Surakarta - Revisi undang-undang penyiaran, diharapkan dapat mulai dibahas setelah rampungnya undang-undang perlindungan data pribadi (PDP) yang diperkirakan tuntas pada bulan Juli. Selanjutnya Komisi I DPR RI akan melakukan pembahasan rancangan undang-undang penyiaran sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021.

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber Seminar Nasional yang dilangsungkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tema “Penyiaran Sebagai Pendorong Kebangkitan Ekonomi Pasca Pandemi”, di Auditorium RRI Surakarta (303).

Secara khusus Meutya menilai, topik yang diambil KPI dalam seminar yang menjadi rangkaian peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88 ini sangat kontekstual. “Mungkin ini Harsiarnas pertama yang membahas ekonomi,” ujar Meutya. Saat ini negara memang sangat fokus terhadap pembenahan ekonomi dan kita berharap semua sektor termasuk penyiaran, ikut berkontribusi dalam pemulihan ekonomi.

Salah satu tujuan penyiaran yang disebut dalam undang-undang penyiaran saat ini, ungkap Meutya, adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional. “Jadi semangat penyiaran hadir untuk membantu perekonomian sudah ada dalam undang-undang saat ini,” tegasnya.

Undang-undang penyiaran ke depan, menurutnya, harus adaptif terhadap perubahan zaman. Kita harus paham, akan semakin banyak media melakukan konvergensi. Ke depan tentunya harus kita buka kemungkinan satu perusahaan dapat memiliki beragam jenis media, baik itu radio, televisi ataupun online.

Meutya kemudian mengutip undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang juga memuat pasal-pasal yang mengatur tentang penyiaran. Pada prinsipnya, undang-undang cipta kerja ini menembuh kebuntuan akan analog switch off (ASO) sehingga digitalisasi penyiaran dapat segera terealisasi.

Selain itu, politisi dari Partai Golkar ini juga menyebut tentang infrastruktur sharing sebagai upaya menghemat pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. “Sebetulnya kalau industry penyiaran dan industri telekomunikasi melakukan infrastruktur sharing, tentu akan menjadi lebih murah dan cepat dalam memenuhi kebutuhan di seluruh Indonesia,” tambahnya.

Dia juga berpendapat, saat ini adalah era efisiensi untuk pembiayaan. Dulu di era kompetisi orang punya hak ekslusif atas sebuah infrastruktur telekomunikasi atau penyiaran. “Sah-sah saja sebenarnya, karena mereka yang menghidupi penyiaran saat ini,” ujarnya. Tapi Meutya mengingatkan bahwa frekuensi ini adalah milik publik dan bukan milik pemilik tower dan infrastruktur saja. Maka ke depan, semangatnya adalah kita bangun infrastrukut bersama-sama. Untuk daerah yang sulit menapatkan undang,  pemerintah dapat ikut serta membantu pembiayaan. “Jadi barengan membuatnya, barengan juga memakainya,” tukasnya. Dia meyakini, untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur di Indonesia, tidak mungkin jalan sendiri-sendiri. Harus ada kerja sama dan kolaborasi, tambahnya.

Digital deviden yang didapat dalam migrasi system penyiaran dari analog ke digital, akan menghasilkan multiplier effect termasuk dalam usaha membangun perekonomian negara, termasuk yang paling utama penciptaan lapangan kerja. Akan ada banyak lapangan kerja baru yang terbuka bagi publik. “Inilah yang kita harap dapat membantu sekali pembenahan ekonomi di tanah air, termasuk dalam menyelesaikan pandemi,” tuturnya.

Terkait RUU Penyiaran mendatang, Meutya berharap tidak akan alot lagi pembahasannya, karena faktor yang membuat panjang pembahan dalam RUU lalu adalah soal digitalisasi. “Analog Swich Off sudah diambil pengaturannya di UUCK,” terangnya. Dia menegaskan, RUU penyiaran akan banyak mengatur tentang membuat konten siaran yang baik, bagaimana pengawasan yang baik, juga bagaimana struktur KPI menjadi lebih kuat. Sedangkan untuk lembaga penyiaran publik (LPP), tambahnya, akan diletakkan tidak sama dengan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). Mengingat untuk LPP tidak hanya hak lebih yang didapatkan, tapi juga kewajiban yang lebih banyak. Dia meyakini pembahasan RUU Penyiaran mendatang betul-betul ke pembenahan konten penyiaran dan industrinya, karena masalah migrasi sistem penyiaran sudah diambil di undang-undang Cipta Kerja, pungkasnya. 

