Pontianak - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali menyelenggarakan FGD Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode I Tahun 2021, di Pontianak, Sabtu (5/6/2021). FGD ini akan menentukan penilaian dari kualitas delapan kategori program siaran yang menjadi penelitian dalam riset tahun ini. 

Di awal acara, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengatakan bahwa riset yang sudah diselenggarakan KPI sejak tahun 2015, memiliki beberapa tujuan. Pertama, menjadi referensi bagi publik untuk bisa memilih dan memilah program siaran secara tepat.

“Kita akan berikan referensi mana program siaran yang kualitasnya masih rendah dan mana yang sudah berkualitas. Sehingga masyarakat kita ajak untuk menonton program yang kita nilai sudah berkualitas,” ujarnya.

Tujuan kedua, bagi pihaknya selaku regulator, hasil riset indeks program siaran tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penyiaran.

Dari hasil riset tersebut, akan mengetahui secara persis sebenarnya kualitas program-program penyiaran seperti apa dan apa yang perlu diperbaiki. Menurut Nuning, sinetron yang memiliki indeks di bawah rata-rata kualitas, bakal diberikan catatan tentang apa yang harus diperbaiki oleh industri penyiaran dan rumah produksi dalam memproduksi program siaran, khususnya sinetron.

“Yang ketiga bagi akademisi, tentu ini bisa menjadi pijakan untuk dikembangkannya riset-riset selanjutnya berkaitan dengan televisi dan program siaran televisi. Nah, kalau bagi publik, selain menjadi referensi, juga bisa menjadi pedoman menonton. Jadi ketika membaca hasil riset ini, maka publik akan tahu persis harus memilih program siaran yang seperti apa,” papar Nuning.

Keempat bagi industri penyiaran, hasil riset ini bisa dijadikan bahan evaluasi. Kelima, bagi para pemasang iklan dan para agensi, KPI berharap hasil riset juga menjadi pertimbangan untuk memasang iklan. Dengan demikian, safety brand beriklan di program siaran yang berkualitas menjadi suatu keniscayaan.

“Harapannya, jangan pernah beriklan di program siaran yang sering mendapat sanksi dari KPI, yang indeksnya rendah. Kenapa demikian? Dengan begitu, industri-industri televisi akan memproduksi program yang berkualitas, dengan harapan tentu profit bisa mendapatkan iklan sebanyak-banyaknya,” tutur Nuning.

Nuning menjelaskan, sanksi KPI ada beberapa tingkatan. Pertama, teguran. Teguran ada dua kali, yakni teguran tertulis 1 dan teguran tertulis 2. Berikutnya, ketika program penyiaran masih bandel, masih melanggar, bahkan jika kualitas pelanggaran meliputi pasal-pasal yang harus menghentikan program siaran, maka akan dihentikan. “Penghentian program siaran dan pengurangan durasi. Yang paling tinggi, yaitu rekomendasi pencabutan izin siaran. Kalau izin siaran sudah dicabut, tentu seluruh program tidak bisa tampil, masa depan industri sudah dipertanyakan komitmen penggunaan frekuensi publik secara baik,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Dekan FISIP Untan, Dr. Martoyo, menuturkan dirinya sangat bersyukur karena KPI Pusat sudah mempercayakan kerja sama dengan FISIP Universitas Tanjungpura selama tujuh tahun ini. Menurutnya, kerja sama itu juga bersamaan dengan perkembangan prodi Ilmu Komunikasi di FISIP.

“Jadi kerja sama ini sebagai lahan pembelajaran bagi teman-teman dosen Ilmu Komunikasi dan pembelajaran bagi para mahasiswa kita untuk menambah wawasan keilmuannya di bidang broadcasting (penyiaran) dan riset. Jadi, saya secara khusus merasa sangat beruntung sekali dan juga FISIP Universitas Tanjungpura secara umum yang kerja sama sampai 2021 ini masih berjalan baik,” ujar Martoyo. Untuk kualitas penyiaran di Kalimantan Barat, kata dia, kontennya bagus, terutama di TVRI.

Martoyo menyarankan, untuk meningkatkan tayangan-tayangan berkualitas di tingkat lokal, harus berorientasi kepada kondisi-kondisi lokal, seperti cerita rakyat dan seni-seni rakyat harus didominasikan. “Siaran daerah harus ditekankan pada identitas lokal karena kalau tayangan umum tentu sudah didominasi nasional,” katanya.

