Jakarta -- Program siaran “Good Morning Hard Rocker’s Show (GMHR Show)” yang disiarkan Radio Hard Rock FM Jakarta pada 09 Maret 2021 pukul 08.50 WIB kedapatan memuat percakapan asosiatif antara dua orang pria yang bernuansa dewasa atau menjurus pornografi. Akibat siaran itu, KPI memutuskan menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada program bersangkutan. Demikian ditegaskan KPI dalam surat teguran ke radio Hard Rock FM Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Adapun bentuk percakapan dua orang tersebut yakni: ..mulut gue ngga enak ni bleng..”, “..kenapa sih?..”, “..niup balon kepleset mulu..”, “..coba liat balonnya kok beda sih?..”, “..ada yang baru, gue nemu tadi di kolong lemari bapak gue, gue lagi mau ngembat duit kok ada kotak, ya gue pikir permen karet eh taunya balon..”, “..coba liat karetnya sini, balonnya..”, “..licin ni, berminyak..”, “..ini biar ngga meledak aja, buatan Taiwan ini, “..oh ni minyaknya kalau misalnya ditusuk jarum nembus ya, kayak pesulap..” “..tiup bleng, gue mau main volley..”, “..tunggu-tunggu gue pernah nih liat beginian kemarin di kamarnya abang gue, sama tapi di kolom tempat tidur tapi udah kebuka, gue tiup berair dalemnya..”, “..elo ngiler kali tuh..”, “..bleng balon kan bukannya polos ya, kok ini ada buntutnya?..”, “..balon intel ni, ada buntut..”. Percakapan yang sama juga ditemukan Tim Analis Pemantauan KPI Pusat pada tanggal 02 Maret 2021 pukul 08.41 WIB.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan pihaknya tidak akan mentolerir semua bentuk percakapan yang mengarah kepada hal-hal yang asosiatif, baik itu di TV maupun radio. Hal ini jelas telah melanggar aturan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

“Percakapan asosiatif yang terpantau tim pemantauan radio kami dinilai telah melanggar empat pasal khususnya terkait dengan aturan menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat. Selain itu, percakapan asosiatif ini jelas mengesampingkan perlindungan terhadap anak dan remaja dalam setiap aspek siaran,” jelas Mulyo. 

Menurut Mulyo, percakapan asosiatif itu tidak pantas masuk dalam ruang publik yang besar kemungkinan didengarkan oleh khalayak semua kalangan.  Ruang publik ini, semestinya diisi dengan konten atau informasi yang baik, mendidik, dan memberi banyak manfaat bagi masyarakat termasuk remaja dan anak.

“Kita harus memastikan apa yang tersiar ke masyarakat itu tidak hanya sekedar menghibur tapi juga harus benar-benar aman, nyaman dan baik. Radio sekarang banyak didengarkan di mobil. Di dalamnya seringkali ada anak-anak dan remaja. Mereka harus dilindungi. Jadi, kami berharap hal ini tidak terulang lagi dan menjadi perhatian untuk semua lembaga penyiaran radio,” tandasnya. ***

 

Jakarta -- Perkembangan teknologi berdampak besar pada perubahan perilaku masyarakat dalam mengakses informasi. Pada tahun 2002, saat Undang-Undang Penyiaran ditetapkan, konsumsi informasi masyarakat sangat tinggi melalui radio dan televisi. Bahkan, televisi saat itu menjadi keluarga baru yang tidak disadari kehadirannya.

“Radio dan Televisi waktu itu ada di dalam ruangan rumah kita. Ia seperti keluarga baru yang tidak disadari kehadirannya. Kadang, komunikasi antar keluarga tampak lebih kecil daripada menghabiskan nonton televisi,” ucap Agung Suprio saat menjadi Narasumber Webinar Pekan Komunikasi 2021 Institut Bisnis dan Informatika Kasogoro, Sabtu (10/4/2021).

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat ini juga menyampaikan, bahwa era revolusi 4.0, medium informasi kian beragam, bahkan lebih canggih daripada sebelumnya. “Ia tidak hanya menjadikan khalayak sebagai konsumen, tetapi juga produsen konten, lalu menstribusikannya sendiri,” lanjutnya.

Dengan kemudahan ini, Agung mengajak kaum millenial dapat mengambil peran menjadi konten kreator yang menyampaikan pesan-pesan positif serta berkolaborasi untuk menyebarkannya. 

“Kita perlu kolaborasi, saling follow atau reshare pesan-pesan bekualitas, tidak kaleng-kaleng dan edukatif. Hindari pesan-pesan yang memicu sentiment SARA dan  hoaks,” tutupnya.*/Met/Foto: Tedy

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Selatan (Kalsel) menyiapkan program kegiatan literasi di sejumlah kabupaten di wilayah provinsi tersebut. Rencananya, salah satu topik kegiatan literasi ini membahas persiapan menghadapi migrasi dari siaran analog ke digital. 

