ***/Foto: AR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai perlu upaya bersama menanggulangi bahaya paham radikal dengan mengajak generasi muda untuk terlibat aktif meminimalisir penyebaran paham tersebut di masyarakat. Upaya penanggulangan paham-paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila ini dapat dilakukan melalui literasi secara berkelanjutan.

Pendapat tersebut disampaikan Komsioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, dalam acara bincang milenial bertema “Penanggulangan Radikalisme di Kalangan Generasi Muda melalui Literasi Media” yang digelar Swara Milenial Indonesia (SMI) di Upnormal Coffee, Kawasan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa (04/05/2021). 

“Generasi muda atau milenal dapat menjadi agen-agen literasi lalu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya dari paham ini yang informasinya banyak bersliweran di media sosial,” kata Nuning usai acara tersebut.

Menurut Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini, pesebaran informasi mengenai paham radikalisme melalui media sosial di masyarakat sangat cepat dan massif. Hal ini bertolak belakang dengan informasi yang berasal dari lembaga penyiaran yang memang secara aturan lebih ketat dan terawasi. 

“KPI sebagai lembaga yang mengawasi isi siaran di lembaga penyiaran tidak akan membiarkan paham tersebut ada dalam siaran. Tahun 2013 ada penayangan muktamar khilafah di TVRI, kemudian disusul kejadian 2018 tentang vonis terhadap Aman Abdurrahman, dan aksi penusukan Menkopohukam pada 2019 lalu. Dari beberapa peristiwa tersebut KPI melakukan penegakan regulasi dan juga mengambil langkah pencegahan agar tayangan yang ditampilkan di lembaga penyiaran tifak memicu dampak yang meluas dari aksi-aksi radikalisme dan terorisme. Kini nyaris stasiun televisi tidak lagi menyiarkan tayangan serupa, yang berpotensi propaganda ajaran agama atau aliran tertentu. Kalaupun ditemui sangat sedikit sekali dan dikemas dalam kemasan informasi yang selalu disandingkan dengan memberikan kontra narasi atas rasikalisme dan terorisme,” ujar Nuning.

Berdasarkan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 36 bahwa isi siaran dilarang berisikan hal sifatnya menghasut, menyesatkan dan/atau bohong, menonjolkan unsur kekerasan, mempertetangkan suku, agama, ras, dan lain-lain.

Nuning menegaskan, jika ditemukan masih terdapat lembaga penyiaran yang melanggar ketentuan tersebut, maka KPI akan langsung memberikan sanksi. “Karenanya, literasi sangat penting agar masyarakat dapat cerdas memilih dan memilah informasi yang didapat. Jangan hanya masyarakat menerima begitu saja informasi yang ada di media sosial,” kata dia.

Dalam kesempatan itu, Anggota DPR RI fraksi PPP yang juga Ketua Umum GMPI, Achmad Baidowi menjelaskan, kemunculan dan berkembangnya paham radikal di tengah masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor.

“Jadi ada faktor kesukuan seperti yang terjadi di Papua hari ini yang akhirnya sama pemerintah ditetapkan sebagai kelompok radikal, faktor kemiskinan dan ketidak adilan yang mengglobal, faktor pemahaman keagamaan yang masih dangkal. Sehingga beberapa faktor inilah yang menyebabkan paham radikal dengan cepat menyebar di masyarakat,” paparnya. **

Bogor - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pendalaman Materi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang diikuti oleh Tim Pemantauan Bidang Isi Siaran KPI Pusat dan Daerah, (28/04) di Bogor. Bimtek ini digelar sebagai bentuk upaya meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan kemampuan pantauan tim pengawas dalam melihat persoalan atau dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran.

Dalam bimtek tersebut, KPI menggandeng tokoh-tokoh peduli penyiaran sebagai narasumber salah satunya Asep Setiawan selaku Anggota Dewan Pers memaparkan materi mengenai Reportase Pemberitaan: Dibalik Layar Produksi Program Siaran Jurnalistik dalam Perspektif Kode Etik Jurnalistik. Menurut Asep Setiawan, KPI memiliki wewenang lebih besar untuk menegakkan kode etik dibandingkan Dewan Pers.  “Pelaksanaan kode etik jurnalis perlu sama-sama diawasi sehingga kualitas biasa dijaga. Disatu sissi kebebasan pers berkuallitas dan terjaga dengan baik,“ ujarnya.

Kalau ada potensi kekeliruan dalam sebuah pemberitaan, KPI dapat langsung menindaklanjuti sesuai kewenangan tanpa harus menunggu ralat informasi atau hak jawab. Sedangkan dalam mekanisme di Dewan Pers, sebelum penindakan masih ada proses menampilkan hak jawab dengan mencantumkan berita sebelumnya yang harus dikoreksi.  Ditambah lagi, ujar Asep, ada masa waktu sanggahan maksimal satu tahun.

Terkait peliputan terorisme, Asep menerangkan, penampilan dalam pemberitaan terduga terorime dan keluarganya, harus sesuai etika. “Dalam hal ini dapat ditampilkan sepanjang mendapat izin dari keluarga bersangkutan dan tidak ditampilkan dalam bentuk labelisasi,” tegasnya. Selain dari Dewan Pers, Bimtek ini juga dihadiri oleh Antar Venus dari Akademisi, Bambang Sumaryanto selaku Ketua Dewan Periklanan Indonesia, Idy Muzzayad selaku Pemerhati Media, Aris Ananda dan M. Riyanto dari Praktisi Media sebagai pembicara. 

Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo mengatakan, meskipun Undang-Undang Penyiaran telah 19 tahun dan P3SPS 9 tahun ditetapkan, para tenaga ahli KPI Pusat dan KPI Daerah perlu diberi ruang diskusi dengan para ahli agar mereka mendapat wawasan terhadap perkembangan konten siaran. “Mereka juga perlu diasah sensitivitas dan kekritisannya dalam menangkap kemungkinan temuan dalam konten siaran,”ujarnya. Penting bagi mereka untuk bisa mendapatkan pandangan atas fenomena penyiaran yang terus berkembang. Harapannya, tambah Mulyo, sebagai pakar dan perwakilan publik yang memiliki kepedulian, para narasumber bisa menjadi tempat “curhat” yang bisa ikut serta memecahkan persoalan dalam temuan dugaan pelanggaran. Kebetulan pada tahun ini KPI juga ditargetkan untuk bisa merevisi P3SPS. Dari forum inilah diharapkan ada masukan-masukan baru untuk menambah poin pengaturan baru dalam rangka melindungi publik dari dampak isi siaran, pungkas Mulyo.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.