Deddy Malik selaku Koorbid Kelembagaan KPID Provinsi Kalbar, menuturkan bahwa tujuan utama dari riset kali ini yakni mengumpulkan contoh-contoh siaran.

“Untuk itu, kita butuh informan ahli untuk menganalisa bagaimana kualitas dan mutunya, sehingga dari situ diperoleh hasil bahwa ada indeks. Sebagai contoh dari tahun yang lalu, ada tiga program siaran yang sedikit lebih rendah yaitu sinetron, variety show, dan infotainment,” ucap Deddy. 

Sementara untuk di Kalbar sendiri, pihaknya ingin agar riset tersebut berdampak terutama untuk meningkatkan kualitas konten lokal.

“Jadi yang mengangkat kearifan lokal itu P3SPS yang menjadi guidance bagaimana membuat siaran berkualitas, siaran yang memberikan edukasi dan literasi kepada masyarakat,” tutup Deddy. Red dari berbagai sumber

 

 

Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan memulai tahapan penghentian siaran analog berganti siaran digital atau analog switch off (ASO) pada tahun ini, yang ditargetkan selesai hingga 2 November 2022. Adapun tahapan ASO ini akan dilakukan dalam lima tahap berdasarkan wilayah. 

Hal itu disampaikan dalam keterangan pers yang dikeluarkan Kemenkominfo, Minggu (6/6/2021).

Tahapan penghentian siaran televisi analog ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.

Dalam aturan itu disebutkan tahap pertama atau I ASO paling lambat hingga 17 Agustus 2021 yakni di wilayah siaran Aceh 1, Kepulauan Riau 1, Banten 1, Kalimantan Timur 1, Kalimantan Utara 1 dan Kalimantan Utara 3.

Tahap II analog switch off akan dilakukan paling lambat hingga 31 Desember 2021, untuk 20 wilayah siaran antara lain Jawa Barat 4, Jawa Barat 7, Aceh 2, Aceh 4, Riau 4, Jawa Timur 5 dan Nusa Tenggara Timur 3.

Tahap III paling lambat pada 31 Maret 2022, sementara Tahap IV paling lambat 17 Agustus 2022 dan Tahap V paling lambat 2 November 2022.

Penghentian siaran analog di suatu daerah harus dilakukan serentak oleh seluruh stasiun televisi di daerah tersebut demi memudahkan masyarakat, mereka cukup menonton siaran televisi dari satu jenis penerimaan saja.

Untuk menonton siaran televisi digital, diperlukan perangkat televisi yang sudah bisa menerima siaran digital. Jika menggunakan televisi biasa atau analog, masyarakat bisa memasang set top box DVBT2 yang dijual di pasaran.

ASO akan dilakukan secara bertahap berdasarkan kesiapan daerah. Kominfo melihat ada empat faktor yang mendasari kebijakan tersebut yaitu praktik umum yang terjadi di dunia, masukan lembaga penyiaran, pertimbangan kesiapan industri dan keterbatasan spektrum frekuensi radio.

Keterbatasan frekuensi merupakan faktor penting sehingga penghentian siaran analog dilakukan secara bertahap. Pemerintah saat ini masih melakukan penataan spektrum frekuensi yang saat ini digunakan siaran analog.

Setelah migrasi siaran televisi analog ke digital, maka setelah November 2022 nanti tidak ada lagi siaran televisi analog. Dengan demikian, perangkat televisi analog sudah tidak bisa menangkap siaran televisi jika tidak menggunakan STB.

Saat ini Indonesia menjalankan siaran simulcast atau siaran televisi analog dan digital secara bersamaan. Red dari Kemenkominfo

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta adanya evaluasi secara menyeluruh terhadap Mega Series Suara Hati Istri: “Zahra” yang dinilai memiliki muatan yang berpotensi melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012. Evaluasi tersebut di antaranya mencakup  jalan cerita dan kesesuaiannya dengan klasifikasi program siaran yang telah ditentukan (R) serta penggunaan artis yang  masih berusia 15 tahun untuk berperan sebagai istri ketiga, Wakil Ketua KPI Mulyo Hadi Purnomo menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan antara KPI dengan Indosiar dan Mega Kreasi Film selaku rumah produksi dari sinetron ini, (3/6). 

