Padang -- Minimnya penyadaran terhadap masyarakat untuk dapat memilah dan memilih siaran yang sesuai dan baik bagi mereka menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas isi siaran TV di tanah air. Karenanya, perlu ada upaya literasi yang berkesinambungan dan terarah agar kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan media agar baik dan menyeluruh. 

“Public adalah konsumen program siaran. Lalu kenapa masih ada program yang secara kualitas rendah, salah satunya disebabkan karena kurangnya literasi kepada publik. Karenanya masih banyak publik yang menikmati siaran yang kualitasnya di bawah rata-rata,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, pada saat menyampaikan sambutan pembuka kegiatan diskusi kelompok terpumpun atau FGD (Focus Grup Diskusi) Program Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Tahun 2021 untuk wilayah Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (31/5/2021).

Irsal menambahkan , penyadaran ini sangat penting karena publik memiliki pengaruh atas bentuk isi siaran di lembaga penyiaran. Karenanya, salah satu materi siaran yang berkualitas  dan perlu diketahui masyarakat adalah hasil dari program riset indeks yang dilakukan KPI bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

“Ini merupakan program prioritas untuk membangun sumber daya manusia kita. Oleh karena itu, hasil dari riset ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dan mencerdaskan publik untuk memilih dan memilah siaran TV. Kita berharap publik dapat melek dengan data yang dihasilkan oleh riset ini,” jelas Irsal.

Dalam kesempatan itu, Irsal menyampaikan apresiasi atas kerjasama yang dilakukan lembaganya dengan Universitas Andalas (Unand) dalam kegiatan riset ini. Kerjasama yang telah berjalan enam tahun sejak ditandatangani pada 2016 lalu diharapkan dapat terus menghasilkan masukan yang positif bagi pengembangan penyiaran di tanah air.

“Apresiasi sangat tinggi untuk kalangan akademisi dari Universitas Andalas yang telah berkontribusi banyak untuk riset ini. Kami juga memberi penghargaan bagi seluruh informan yang aktif dalam FGD ini. Hasil dari riset ini sangat penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia dari sisi penyiaran. Pasalnya, kita sadar betul TV masih menjadi media informasi yang digunakan banyak masyarakat kita, hamper 80 persen,” katanya.

Irsal menambahkan makin banyaknya kajian di bidang penyiaran, akan memperkaya khazanah pengetahuan penyiaran nasional. Menurutnya, perlu dibuat pusat kajian di tanah air dan salah satu bahannya dari riset KPI. 

“Kita mendorong kampus membuat kajian yang nantinnya menjadi sumber masukan yang baik dan juga pengetahuan. Saya harap kampus dapat menyuarakan ini sehingga riset bersama 12 perguruan tinggi ini dapat lebih besar hasilnya dengan gebrakan membuat pusat kajian tersebut. KPI siap bantu hal ini,” tegas Irsal. 

Sementara itu, Wakil Rektor I Universitas Andalas, Prof. Mansyurdin, mengatakan program kegiatan riset penyiaran yang diselenggarakan KPI bersama Bappenas yang mengajak perguruan tinggi merupakan salah satu bentuk usaha memperbaiki kualitas penyiaran nasional secara umum. Karena itu, pihaknya akan terus mendukung program ini secara berkelanjutan ke depannya.

“Riset ini akan dapat membrikan rumusan yang baik dan juga kontribusi yang baik terhadap perkembangan siaran televisi di Indonesia,” tandasnya. *** 

 

 

Medan -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai melakukan proses penilaian terhadap kualitas siaran televisi dalam diskusi terpumpun (focus grup diskusi) Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV untuk tahun 2021 di 12 Kota. Riset yang menjadi program prioritas utama KPI dengan Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan bekerja sama dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri diharapkan menjadi salah satu sumber data kualitas siaran di tanah air. 

“FGD dalam riset ini akan menentukan penilaian kualitas dari program siaran TV. Ada delapan kategori program yang jadi penilaian. Nantinya hasil penilaian ini akan menjadi potret kualitas program siaran televisi di Indonesia,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, pada saat membuka diskusi riset di Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (27/5/2021). 

Menurut Irsal, riset yang diselenggarakan secara bersamaan di beberapa kota lain seperti Bandung, Jakarta dan Yogyakarta ini juga akan menjadi barometer penentu kebijakan KPI dalam meningkatkan kualitas siaran supaya menjadi lebih baik. “Hasil riset yang mengajak kalangan akademisi ini akan menjadi masukan bagi kebijakan kami,” lanjutnya. 

