Jakarta - Rencana peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88 yang digagas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan penyiaran. Dalam rapat koordinasi antara KPI Pusat dengan jajaran asosiasi televisi serta lembaga penyiaran publik, komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela menyampaikan rangkaian peringatan Harsiarnas tahun 2021 yang akan dilangsungkan di kota Solo, tempat pertama kali Harsiarnas dideklarasi. 

Peringatan Harsiarnas ke-88 mengambil tema “Penyiaran Sebagai Pendorong Kebangkitan Ekonomi Pasca Pandemi”.  Menurut Hardly, dipilihnya tema ini karena sejalan dengan agenda besar nasional berupa penanggulangan pandemi melalui vaksinasi. Selama ini, lembaga penyiaran sudah mengambil bagian mendukung program pemerintah tersebut, dengan menjalankan fungsinya secara baik. Yakni dalam berbagai pemberitaan, iklan layanan masyarakat ataupun program siaran lain yang memberikan dorongan bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam penanggulangan pandemi. Dengan dimulainya program vaksinasi, diharapkan pandemi pun segera berakhir dan pemulihan ekonomi dapat diwujudkan. Dalam konteks inilah, ujar Hardly, industri penyiaran berkomitmen untuk dapat menjadi pendorong program recovery untuk perekonomian nasional.  

Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution menyatakan dukungan atas rencana KPI menggelar peringatan Harsiarnas ke-88 ini. Dukungan penuh ATVSI ini akan direalisasikan dalam berbagai bentuk, termasuk juga ikut melakukan sosialisasi Harsiarnas melalui berbagai program acara. KPI sendiri berharap, seluruh lembaga penyiaran dapat  membuat iklan layanan masyarakat (ILM) tentang Harsiarnas. “Dalam peringatan Harsiarnas ini terdapat pula nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme yang seharusnya dapat memberikan inspirasi pada generasi muda,” ujar Hardly. 

Adapun kegiatan Harsiarnas yang sudah disiapkan oleh KPI diantaranya adalah; napak tilas sejarah penyiaran Indonesia, gerakan literasi sejuta pemirsa, dan seminar nasional. Adapun puncak peringatan Harsiarnas ke-88 rencananya akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo beserta Menteri Komunikasi dan Informatika, Johny G Plate. 

Presiden Joko Widodo sebenarnya memiliki peran penting dalam lintasan sejarah Harsiarnas. Saat deklarasi Harsiarnas pertama kali di kota Solo, Presiden saat itu masih menjabat sebagai Walikota dan ikut menandatangani inisiatif deklarasi Harsiarnas di tahun 2010. Selanjutnya di tahun 2019, melalui Keputusan Presiden nomor 9 tahun 2019, Presiden menetapkan tanggal 1 April sebagai Hari Penyiaran nasional.  Puncak peringatan Harsiarnas ke-88 akan diselenggarakan di kantor Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta yang juga memiliki makna kesejarahan yang besar atas kiprah penyiaran di Indonesia. 

Peringatan Harsiarnas ke-88 ini turut didukung oleh Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) yang diwakili oleh Deddy Risnanto dari Kompas TV.   Sedangkan dari TVRI sebagai lembaga penyiaran publik, dukungan diberikan dengan memberikan peliputan penuh atas setiap kegiatan yang diselenggarakan. Termasuk juga memberikan waktu untuk talkshow Harsiarnas di TVRI. Sementara itu, menurut Gilang Iskandar selaku Corporate Secretary EMTEK, peringatan Harsiarnas juga harus memiliki dampak sosial pada masyarakat.  Untuk itu, dari pihak EMTEK akan menggelar Bakti Sosial dalam rangkaian Harsiarnas ke-88. 

Harsiarnas ke-88 ini menjadi yang pertama kali diperingati setelah ditetapkan secara resmi oleh Presiden. Hardly berharap peringatan Harsiarnas menjadi momen kolaborasi dan sinergi dari seluruh insan penyiaran, untuk mengukuhkan eksistensi penyiaran yang memiliki fungsi ekonomi dan juga perekat sosial di tengah masyarakat.

 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mendorong adanya pengaturan serta pengawasan terhadap media baru di tanah air. Pengaturan ini dinilai bukan sebagai bentuk pengekangan terhadap kebebasan berekpresi, tapi lebih kepada mengedukasi masyarakat agar menghormati etika dan norma yang telah ada di negara ini.

Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat menjadi narasumber kegiatan webinar yang diselenggarakan Inter Study dengan tema “Transformasi Digital dan Menembus Batas Era Podcast”, Rabu (10/3/2021).

“Perkembangan teknologi memunculkan banyak platform. Platform Itu sendiri netral. Ada yang digunakan untuk sebarkan konten positif, namun banyak juga yang sebarkan konten negatif. Nah, oleh sebab Itu perlu perhatian kita bersama untuk mengatasi konten negatif dan dampaknya. KPI sendiri belum mempunyai kewenangan untuk mengatur media baru ataupun platform yang diisi oleh konten negatif. Sementara itu, UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran tidak ada kewenangan mengatur media ini. Jadi ada kekosongan mengenai media baru ini. Padahal, media baru memerlukan pengaturan. Namun perlu ditekankan pengaturannya harus proporsional dalam pengertian jangan sampai mengekang kebebasan berekspresi,” jelasnya.

Lebih lanjut Agung menjelaskan, pengaturan ini lebih diarahkan untuk memberikan perlindungan terhadap karakter bangsa. Menurutnya, tanpa regulasi yang memayungi, keberadaan media baru dikhawatirkan akan berdampak negatif khususnya terhadap generasi bangsa. “Jika media baru tidak diatur kita akan berpotensi kehilangan jati diri bangsa karena tidak adanya regulasi yang jelas dalam hal ini,” ujarnya.

Agung mengatakan salah satu hal yang membuat pihaknya sepakat agar media baru ini diatur karena banyak ditemukan hal-hal yang tidak sesuai seperti perkataan tak pantas. Konten seperti ini mestinya tidak layak karena anak-anak ada yang menonton. 

“Di tiktok misalnya, banyak ditemukan kata-kata yang tidak pantas sehingga tidak bisa dipungkiri akan mengubah perkembangan khususnya anak-anak dan ini jadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan,” tutur Agung. 

KPI pernah mengeluarkan wacana pengawasan media baru dan membuat banyak menerima respon pro dan kontra publik. Namun saat ini, dukungan publik agar media baru diatur makin banyak. “Kita masih menunggu RUU Penyiaran yang diharapkan akan ada tentang media baru. Banyak negara maju yang memiliki regulasi media baru dan ini harus menajdi acuan bangsa Indonesia untuk concern juga di media baru,” tandasnya. ***

 

 

Semarang -- Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menyambut baik diselenggarakannya peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke 88 di Solo (Surakarta), Jawa Tengah, pada 1 April 2021 mendatang. Harsiarnas kali ini diharapkan dapat menjadi tonggak sejarah penyiaran digital di tanah air. Hal itu disampaikannya saat menerima kunjungan Ketua, Wakil Ketua dan Komisioner KPI Pusat di Kantor Gubernur Jateng, Rabu (3/3/2021).

“Temanya menarik tentang penyiaran digital. Sekarang sudah berjalan dan mau kita kuatkan. Mudah-mudahan bisa menjadi milestone (tonggak) bagi penyiaran digital nasional,” ujarnya. 

Menurut Ganjar, dunia penyiaran di Indonesia harus semakin kuat dan mempunyai visi serta misi merawat persatuan bangsa. Hal ini sangat penting, pasalnya saat ini seluruh dunia telah memasuki era disrupsi informasi dan diversifikasi konten digital.

“Saya berharap acara ini juga dihadiri oleh para influencer atau youtuber yang memiliki jutaan penonton. Ini dapat menata visi misi bangsa dan dunia kepenyiaran lebih maju. Sekarang ini, semua orang bisa membuat TV termasuk saya. Jadi kalau dilihat dari sisi penyiaran menarik. Karena suka tidak suka, mau tidak mau, kita mesti masuk ke sana,” kata Ganjar.

Sementara itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan tonggak senjarah penyiaran di Indonesia bermula dari Surakarta. Bahkanm, ide awal penetapan Harsiarnas pun bermula dari Presiden Joko Widodo, yang kala itu masih menjadi Walikota Solo. 

“Kenapa Surakarta karena di sanalah pertama kali radio penyiaran milik pribumi pertama lahir. Radio itu bernama Solosche Radio Vereeniging atau SRV dan berdirinya pada 1 April,” jelasnya.

Dia menyampaikan, peringatan Harsiarnas ke-88 ini diharapkan menjadi titik tolak penyiaran digital yang akan diresmikan pad 2 November 2021. Untuk itu, Agung berharap seluruh elemen bersinergi untuk mewujudkannya.

