- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 16705
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran (LP) radio untuk lebih memperhatikan dan memahami ketentuan yang terdapat dalam pedoman penyiaran. Upaya ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran pada siaran terutama oleh para penyiar dan di lagu yang disajikan.
Permintaan ini terkait banyaknya temuan berpotensi pelanggaran oleh tim pemantauan KPI di sejumlah lembaga penyiaran radio, bahkan radio berjaringan. Hal ini disampaikan KPI dalam kegiatan pembinaan untuk radio yang diselenggarakan secara daring dan dihadiri oleh sebagian besar radio yang bersiaran secara berjaringan, Jumat (28/5/2021).
Di awal pembinaan tersebut, KPI menyampaikan adanya lagu-lagu terutama berbahasa asing (Inggris) yang disiarkan di beberapa radio terdapat kandungan atau kata yang tidak pantas, bernuansa cabul atau sensual, dan kasar. Lagu-lagu ini disiarkan pada waktu prime time ketika anak-anak atau remaja aktif atau ikut mengakses siaran radio. Ditemukan pula lontaran kata-kata yang tidak pantas dan bernuansa cabul oleh pembawa acara atau penyiar radio.
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menjelaskan temuan ini menjadi peringatan untuk lembaga penyiaran radio agar bisa memahami secara utuh pedoman penyiaran. Selain itu, lanjutnya, kebijakan internal radio mengenai pemutaran lagu versi radio edit harus lebih ditingkatkan dan diutamakan untuk meminimalisir pelanggaran yang sama terutama lagu-lagu yang didownload dari youtube atau aplikasi musik online.
“PRSSNI dan asosiasi radio lainnya harus berperan dalam penyedian lagu versi radio edit dari label agar mudah diakses oleh radio. Beberapa kajian tim pemantauan radio kami menemukan lagu yang terlihat ada nuansa yang mengarah pada free seks, ini kategori yang berat. Untungnya lirik itu disampaikan dalam bahasa Inggris yang bisa jadi jumlah pendengar yang paham jauh lebih sedikit. Apalagi beberapa diksi tersebut diungkapkan dalam slank/prokem atau spesifik yang kurang lazim ditemukan dalam kamus bahasa Inggris,” pinta Mulyo kepada perwakilan radio yang ikut dalam pembinaan tersebut.
Mulyo juga menyampaikan temuan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa penyiar radio. Pelanggarannya berupaya dialog atau candaan bernuansa seksualitas. Terkait ini, KPI sudah memberikan beberapa sanksi pada konten yang mengandung candaan seksual.
“Kami juga meminta kepada teman-teman penyiar untuk memperhatikan dan berhati-hati soal ini. Harus ada kontrol jangan kemudian mengeluarkan kata-kata yang memiliki kemiripan dengan kata-kata kasar, pembicaraan seksualitas, pornografi. Jangan juga kita membiarkan kata anjay atau kata kasar lainnya menjadi sesuatu yang lumrah,” ujarnya.
Hal yang sama juga dilontarkan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza. Menurutnya, persoalan lagu yang bermuatan seperti di atas pernah dibahas dalam pertemuan dengan PRSSNI. Bahkan, KPID Jabar pernah mengeluarkan rekomendasi mengenai judul lagu yang tidak boleh diputar.
Terkait radio edit, Reza mengingatkan pentingnya prosedur ini dijalankan oleh radio. Menurut dia, semestinya radio mengirimkan label yang sesuai radio edit. Pasalnya, ada kecenderungan muatan asosiatif dalam lagu yang nuansanya berhubungan dengan seksualitas. Ini bisa menjadi perhatian label juga ketika sampelnya dikirim ke radio.
“Radio itu disesuaikan di setiap negara. Yang jadi masalah ketika lagu tersebut didownload langsung dari internet. Ini harus diperhatikan. Saya sarankan, teman-teman di label diundang bersama asosiasi menjadi perhatian bersama, bisa mengurangi diputarnya lagu yang berpotensi melanggar,” usul Echa, panggilan akrab Komisioner KPI Pusat bidang PS2P.
Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan, menambahkan prinsipnya siaran lagu selain untuk menghibur jangan justru menggerus fungsi edukasi yang merupakan komitmen lembaga penyiaran. Karena itu, lanjut dia, hal-hal seperti itu tidak bisa dibiarkan begitu saja.
“Setuju dengan teman-teman PRSSNI agar list lagu yang kontennya melanggar P3SPS untuk ditindaklanjuti ke segenap lembaga penyiaran. Kita sepakat secara final untuk komitmen mengedepankan aspek edukasi tanpa terkooptasi dengan aspek apapun, termasuk segmen pendengar ataupun aspek market share,” kata Aswar.
Sementara itu, salah satu pengurus PRSSNI, Pradhitya Sutrisno, menyatakan pihaknya berterima kasih atas masukan dari KPI. Menurutnya, PRSSNI tidak akan berdebat terlalu jauh soal lagu bermuatan lirik yang bernuansa seksual yang ada di market, sebab penafsiran terhadap lirik itu kompleks, pemahaman satu orang dan lain bisa multidimensional.
“Kami menjunjung tinggi P3SPS KPI. Pada Pasal 20 hal itu tidak diizinkan. Karena kami support P3SPS, ke depan kami usul misalnya daftar lagu-lagu yang bermuatan hasil temuan KPI di share ke kami sehingga bisa kami review secara internal. Sebab percayalah tidak ada maksud dari kami dengan sengaja melanggar P3SPS, sebab lagu itu banyak sekali materinya, sejam bisa 10-20 lagu. Sejam 18 jam siaran, bahkan ada yang 24 jam siaran,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, KPI Pusat juga menyampaikan dukungannya terhadap rencana PRSSNI dan asosiasi radio lainnya untuk mendapatkan perhatian terkait penerapan pungutan royalti. Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan pihaknya akan membantu teman-teman radio agar kebijakan tersebut tidak memberatkan lembaga penyiaran radio yang kondisinya semakin terpuruk. Pasalnya, jauh sebelum pandemi, kondisi radio telah tersisih oleh media televisi, dan beberapa tahun terakhir semakin tersisih oleh media digital.
“Setahun lebih diperparah oleh pandemi covid-19. KPI berharap, pemerintah tidak hanya melihat radio berjaringan di Jakarta yang sepintas tampak masih eksis, tapi juga radio-radio di daerah yang hidup segan mati tak mau,” katanya.
Dia menambahkan, ada kepentingan-kepentingan sosial yang harus dijaga dan terus disuarakan melalui radio. Meski makin sedikit, Agung percaya radio masih bisa menyampaikan pesan kebaikan secara efektif. Satu suara berjuta telinga, tutupnya. ***