 

 

 

 

(Ketua DPR RI Puan Maharani)

Jakarta – Industri penyiaran memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto melalui sub-sektor informasi dan komunikasi serta penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara tidak langsung, industri penyiaran memiliki multiplier effect pada sektor lain. Berbagai program yang dikeluarkan media penyiaran dapat mempengaruhi pola dan preferensi konsumsi masyarakat yang tentu berujung kepada kinerja perekonomian. Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani saat menjadi pembicara utama Seminar Nasional yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Memperingati Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88, Selasa (30/3/2021).

Dalam Seminar dengan tema “Penyiaran Sebagai Pendorong Kebangkitan Ekonomi Pasca Pandemi” yang dihadiri secara virtual, Puan berpendapat, melalui lembaga penyiaran, berbagai informasi dan potensi keunggulan ekonomi suatu daerah akan diketahui dan lebih dikenal masyarakat maupun pelaku usaha di daerah lain, bahkan hingga ke luar negeri. ”Dengan penyebarluasan informasi dan potensi ini akan memberikan dampak positif bagi perkembangan perekonomian daerah tersebut,” tegas anggota DPR RI dari Dapil 5 Jawa Tengah ini.

Karenanya Puan mengajak para pelaku media penyiaran agar melihat kemajuan teknologi sebagai sebuah kesempatan. Khusus di masa pandemi ini, Puan mengajak media-media penyiaran di seluruh Indonesia dapat terus membangkitkan semangat gotong royong bangsa Indonesia untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan dampaknya. “Saya yakin, ketika penyiaran kita semakin kuat maka ekonomi Indonesia akan semakin hebat,” ungkapnya.

Di tengah derasnya informasi yang hadir di berbagai media, khususnya media sosial, media penyiaran harus menjadi seperti dataran tinggi tempat orang merasa aman. Yakni aman dari hoax, karena informasi yang disampaikan kredibel, terkonfirmasi, memegang kaidah jurnalistik dan turut mencerdaskan kehidupan masyarakat. Selain itu, tambahnya, masyarakat juga merasa aman karena program-program siaran non berita mengikuti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). 

(Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Shalahudin Uno)

Dalam seminar nasional tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Shalahudin Uno, turut menyampaikan sambutan secara virtual. Sandi mengapresiasi lembaga penyiaran yang selama ini telah berperan aktif mendukung pemerintah mengatasi pandemi. “Langkah yang diambil pemerintah ini tentu tidak lepas dari peran industri penyiaran dalam mendiseminasikan referensi untuk masyarakat atas berbagai kebijakan pemerintah, khususnya di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” ujarnya. 

Sandi berharap, industri penyiaran dapat berkolaborasi dengan pihaknya untuk menyiarkan konten yang inspiratif mengenai langkah strategis pemulihan destinasi pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia. Dia juga mengajak segenap pengelola televisi dan radio untuk senantiasa menghadirkan informasi yang akurat, valid dan berimbang. “Serta memproduksi hiburan yang sehat, mendidik, bermanfaat dan mencerdaskan masyarakat,” pungkasnya. 

Dalam Seminar Nasional ini, hadir sebagai pembicara Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz, Ketua KPI Pusat Agung Suprio, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika R. Niken Widyastuti, Direktur Utama LPP TVRI Imam Brotoseno, Direktur Program dan Produksi LPP RRI Soleman Yusuf, serta Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution.

 

Surakarta - Peringatan Hari Penyiaran Nasional (HARSIARNAS) ke-88 dilaksanakan dalam kondisi pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) yang melanda dunia, termasuk Indonesia. Meski demikian, telah nampak secercah harapan akan berakhirnya pandemi dengan dimulainya proses vaksinasi. Berkenaan dengan kondisi tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tetap menggelar peringatan Harsiarnas ke-88 di kota Surakarta, dengan menegakkan protokol kesehatan yang ketat. Diantaranya, melakukan pembatasan peserta dan menyiapkan fasilitas test swab antigen secara langsung untuk peserta dan panitia yang terlibat di setiap kegiatan.  