PIC Peringatan Harsiarnas ke 88 sekaligus Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menyampaikan rencana bentuk kegiatan dan acara puncak peringatan Harsiarnas di Solo. 

“Kami akan mulai melakukan rangkaian kegiatan peringatan Harsiarnas ini mulai tanggal 28 Maret hingga hari puncaknya di 1 April nanti. Bentuk kegiatannya mulai dari literasi media, sekolah P3SPS, napak tilas penyiaran, hingga acara puncak Harsiarnas,” jelas Hardly. 

Dalam kesempatan audiensi ini, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri, Kabag Umum KPI Pusat, Syamsuddin. ***  

 

Surakarta – Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, menyambut baik peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke 88 pada 1 April 2021 diselenggarakan di Kota Solo. Dia menyatakan Solo siap menjadi tuan rumah peringatan Harsiarnas tahun ini. Hal itu disampaikannya saat menerima kunjungan Tim Persiapan Harsiarnas ke 88 KPI Pusat, Kamis (4/3/2021) di Kantor Wali Kota Solo, Jawa Tengah.

“Mari-mari silahkan. Kami siap mendukung dan bersinergi serta akan mem-follow up hal ini secepatnya. Kami senang sekali Solo menjadi tuan rumah peringatan Harsiarnas ke 88 ini,” kata Wali Kota Gibran. 

Wali Kota yang baru dilantik ini berharap kegiatan peringatan Harsiarnas di Solo banyak melibatkan anak-anak muda. “Saya mohon dibantu saja. Dan acara ini kalau boleh karena kick offnya dari tanggal 28 Maret kegiatan banyak melibatkan anak mudanya. Mungkin ada mentoring seperti literasi dan lainnya untuk membuat konten kreator. Dan monumen pers ini baru dan diharapkan menjadi tempatnya anak muda di Solo,” pinta Gibran.

Sementara itu, di awal pertemuan tersebut, PIC Harsiarnas ke 88 sekaligus Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menyampaikan bahwa momentum peringatan Hari Penyiaran 1 April pertama kali dideklarasikan di kota Solo. Pada saat itu Wali Kota Solo adalah Joko Widodo yang sekarang Presiden RI ikut mendeklarasikannya.

“Lalu dalam perjalanan dikeluarkan Presiden Joko Widodo menjadi 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional. Itu sejarah dari Harsiarnas dan setiap 1 April diperingati sebagai hari penyiaran. Dan, pada tahun ini, peringatan Hari Penyiaran Nasional Kembali ke kota Solo. Selain itu, peringatan kali ini akan mengagendakan peralihan dari siaran analog ke digital dan pada dihari puncak peringatannya, Presiden Jokowi akan menekan tombol kick of figital tersebut,” jelas Hardly.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah menambahkan, rencana kegiatan Hasiarnas di Solo akan diisi dengan napak tilas penyiaran dengan mengunjungi Monument Pers, Stasiun Radio RRI hingga Pura Mangkunegara dan beberapa tempat lainnya. 

“Kita akan menggunakan sepeda untuk mengujungi tempat-tempat tersebut. Kita juga akan adakan kegiatan literasi. Literasi ini akan bekerjasama dengan perguruan tinggi di kota Solo dan kami minta kegiatan ini berlangsung di balai kota atau monumen pers. Kami juga akan melakukan seminar dan meminta pak wali untuk memberi sambutan di acara tersebut. Dan di hari puncaknya, kita akan tayangkan melalui televisi induk jaringan dan rencananya menghadirkan Presiden, Menteri, Gubenur Jateng serta Wali Kota SoLo,” jelas Nuning.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyampaikan peringatan Harsiarnas ini juga menandalan Solo sebagai tempat kick off penyiaran digital di 2022 nanti. Selain itu, peringatan penyiaran ini untuk melegitimasi atau menjadikan Mangkunegara VII sebagai Bapak Penyiaran Nasional. “Ini kami harap jadi satu paket. Kami minta dukungan dan bantuannya,” pinta Mulyo.