Dalam kesempatan itu, Irsal menyampaikan bahwa tujuan riset ini untuk mengarahkan biduk tontonan masyarakat kepada program acara yang baik, berkualitas dan tentunya mendidik. Pasalnya, saat ini program siaran televisi yang kualitasnya masih di bawah atau rendah justru banyak penontonnya. 

“Ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Komisi Penyiaran Indonesia. Kita ingin setiap tahunnya siaran televisi semakin baik kualitasnya. Ke depan, harapannya KPI mendorong bagaimana siaran televisi yang banyak ditonton itu adalah siaran televisi yang berkualitas,” ujarnya. 

Sementara itu, dalam sambutan secara daring, Rektor Universitas Sumatera Utara, Muryanto Amin, berharap isi program siaran tidak hanya soal kuantitas tapi juga kualitas dan hal ini mesti jadi perhatian utama lembaga penyiaran. 

Dia juga mengatakan pentingnya kegiatan literasi media untuk masyarakat. Karena itu, lanjut Muryanto, KPI harus dapat mendorong program ini secar massif agar pemahaman pemirsa atau masyarakat dalam menyaring tayanga makin tajam. 

Dalam FGD tersebut turut hadir, Ketua KPID Sumut, Mutia Atika, Dekan FISIP USU, Hendra Harahap, dan Komisioner KPID Sumut Ramses Simanullang. ***

Depok - Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan program prioritas nasional yang ditetapkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) untuk mengukur kinerja lembaga penyiaran dalam menyajikan informasi dan konten siaran berkualitas di tengah masyarakat. Riset ini juga menjadi pembanding dari data yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat program siaran, karena penilaian diberikan secara kualitatif. KPI sendiri berharap, riset dapat diluaskan lagi cakupan kotanya dengan frekuensi yang lebih banyak. Sehingga, data yang diperoleh untuk setiap program siaran lebih komprehensif dan membantu lembaga penyiaran dalam membaca preferensi masyarakat tentang konten siaran. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Agung Suprio dalam acara koordinasi pelaksanaan Riset untuk wilayah Jakarta, bersama dengan jajaran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) dan KPI DKI Jakarta, di Depok (27/5). 

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2021 bidang politik dan komunikasi tentang perwujudan konsolidasi demokrasi, peningkatan kualitas lembaga penyiaran merupakan salah satu usaha menuju konsolidasi demokrasi. Riset ini diyakini dapat memberikan perbaikan atas kualitas lembaga penyiaran ke depan. Kepala Sub Bagian Perencanaan KPI Pusat, Rivai Nursetyo mengungkap, saat ini target yang diberikan BAPPENAS tidak lagi pada penilaian per kategori program siaran. Namun menargetkan pada kualitas lembaga penyiaran secara keseluruhan, ujar Rivai. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi KPI untuk dapat mencapai target yang telah ditetapkan BAPPENAS. 

Kerja sama KPI dengan UPNVJ untuk pelaksanaan riset telah berlangsung sejak tahun 2017. Pada pertemuan ini juga dibicarakan kemungkinan kerja sama antara UPNVJ dengan KPI DKI Jakarta. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPNVJ Dr Dudi Heryadi menyampaikan kewajiban perguruan tinggi untuk lebih memberikan manfaat kepada masyarakat. “Sehingga tidak menjadi menara gading.” Tegasnya. Dudi menyambut baik rencana kerja sama dengan KPI DKI Jakarta, terutama dalam mengedukasi masyarakat untuk menjadi penonton yang cerdas. 

Sementara itu Ketua KPI DKI Jakarta Kawiyan mengingatkan bahwa hasil riset indeks ini juga disosialisasikan pada lembaga penyiaran, sebagai pemilik layar kaca.  “Sehingga hasil riset ini dapat menjadi patokan bagi lembaga penyiaran dalam memproduksi konten siaran yang lebih baik lagi,” ujarnya. 

Hasil Riset tahun 2020 menunjukkan program siaran televisi secara rata-rata sudah berkualitas, dengan nilai 3,14 yang melebihi standar KPI di angka 3. Namun demikian untuk nilai dari setiap kategori, masih ada tiga program siaran yang belum mencapai angka 3, yakni program infotainment, sinetron dan variety show. Ketiga program tersebut mendapat penilaian rendah untuk prinsip perlindungan anak dan remaja, muatan kekerasan, ungkapan kasar dan makian, serta penghormatan terhadap pribadi.  

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran (LP) radio untuk lebih memperhatikan dan memahami ketentuan yang terdapat dalam pedoman penyiaran. Upaya ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran pada siaran terutama oleh para penyiar dan di lagu yang disajikan. 