“Kami mengagendakan literasi di 4 (empat) kabupaten dan salah satu topik literasinya soal migrasi digital. Karena itu, kami minta bahan-bahan literasi kepada KPI Pusat untuk kegiatan ini,” kata Ketua KPID Kalsel, Ahmad Syaufi, saat berkunjung ke KPI Pusat, Selasa (6/4/2021).

Syaufi juga menyampaikan persiapan lembaga penyiaran lokal di Kalsel menghadapi alih teknologi tersebut. Menurutnya, ada kemungkinan lembaga penyiaran lokal di tempatnya mengalami kesulitan menghadapi migrasi yang akan jatuh pada November tahun depan. 

“Kami belum siap untuk siaran digital mengingat kekuatan lembaga penyiaran local kami dalam menyewa mux,” ungkap Syaufi. 

Dalam kesempatan itu, Dia menyampaikan kondisi KPID Kalsel saat ini yang tengah berada dalam masa transisi. Proses pemilihan Anggota KPID Kalsel periode berikutnya sedang berjalan. “Proses seleksi komisioner sedang berjalan,” tambah Syaufi.

Terkait kesulitan LP lokal menghadapi transisi ke digital, Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, mengusulkan seluruh komponen TV lokal di Kalsel agar bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Menurutnya, LP lokal bisa menghemat biaya operasionalnya dengan menyewa MUX yang dipegang TVRI. 

“Anggarannya lebih murah dan semoga TVRI bisa membantu televisi-televisi daerah ini,” katanya. ***/Foto: Agung R

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan menjatuhkan sanksi teguran kepada program siaran “Rumpi No Secret”  yang ditayangkan Trans TV. Program ini dinilai telah melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 tentang kewajiban menghormati hak privasi dan perlindungan terhadap anak dalam isi siaran. 

Hal itu ditegaskan KPI dalam surat teguran pertama untuk program bergenre infotainmen itu. Surat teguran telah dilayangkan ke Trans TV, beberapa waktu lalu. Dalam surat dijelaskan secara rinci pelanggaran “Rumpi No Secret” yang terjadi pada tanggal 1 Maret 2021 pukul 14.05 WIB lalu. Ada 9 (sembilan) pasal yang dilanggar oleh program tersebut.

Adapun bentuk pelanggarannya berupa pernyataan narasumber a.n. Yunita Lestari yang mengungkapkan kekesalannya terhadap Daus Mini dan istrinya seperti, tentang uang bulanan yang mula-mula berkurang hingga tidak diberikan uang bulanan oleh Daus Mini, termasuk disebutkan besaran dari uang bulanan tersebut, dan keinginan istri Daus Mini untuk melakukan tes DNA terhadap anaknya. Dalam tanya jawab tersebut host juga meminta menjelaskan besaran dari uang bulanan tersebut.

Menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, pernyataan yang ditayangkan dalam program tersebut dinilai tidak mengindahkan ketentuan tentang penghormatan privasi seseorang dalam isi siaran. Ungkapan kekesalan yang disampaikan pun dinilai ingin merusak reputasi seseorang (objek) dan hal ini tidak disarankan untuk ditayangkan.

“Program siaran itu wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek isi siaran. Dalam P3SPS memang boleh menyiarkan masalah kehidupan pribadi tetapi tidak untuk berniat merusak reputasi objek yang disiarkan,” jelas Mulyo.

Selain itu, dengan label klasifikasi R (remaja) yang disandang “Rumpi No Secret” semestinya tunduk pada ketentuan tentang penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara. “Karena program ini diklasifikasi R maka konten-konten menyangkut persoalan pribadi yang tidak memberikan nilai edukasi serta manfaat bagi remaja seharusnya tidak perlu ada atau disiarkan. Remaja yang dalam masa pertumbuhan, baik secara fisik dan psikologis, mestinya disuguhkan konten-konten yang penuh nilai dan edukasi,” tegas Mulyo.

Terkait hal itu, Mulyo mengingatkan Trans TV dan seluruh lembaga penyiaran untuk lebih jeli dan memperhatikan aturan tentang perlindungan anak dan remaja dalam siaran. Menurutnya, program siaran dengan klasifikasi R harusnya mendorong remaja belajar tentang perilaku-perilaku yang baik dan sejalan dengan nilai dan norma yang  berlaku. 

“Kita jangan mengajarkan mereka hal yang tidak pantas atau juga yang membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tandasnya. ***

 

 

 

Jakarta -- Perkembangan teknologi informasi telah menghantarkan masyarakat memasuki era disrupsi informasi. Lewat berbagai aplikasi berbasis internet hadir jutaan informasi dalam satu menit. Saat ini, dengan perangkat canggih tersebut, siapapun dapat memproduksi informasi, melakukan edit atau mereproduksi, serta menyebarkan informasi. 