Dalam kesempatan itu, inisiator Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) dan Budayawan, Hari Wiryawan, menyampaikan buku sejarah penyiaran nasional ke Wali Kota Solo, Gibran. Buku tersebut menyuguhkan seluruh catatan dan peristiwa yang terkait dengan berkembangnya penyiaran nasional yang dimulai oleh siaran dari Radio SRV (Soloche Radio Vereenigings). Penyerahan buku juga disaksikan Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri dan Kepala Bagian Umum, Syamsudin. ***

 

 

Jakarta - Penyiaran merupakan salah satu media yang efektif untuk merawat nasionalisme, karena informasi yang terkandung dalam penyiaran merupakan instrumen penting dalam menjaga nasionalisme kita. Dengan digitalisasi penyiaran yang memberikan akses informasi lebih merata ke seluruh pelosok di Indonesia, diharapkan ketahanan informasi serta ketahanan budaya juga terbentuk dengan kuat. Hal tersebut disampaikan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Bidang Kelembagaan Hardly Stefano Pariela saat menerima Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Bidang Media dan Propaganda, di kantor KPI Pusat, (1/3). 

Dipimpin oleh Ketua Bidang Media dan Propaganda Ariansyah, turut hadir Sekretaris Umum Bidang Media dan Propaganda Fachri Hidayat, Wakil Ketua Bidang Agraria Sahdan, serta Wakil Ketua Bidang Pergerakan Sarinah Fanda Puspitasari. Dalam audiensi tersebut Hardly memaparkan tantangan dunia penyiaran ke depan saat siaran analog dihentikan dan siaran digital dimulai. “Jumlah stasiun televisi di masa mendatang akan berjumlah berkali lipat dari sekarang,” ujarnya. Hal ini tentu membutuhkan kemampuan pengelolaan konten siaran yang sesuai dengan regulasi penyiaran, dalam hal ini undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). 

Selain itu, tambah Hardly, masyarakat belum memahami betul bagaimana penyiaran digital ke depan akan direalisasi, apalagi sebagian besar masyarakat masih menggunakan perangkat televisi dengan modulasi analog. Hardly berharap, GMaNI dapat ambil bagian dalam sosialisasi penyiaran digital di tengah masyarakat. Tidak sekedar itu, menurut Hardly, GMNI juga harus ikut mengambil posisi mengingatkan kembali janji pemerintah tentang kualitas penyiaran digital yang lebih jernih dan bersih secara audio visual dan canggih secara teknologi. Tingginya kualitas siaran digital juga harus dapat dinikmati di seluruh pelosok daerah di Indonesia, bukan hanya di kota-kota besar saja, tukas Hardly.  

Pembicaraan bersama mahasiswa ini kemudian berlanjut pada pengaturan konten di media baru. Fachri Hidayat mengatakan secara pribadi dirinya mendukung pengaturan media baru diserahkan pada KPI. Hardly sendiri menilai, sebagai sebuah saluran kebebasan berekspresi selayaknya pengawasan media baru diserahkan pada kelompok masyarakat sipil ketimbang pemerintah. “Tentunya dengan menggunakan pendekatan hukum administratif bukan pidana, untuk setiap pelanggaran,”ujarnya. Apalagi saat ini, pers diawasi oleh Dewan Pers, penyiaran diawasi oleh KPI, yang keduanya merupakan perwakilan dari kelompok masyarakat sipil. 

Secara rinci Hardly memaparkan konten di lembaga penyiaran, televisi dan radio, diatur sedemikian ketat melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Sedangkan untuk di internet, setidaknya terdapat enam jenis konten yang diawasi oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yakni kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan pengancaman, berita bohong, dan SARA. “Undang-undang penyiaran memang mengatur banyak isu, namun sanksi yang diberikan hanyalah administratif. Sedangkan UU ITE hanya mengatur enam hal, namun memiliki sanksi pidana,” ucapnya. 

Dengan beragam tantangan penyiaran digital ke depan serta disrupsi informasi di media baru, Hardly berharap mahasiswa dapat mengambil peran tidak sekedar sebagai agent of change, tapi juga agent of transformation. Mahasiswa dapat ikut membantu masyarakat melewati transformasi digital ini dengan perilaku yang baik, sehingga komunitas yang terbangun adalah komunitas informatif yang bermanfaat bukan komunitas disinformatif. 

Selain itu, mahasiswa diharap mampu membuat konten bermanfaat di media sosial. Saat ini internet dan media baru menjadi hutan belantara tanpa regulasi yang memadai. Beragam informasi dapat diakses termasuk informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. “Juga informasi yang bertentangan dengan ideologi bangsa kita,” ujarnya. GMNI harus mampu mengisi ruang percakapan di dunia maya dengan konten nasionalisme yang mampu menangkal nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila. “Kita sedang berhadapan dengan globalisasi virtual. Karena itu kita harus hadapi dengan nasionalisme virtual,” pungkas Hardly.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.