Ketua Pelaksana Peringatan Harsiarnas ke-88, Hardly Stefano Pariela menjelaskan, pelibatan peserta dalam setiap kegiatan dilakukan dengan sistem hybrid. “Yaitu melibatkan peserta, baik secara offline atau tatap muka maupun online,” ujarnya. KPI juga memanfaatkan berbagai kanal media sosial untuk meningkatkan jangkauan dan keikutsertaan masyarakat dalam memperingati Harsiarnas ke-88. Selain itu, seluruh kegiatan Harsiarnas ini juga diliput dan disebarluaskan oleh lembaga penyiaran baik melalui liputan pemberitaan maupun siaran langsung melalui televisi dan radio. “Karena substansi peringatan Harsiarnas ini adalah momentum peringatan dan refleksi seluruh insan penyiaran, bukan KPI semata,” tegas Hardly. 

TEMA HARSIARNAS

Peringatan Harsiarnas di tahun 2021 mengambil tema “Penyiaran sebagai pendorong kebangkitan ekonomi pasca pandemi". Diusungnya tema ini memiliki makna bahwa, lembaga penyiaran tidak semata-mata berorientasi bisnis, namun juga memiliki tanggung jawab sosial untuk memberi informasi yang benar, khususnya tentang pandemi Covid-19. Melalui iklan layanan masyarakat (ILM), pemberitaan dan program siaran lainnya, lembaga penyiaran hadir sebagai penjernih informasi di tengah maraknya informasi palsu dan berita bohong yang berkembang massif di era disrupsi, ujar Hardly yang merupakan Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan.  

Makna lain yang terkandung dalam tema Harsiarnas adalah melalui agenda vaksinasi yang disertai kedisiplinan menegakkan protokol kesehatan, hadir optimisme bahwa pandemi ini segera berakhir. “Optimisme itulah yang menjadi penyemangat untuk membangkitkan perekonomian negeri ini,” terangnya. 

Selain berada dalam kondisi pandemi covid-19, peringatan Harsiarnas ke-88 berada dalam lintasan waktu menuju diberlakukannya migrasi teknologi modulasi siaran terrestrial. Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan tenggat waktu, 2 November 2022 sebagai batas akhir digunakannya modulasi siaran analog. Artinya, tambah Hardly, dalam waktu 580 hari dari tanggal 1 April 2021, siaran analog akan dihentikan total (Analog Swicth Off), berganti siaran dengan teknologi modulasi digital. Dengan migrasi teknologi modulasi penyiaran ini akan didapat efisiensi penggunaan frekuensi penyiaran, sehingga memungkinkan optimalisasi frekuensi untuk telekomunikasi melalui pemanfaatan digital deviden. 

Perintah regulasi untuk melaksanakan siaran digital memang menghadirkan berbagai peluang. Namun yang patut menjadi perhatian, terang Hardly, masih banyak masyarakat, bahkan insan penyiaran yang tidak paham agenda digitalisasi. “Masih banyak orang yang menganggap bahwa penyiaran digital sama dengan penyiaran streaming dengan internet”. Padahal siaran digital terrestrial dan siaran streaming internet adalah dua hal yang berbeda, meskipun saling terkait. Dalam rangka menyambut ASO, maka Harsiarnas ke-88 juga menjadi momentum seluruh pemangku kepentingan penyiaran untuk berkolaborasi dan bersinergi, dalam menggaungkan agenda digitalisasi penyiaran dengan lebih masif. Agar semakin banyak masyarakat yang mengetahui, peduli dan berpartisipasi dalam agenda digitalisasi penyiaran, terang Hardly. 

Pelaksanaan Peringatan Harsiarnas tahun 2021 di kota Solo adalah untuk mengingatkan kembali seluruh insan penyiaran yang akan memasuki era digital, tentang sejarah penyiaran nasional. Dimulai dengan berdirinya Solosche Radio Vereeneging (SRV) pada tanggal 1 April 1933, radio siaran pertama yang dimiliki sepenuhnya oleh orang Indonesia atas prakarsa  Mangkunegoro VII. 

Kelindan sejarah penyiaran tak pernah lepas dari sejarah kemerdekaan bangsa ini. Melalui SRV, penyiaran dimanfaatkan sebagai instrumen untuk mengukuhkan eksistensi bangsa, melestarikan kekayaan budaya, mencerdaskan khalayak dengan beragam informasi, serta membangkitkan semangat nasionalisme dan mengobarkan patriotisme seluruh masyarakat Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan. Melalui napak tilas penyiaran, selain membuka cakrawala tentang sejarah penyiaran, juga pengingat seluruh insan penyiaran, bahwa penyiaran bukan semata tentang industri. Namun penyiaran juga memiliki tanggung jawab untuk melestarikan budaya nusantara, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menjaga integrasi nasional. 