Permintaan ini terkait banyaknya temuan berpotensi pelanggaran oleh tim pemantauan KPI di sejumlah lembaga penyiaran radio, bahkan radio berjaringan. Hal ini disampaikan KPI dalam kegiatan pembinaan untuk radio yang diselenggarakan secara daring dan dihadiri oleh sebagian besar radio yang bersiaran secara berjaringan, Jumat (28/5/2021). 

Di awal pembinaan tersebut, KPI menyampaikan adanya lagu-lagu terutama berbahasa asing (Inggris) yang disiarkan di beberapa radio terdapat kandungan atau kata yang tidak pantas, bernuansa cabul atau sensual, dan kasar. Lagu-lagu ini disiarkan pada waktu prime time ketika anak-anak atau remaja aktif atau ikut mengakses siaran radio. Ditemukan pula lontaran kata-kata yang tidak pantas dan bernuansa cabul oleh pembawa acara atau penyiar radio. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menjelaskan temuan ini menjadi peringatan untuk lembaga penyiaran radio agar bisa memahami secara utuh pedoman penyiaran. Selain itu, lanjutnya, kebijakan internal radio mengenai pemutaran lagu versi radio edit harus lebih ditingkatkan dan diutamakan untuk meminimalisir pelanggaran yang sama terutama lagu-lagu yang didownload dari youtube atau aplikasi musik online.

“PRSSNI dan asosiasi radio lainnya harus berperan dalam penyedian lagu versi radio edit dari label agar mudah diakses oleh radio. Beberapa kajian tim pemantauan radio kami menemukan lagu yang terlihat ada nuansa yang mengarah pada free seks, ini kategori yang berat. Untungnya lirik itu disampaikan dalam bahasa Inggris yang bisa jadi jumlah pendengar yang paham jauh lebih sedikit. Apalagi beberapa diksi tersebut diungkapkan dalam  slank/prokem atau spesifik yang kurang lazim ditemukan dalam kamus bahasa Inggris,” pinta Mulyo kepada perwakilan radio yang ikut dalam pembinaan tersebut.

Mulyo juga menyampaikan temuan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa penyiar radio. Pelanggarannya berupaya dialog atau candaan bernuansa seksualitas. Terkait ini, KPI sudah memberikan beberapa sanksi pada konten yang mengandung candaan seksual. 

“Kami juga meminta kepada teman-teman penyiar untuk memperhatikan dan berhati-hati soal ini. Harus ada kontrol jangan kemudian mengeluarkan kata-kata yang memiliki kemiripan dengan kata-kata kasar, pembicaraan seksualitas, pornografi. Jangan juga kita membiarkan kata anjay atau kata kasar lainnya menjadi sesuatu yang lumrah,” ujarnya.  

Hal yang sama juga dilontarkan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza. Menurutnya, persoalan lagu yang bermuatan seperti di atas pernah dibahas dalam pertemuan dengan PRSSNI. Bahkan, KPID Jabar pernah mengeluarkan rekomendasi mengenai judul lagu yang tidak boleh diputar. 

Terkait radio edit, Reza mengingatkan pentingnya prosedur ini dijalankan oleh radio. Menurut dia, semestinya radio mengirimkan label yang sesuai radio edit. Pasalnya, ada kecenderungan muatan asosiatif dalam lagu yang nuansanya berhubungan dengan seksualitas. Ini bisa menjadi perhatian label juga ketika sampelnya dikirim ke radio.

“Radio itu disesuaikan di setiap negara. Yang jadi masalah ketika lagu tersebut didownload langsung dari internet. Ini harus diperhatikan. Saya sarankan, teman-teman di label diundang bersama asosiasi menjadi perhatian bersama, bisa mengurangi diputarnya lagu yang berpotensi melanggar,” usul Echa, panggilan akrab Komisioner KPI Pusat bidang PS2P. 

Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan, menambahkan prinsipnya siaran lagu selain untuk menghibur jangan justru menggerus fungsi edukasi yang merupakan komitmen lembaga penyiaran. Karena itu, lanjut dia, hal-hal seperti itu tidak bisa dibiarkan begitu saja.

“Setuju dengan teman-teman PRSSNI agar list lagu yang kontennya melanggar P3SPS untuk ditindaklanjuti ke segenap lembaga penyiaran. Kita sepakat secara final untuk komitmen mengedepankan aspek edukasi tanpa terkooptasi dengan aspek apapun, termasuk segmen pendengar ataupun aspek market share,” kata Aswar.

Sementara itu, salah satu pengurus PRSSNI, Pradhitya Sutrisno, menyatakan pihaknya berterima kasih atas masukan dari KPI. Menurutnya, PRSSNI tidak akan berdebat terlalu jauh soal lagu bermuatan lirik yang bernuansa seksual yang ada di market, sebab penafsiran terhadap lirik itu kompleks, pemahaman satu orang dan lain bisa multidimensional. 