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, dalam diskusi virtual dengan tema “Pengawasan KPI Makin Luas. Benar Ga Sih?” yang diselenggarakan Fakultasi Komunikasi, Universitas Mataram (Unram), Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (5/4/2021).

Dia menjelaskan, media internet yang juga dikenal dengan media baru memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lama seperti TV dan radio. Melalui internet, seluruh  informasi dapat diperoleh dan disebarluaskan tanpa mengenal batas waktu dan tempat. “Bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Informasi yang dibuat di Mataram, bisa diakses sampai ke luar negeri. Bahkan informasi melalui internet juga dapat diulang-ulang,” kata Hardly. 

Kondisi ini, lanjut Hardly, berbeda dengan karakteristik informasi yang disampaikan lewat TV dan radio. Pasalnya, tidak semua orang dapat menjadi pembuat informasi. Selain itu, untuk mengakses informasi di media ini terbatas waktu dan tempat karena sesuai dengan wilayah dan waktu siaran. “Kalaupun ada konten TV yang viral, hal itu terjadi karena menggunakan media baru,” tambahnya. 

Jika melihat dari karakteristik media lama dan media baru, Hardly menilai bahwa cakupan sebaran dan dampak informasi dari media baru jauh lebih luas dibandingkan media lama. Termasuk jika terdapat konten negatif. Adapun pada media lama, bila terdapat konten negatif segera dapat dicegah untuk tidak disiarkan lagi. “Pada media baru, konten negatif dapat tersebar luas secara cepat. Bahkan, dapat dimungkinkan editing untuk semakin mengekspose hal-hal negatif tersebut,” katanya.

Terkait produksi program siaran TV, Hardly mengatakan ada kemungkinan terjadinya kelalaian pembuat program sehingga muncul muatan konten negatif yang dimanfaatkan media baru. 

“Misalnya terdapat adegan berciuman. Biasanya kelalaian tersebut dengan durasi pendek kurang dari 1 menit. Namun dengan proses editing pada media baru, maka kelalaian 1 menit tersebut bisa diulang-ulang sampai 5 menit. Dan bukan itu saja, konten negatif tersebut kemudian diviralkan, seolah-olah hal itu merupakan keseluruhan program siaran TV,” jelas Hardly.

Mengatur media baru dan literasi

Dalam kesempatan itu, Hardly menilai, semua media, baik media lama maupun yang baru, memiliki potensi memberi dampak positif dan negatif. Namun hingga saat ini, pengaturan dan pengawasan secara ketat hanya dilakukan pada media lama, dalam hal ini TV dan radio. Pengaturan dan pengawasan ini menjadi tugas dan kewenangan KPI.

“Adapun untuk media baru, dimana terdapat berbagai aplikasi di internet yang dapat digunakan oleh siapa saja untuk membuat, mengedit dan menyebarluaskan konten, ternyata belum memiliki pengaturan dan pengawasan yang memadai,” ungkap Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan ini.

Melihat perkembangan dan dampak dari media baru, Hardly menilai perlu adanya pengaturan dan pengawasan oleh lembaga independen sebagai representasi civil society. “Hal ini untuk memastikan terjaminnya kebebasan berpendapat, berekspresi, membuat dan mendapatkan informasi, namun tetap berada pada koridor norma dan regulasi yang berlaku di Indonesia,” katanya.

Hardly juga menyampaikan bahwa yang menjadi tantangan ke depan saat ini adalah bagaimana mengarahkan masyarakat, apakah bergerak ke arah masyarakat yang informatif atau disinformatif. Ketika setiap orang dapat memilah dan memilih, saring sebelum sharing, hal ini menyebabkan informasi yang beredar adalah informasi yang benar dan memberi inspirasi positif. 

“Ini artinya kita sedang menuju tatanan masyarakat informatif. Sebaliknya jika informasi yang lebih banyak beredar, dipercayai dan disebarluaskan adalah informasi palsu dan memberi inspirasi negatif seperti perpecahan dan konflik, meskipun ada informasi yang berlimpah, kita sedang bergerak ke arah tatanan masyarakat disinformatif,” tambah Hardly. 

Untuk mendorong masyarakat agar bergerak ke arah tatanan informatif, selain regulasi adalah literasi. Menurut Hardly, masyarakat harus senantiasa mendapat pencerahan agar kritis dalam menggunakan media. “Masyarakat harus senantiasa didorong mencari, membuat dan menyebarluaskan informasi yang berkualitas. Apapun media yang digunakan, baik radio, TV maupun internet,” tandasnya. ***/Foto: Agung R

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.