Rangkaian peringatan Harsiarnas di kota Surakarta digelar sejak 28 Maret 2021 hingga 2 April mendatang. Kolaborasi KPI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Lembaga Penyiaran, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Surakarta, telah mengagendakan 22 rangkaian kegiatan. Meskipun dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, peringatan Harsiarnas juga menjadi kegiatan kolosal dengan tiga pesan utama. Yaitu, tugas kesejarahan insan penyiaran untuk melestarikan budaya nusantara, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga integrasi nasional, komitmen insan penyiaran sebagai kekuatan pendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi, dan kolaborasi serta sinergi seluruh pemangku kepentingan dalam menyongsong era penyiaran digital. 

Puncak acara kegiatan Harsiarnas ke-88, akan dilaksanakan tanggal 1 April 2021, di Auditorium RRI Surakarta, tempat yang pernah menjadi studio SRV. Kegiatan ini akan dikemas dalam acara yang ringkas dan padat selama satu jam, dan disiarkan langsung oleh stasiun televisi induk jaringan. Siaran langsung secara bersama melalui mekanisme TV pool, merupakan bentuk komitmen seluruh lembaga penyiaran, khususnya TV induk jaringan untuk tidak semata memikirkan aspek bisnis, namun dapat berkolaborasi dan bersinergi menggaungkan semangat seluruh insan penyiaran untuk menghadirkan program siaran yang baik dan berkualitas.

 

 

Surakarta - Membekali masyarakat dengan kemampuan literasi adalah suatu cara melindungi bangsa ini dari konten negative seperti hoax, hatespeech, pornografi dan kekerasan, yang potensial hadir sebagai akibat dari kemajuan teknologi. Dengan Gerakan Liteasi Sejuta Pemirsa (GLSP) diharapkan dapat menambah dan mengembangkan kemampuan sikap kritis masyarakat, dalam bermedia, khususnya televisi dan radio. Pernyataan ini disampaikan Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, saat memberikan sambutan dalam kegiatan GLSP yang diselenggarakan KPI Pusat di Pendopo Tawangarum, Balai Kota Surakarta, (29/3). 

Menurut Gibran, perkembangan teknologi informasi yang pesat di saat ini haruslah diiringi dengan peningkatan kemampuan literasi masyarakat. “Sehingga masyarakat memiliki bekal keterampilan untuk dapat memilah dan memilih informasi yang benar dan tak mudah terpengaruh jika informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan norma yang ada,” ujarnya. Gibran juga mengajak publik untuk ikut melakukan pengawasan dalam rangka peningkatan kualitas siaran televisi dan radio, agar tercipta siaran yang sehat, mencerdaskan dan bermartabat. 

Kegiatan GLSP di kota Surakarta ini terasa sangat spesial dengan kehadiran Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Ketua KomisI I Abdul Kharis Almasyhari dan pemenang KDI 2020, Baiq Gita. Agenda literasi sendiri, menurut Ganjar sudah menjadi sebuah kemestian, terutama dalam menyongsong era penyiaran digital. 

Sebagai pemberi sambutan kunci, Ganjar menyampaikan keyakinan bahwa perkembangan teknologi informasi lewat penyiaran itu melompat-lompat. “Jadi ada potensi informasi yang disajikan mengandung hoax dan disinformasi,” ujarnya. Karenanya, tambah Ganjar, literasi kepada publik harus terus digaungkan dan dimasifkan untuk menghasilkan masyarakat yang lebih cerdas dalam bermedia. 

Jika tidak mampu memilah dan memilih informasi yang disajikan media, maka penonton dapat terjebak pada berbagai program yang ditawarkan lembaga penyiaran. Sementara di sisi lain, masyarakat juga harus cerdas meyebarkan informasi yang akurat, sehingga dapa tmembentuk karakter bangsa. GLSP yang hadir dalam rangkaian peringatan Harsiarnas ke-88 ini, turut menghadirkan pula Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis serta Direktur Program RCTI, Uut Endah Hari Utami. 