Pertemuan ini digelar sebagai tindak lanjut hasil pemantauan langsung KPI dan pengaduan masyarakat terhadap program siaran “Mega Series Suara Hati Istri: Zahra” atas didugakan melanggar prinsip perlindungan terhadap kepentingan anak dan perempuan. KPI sendiri telah menerima aduan dari masyarakat yang disampaikan lewat berbagai saluran media sosial, atas sinetron ini. Aduan tersebut dikarenakan adanya artis yang masih berusia 15 tahun untuk peran istri ketiga. Padahal dalam undang-undang perlindungan anak, usia 15 masih masuk kategori anak. Keberatan publik yang disampaikan ke KPI juga terkait muatan cerita yang sarat dengan kekerasan dalam rumah tangga dan romantisme suami istri yang berlebihan. Sehingga, jika dikaitkan dengan pemeran utama yang masih 15 tahun, tentu berpotensi melanggar hak-hak anak. 

Dalam pertemuan tersebut, Komisioner KPI Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah juga menyampaikan adanya tuntutan publik agar sinetron ini dihentikan. Namun KPI sendiri berkepentingan untuk menjernihkan masalah ini agar tindakan yang diambil sesuai dengan kewenangan dan juga berdasarkan regulasi yang ada.  

Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza yang turut hadir dalam pertemuan daring tersebut mengatakan, justifikasi atas realitas yang ada di masyarakat untuk kemudian diangkat ke layar kaca, jangan sampai melahirkan polemik. Di satu sisi, lembaga penyiaran dan juga pihak rumah produksi harus memahami regulasi yang terkait dalam sebuah konten siaran. Bukan sekedar undang-undang penyiaran, tapi juga undang-undang lainnya seperti perlindungan anak dan juga perkawinan. Reza berharap, kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga, apalagi dari catatan KPI program sinetron ini sudah pernah mendapatkan sanksi teguran tertulis. 

Menyikapi penyampaian dari KPI, pihak Indosiar yang diwakili Direktur Program Harsiwi Ahmad berkomitmen untuk mengubah jalan cerita dari sinetron Zahra. Harsiwi memahami masukan terkait KDRT dan juga romantisme yang dibangun dalam cerita ini. Namun kalau dianggap sinetron ini menjadi promosi pernikahan dini, dirinya tidak sepakat karena dalam sinetron Zahra diceritakan telah lulus SMA. Sedangkan terkait poligami, ide awalnya adalah ingin memberikan gambaran proporsional poligami yang dapat menimbulkan masalah dan intrik. Meski begitu, Harsiwi menyatakan, pihaknya juga sudah bersiap mengganti pemeran Zahra dengan artis lain yang usianya sudah bukan remaja. Sehingga dapat memenuhi kepantasan usia atas peran yang diberikan dan alur cerita yang sesuai dengan jam penayangan.  Harsiwi menerangkan sinetron ini ke depan akan meniadakan adegan yang sensitif seperti KDRT yang dikeluhkan publik, serta disesuaikan dengan aturan yang ada.

Mulyo mengungkap, dari data media sosial KPI menunjukkan sentimen negatif yang cukup tinggi atas sinetron ini sejak 25 Mei lalu. Dirinya meminta pihak Indosiar memahami betul bahwa sinetron ini telah menarik perhatian publik. Apapun evaluasi dan perbaikan yang dilakukan, tentu akan mendapatkan perhatian publik. “Karena masyarakat memiliki keinginan terhadap perubahan yang dibawa dalam sinetron Zahra,” tegas Mulyo.

Guna melakukan realisasi atas evaluasi sinetron Zahra, Indosiar akan menghentikan sementara program siaran ini. Menurut Harsiwi, langkah ini diambil untuk memberi kesempatan waktu pada rumah produksi untuk menutup sementara cerita dan menyusun alur cerita lanjutannya. Dengan demikian, masukan dari masyarakat dan KPI terkait muatan sinetron ini, dapat diakomodir.  “Komitmen perubahan ini tentunya tidak hanya dilakukan untuk sinetron Suara Hati Istri, tapi juga di program lain dan sinetron lainnya,” pungkasnya.