“Kami menjunjung tinggi P3SPS KPI. Pada Pasal 20 hal itu tidak diizinkan. Karena kami support P3SPS, ke depan kami usul misalnya daftar lagu-lagu yang bermuatan hasil temuan KPI di share ke kami sehingga bisa kami review secara internal. Sebab percayalah tidak ada maksud dari kami dengan sengaja melanggar P3SPS, sebab lagu itu banyak sekali materinya, sejam bisa 10-20 lagu. Sejam 18 jam siaran, bahkan ada yang 24 jam siaran,” tandasnya. 

Dalam kesempatan yang sama, KPI Pusat juga menyampaikan dukungannya terhadap rencana PRSSNI dan asosiasi radio lainnya untuk mendapatkan perhatian terkait penerapan pungutan royalti. Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan pihaknya akan membantu teman-teman radio agar kebijakan tersebut tidak memberatkan lembaga penyiaran radio yang kondisinya semakin terpuruk. Pasalnya, jauh sebelum pandemi, kondisi radio telah tersisih oleh media televisi, dan beberapa tahun terakhir semakin tersisih oleh media digital.

“Setahun lebih diperparah oleh pandemi covid-19. KPI berharap, pemerintah tidak hanya melihat radio berjaringan di Jakarta yang sepintas tampak masih eksis, tapi juga radio-radio di daerah yang hidup segan mati tak mau,” katanya.

Dia menambahkan, ada kepentingan-kepentingan sosial yang harus dijaga dan terus disuarakan melalui radio.  Meski makin sedikit, Agung percaya radio masih bisa menyampaikan pesan kebaikan secara efektif. Satu suara berjuta telinga, tutupnya.  ***

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi teguran tertulis untuk Program Siaran “Om Shanti Om” di ANTV. Program bergenre film drama ini dan berklasifikasi R13+ ditemukan menayangkan adegan yang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Hal itu dijelaskan dalam surat teguran tertulis KPI yang telah disampaikan ke ANTV, Kamis (27/5/2021).

Dalam surat tersebut juga dijelaskan bentuk pelanggaran yang telah dilakukan program yang ditayangkan pada 09 Mei 2021. Adapun pelanggaran ditemukan pada pukul 08.20 WIB yakni berupa visualisasi seorang pria yang sedang memegang dan menghisap rokok. Selain itu, pada pukul 08.43 WIB terdapat beberapa wanita penari latar yang menggoyangkan bagian pinggulnya dengan pakaian yang hanya menutupi bagian dada serta celana minim dan ketat sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya. Meskipun telah dilakukan penyamaran, namun muatan tersebut masih memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang terbuka akibat pakaian minim.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan pelanggaran tersebut telah menabrak 10 (sepuluh) pasal dalam P3SPS yang meliputi ketentuan tentang kewajiban menghormati nilai dan norma kesopanan serta kesusilaan, perlindungan anak dalam siaran dan pelarangan serta pembatasan program terkait muatan rokok.

“Kami menyayangkan adanya muatan ini terutama visualisasi pria sedang merokok dan gerakan sensual penari dalam film tersebut. Meskipun sudah ada pemburaman, tetap saja terlihat bagian-bagian tubuh dari wanita penari tersebut. Semestinya, proses edit atau bluring harus utuh agar tidak nampak bagian-bagian yang tidak pantas. Bahkan rasanya mungkin juga dilakukan editing lebih ekstrim dengan memotong bagian tarian tersebut tanpa mengurangi esensi cerita. Apalagi film ini tayang di waktu pagi hari ketika anak banyak yang menonton TV dan pada suasana Ramadan,” jelas Mulyo. 

Menurut Mulyo, semestiya program siaran dengan klasifikasi R13+ cermat dalam quality control kemungkinan terjadinya pelanggaran. Karena itu, pemahaman terhadap aturan penyiaran khususnya Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran harus benar-benar utuh dan jelas. 

“Dalam pasal ini, lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara. Program dengan klasifikasi R sewajibnya mengandung muatan, gaya penceritaan dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta ANTV untuk memperhatikan aturan terkait pembatasan muatan rokok dalam siaran. Ada dua pasal yakni Pasal 18 di P3 dan Pasal 27 Ayat (2) huruf a SPS. “Kami berharap hal ini tidak lagi terulang. Kami juga berharap lembaga penyiaran lebih ketat melakukan sensor internalnya dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku dalam P3SPS untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran,” paparnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.