 

 

 

(Pengguntingan Pita di Balai Kota Surakarta mengawali "Napak Tilas Sejarah Penyiaran Indonesia)

Surakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengusulkan pemberian gelar Pahlawan Nasional di bidang penyiaran bagi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunagoro VII. Usulan itu disampaikan Ketua KPI Pusat Agung Suprio di Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI), usai kegiatan sepeda santai dalam rangka “Napak Tilas Sejarah Penyiaran Indonesia” yang menjadi rangkaian kegiatan peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88. 

Agung menyampaikan, pemberian gelar pahlawan nasional di bidang penyiaran sangat layak disematkan pada KGPAA Mangkunegoro VII mengingat dedikasinya melahirkan Solosche Radio Vereniging (SRV) sebagai radio pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Selain itu, siaran SRV juga digunakan oleh Mangkunegara VII sebagai alat perjuangan menuju kemerdekaan bangsa dan media melestarikan budaya Indonesia. “Melalui SRV inilah, Mangkunegara VII juga menunjukkan eksistensi budaya nusantara kepada dunia,” tambahnya. Agung berharap, pemerintah dapat memberikan dukungan atas usulan dari KPI serta berbagai pemangku kepentingan penyiaran ini. 

 

(Diterima Gusti Raden Ayu Retno Rosati Hudiono di Bangsal Keputren Pura Mangkunegaran)

Sebelumnya, dalam kegiatan sepeda santai ini, peserta berkesempatan mengunjungi Pura Mangkunegaran yang menyimpan banyak sejarah tentang SRV dan perjalanan awal dunia penyiaran di Indonesia. Dalam Bangsal Keputren Pura Mangkunegaran, peserta sepeda santai diterima oleh Gustri Raden Ayu Retno Rosati Hudiono atau yang lebih akrab dengan sebutan Gusti Ros. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah, menyampaikan usulan segenap insan penyiaran untuk mengajukan KGPAA Mangkunegoro VII sebagai pahlawan penyiaran. 

Tidak hanya itu, di hadapan Wakil Walikota Solo, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, serta jajaran Direktur Induk Televisi Berjaringan, Nuning memaparkan pentingnya mengenalkan situs-situs penyiaran Indonesia kepada khalayak luas, agar menjadi inspirasi sekaligus referensi baik di bidang akademik ataupun para pengambil kebijakan. “Perpustakaan Reksa Pustaka sebagai ruang referensi yang otentik terkait sejarah penyiaran Indonesia, selayaknya mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah,” ujarnya. Selain itu, Nuning juga berharap lembaga penyiaran dapat memberikan kontribusi strategis dalam membantu pengembangan dan pengelolaan koleksi di Reksa Pustaka. “Agar manuskrip penyiaran yang tersimpan dapat segera didigitalisasi sehingga dapat diakses masyarakat dengan lebih mudah,” tambahnya.

(Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyampaikan sambutan di RRI Surakarta)

Monumen Penyiaran

Salah satu penggagas deklarasi Harsiarnas, Hari Wiryawan, sangat mendukung usaha KPI untuk menjadikan Mangkunegara VII sebagai Pahlawan Nasional atau Bapak Penyiaran. Di samping itu, Hari mengusulkan agar pemerintah kota Solo membangun Monumen Penyiaran sebagai upaya menyelamatkan aset sejarah penyiaran sekaligus menghimpun berbagai barang bersejarah bagi dunia penyiaran di Indonesia. “Supaya masyarakat Indonesia dapat mengenal sejarah penyiaran bangsa ini secara utuh dan mengambil inspirasi dalam menyelenggarakan penyiaran yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

(Peserta Sepeda Santai Napak Tilas Sejarah Penyiaran indonesia)

Napak Tilas Sejarah Penyiaran Indonesia terdiri atas kegiatan sepeda santai di kota Solo serta ziarah ke makam Mangkunegoro VII dan Gusti Nurul di Astana Giri Layu, Karang Anyar, Jawa Tengah. Napak tilas menjadi kegiatan pembuka dari dua puluh satu kegiatan yang digelar KPI beserta Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam rangka peringatan Harsiarnas ke-88. Beberapa kegiatan lain yang akan digelar diantaranya Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa, Seminar Nasional, serta Bakti Sosial. Puncak acara peringatan Harsiarnas ke-88 akan dilaksanakan pada Kamis, 1 April 2021 bertempat di Auditorium Sarsito Mangunkusumo, RRI Surakarta, dan disiarkan live di berbagai stasiun televisi induk jaringan.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.