 

 

 

Banjarmasin – Bekerjasama dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan riset kualitas program siaran televisi tahun2021 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Kamis, (3/6/2021). Dalam kesempatan itu, tiga kategori program acara yang masuk dalam riset tahun ini masih menjadi sorotan tim riset yang sebagian besar para ahli dari berbagai bidang.

Pada saat membuka acara riset tersebut, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, mengatakan tiga program acara antara lain infotainmen, variety show, dan sinetron nilai kualitasnya masih di bawah standar yang ditetapkan KPI. "Kesimpulannya, rata-rata siaran dari tiga program ini masih di bawah standar," kata Koordinator Bidang Isi Siaran KPI ini.

Dia berharap, program riset KPI tak selalu dipandang sebagai hasil pengawasan. "Justru sebagai referensi saat merancang program siaran yang lebih baik," tambahnya. Sebagai contoh, konten sinetron yang berkutat pada tema perceraian dan pernikahan dini. "Selain menghibur juga harus mendidik," tegasnya.

Sementara itu, Komisioner KPID Kalsel, Marliyana menambahkan, stasiun TV tak semestinya mengorbankan kepentingan masyarakat demi mengejar rating tinggi. Dia juga melihat sebuah pola. Begitu sebuah acara disukai penonton, produksi acara serupa akan digenjot. Akhirnya, mirip-mirip semua.

Diakuinya, rating itu penting untuk menarik pemasang iklan. Terlebih di tengah pandemi, ketika industri media menghadapi resesi ekonomi.

Penting ditekankan, riset KPI berbeda dengan survei Nielsen. Karena yang kedua menggunakan metode kuantitatif, sementara yang disebut pertama menggunakan metode kualitatif.

Harapan terakhir Marliyana tertuju pada pemasang iklan. Ke depan, pemasang akan mengincar program TV yang memang bermutu. "Karena kalau cuma disukai penonton, belum tentu yang paling berkualitas," pungkasnya. Red dari berbagai sumber

 

 

Denpasar – Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV kembali diselenggarakan bersama 12 Perguruan Tinggi di Indonesia. Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengungkapkan pada tahun 2020, hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV tahap 1 dan 2 menyatakan dari 8 kategori program siaran hanya 5 kategori program siaran yang memenuhi standar berkualitas, yakni program siaran Wisata Budaya, Religi, Anak, Talkshow, dan Berita.

“Hal ini menjadi catatan, perlunya penilaian dan masukan yang lebih mendalam dan mendetil dari para informan terhadap tayangan-tayangan yang sudah diberikan,” tutur Yuliandre saat membuka acara kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpunn atau Focus Group Discossion (FGD) “Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Tahun 2021” yang dilakukan pada Jumat, (4/6/2021) di Mercure Hotel, Bali.

Dalam kesempatan itu, Andre, sapaan akrabnya, mengungkapkan harapan adanya temuan baru dalam 8 kategori yang dinilai, khususnya dalam program yang belum berkualitas yakni infotainment, variety show, dan sinetron. Dia melihat, khususnya sinetron, masih banyak yang menampilkan kekerasan, kata makian, dan bullying.

“Sinetron yang sekarang sedang viral juga masuk dalam sampel penilaian riset ini, misalnya Ikatan Cinta. Masukan-masukan untuk kategori program ini sangat diperlukan untuk pengawasan isi siaran KPI. Apalagi kemarin ada sinetron yang seakan mempromosikan pernikahan usia dini. KPI dan akademisi harus lebih kritis terhadap hal ini. Jangan sampai PH diberikan kebebasan namun kebablasan,” tegas Yuliandre.

Di akhir sambutannya, sebagai output kegiatan ini, KPI akan menindaklanjuti hasil riset ke dalam kegiatan Diseminasi dan Konferensi Penyiaran yang rencananya tahun ini akan diselenggarakan di Makassar. Kegiatan tersebut tentu tak lepas dari hasil penilaian kualitas siaran yang hari ini akan di diskusikan bersama-sama para ahli dari Univeristas Udayana.

Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Udayana, Dr. Drs I Gusti Putu Agus Sukaarjawa menyampaikan, pihaknya sangat mengapresiasi program Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV yang sudah berjalan kurang lebih 7 tahun ini. Sebanyak 8 informan yang merupakan pakar dari Universitas Udayana hadir dalam kegiatan ini untuk mendiskusikan lebih dalam program siaran yang sudah diberikan penilaian sementara. */man

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.