Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berupaya menertibkan konten siaran yang mengandung unsur hipnotis atau hypnosis untuk tujuan yang tidak tepat. Saat ini, berdasarkan pemantauan KPI Pusat, praktis hipnosis (atau dengan sebutan lainnya) mulai marak tayang di sejumlah program acara di televisi. Kebanyakan untuk mengungkap kehidupan pribadi, aib orang lain, atau ngerjain talent.

Dalam sebuah diskusi kelompok terpumpun atau FGD tentang hipnosis yang diselenggarakan KPI Pusat, pekan lalu, dibahas tentang hal ini. Tujuan menggunakan praktik hipnosis dalam siaran lebih banyak untuk kepentingan hiburan atau mengorek kasus antar pribadi. Padahal dalam aturan penyiaran, ada kewajiban dan juga larangan agar isi siaran tidak mengumbar aib, kehidupan pribadi, atau merusak reputasi orang. 

Menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, praktik hipnosis banyak ditemukan di acara reality show, variety show, dan infotainmen. Dan, bicara hipnosis di TV, lebih dominan mengangkat konflik rumah tangga. Contoh terbaru adalah kasus hipnosis Dewi Persik yang menyebabkan keluarnya sanksi teguran bagi sejumlah program siaran.

“Perilaku hipnosis digunakan untuk mengerjai talent. orang yang takut ular disugesti untuk tidak takut tetapi pada adegan berikutnya kesadaran dikembalikan sehingga muncul ketakutan yang luar biasa agar penonton terhibur oleh polah ketakutannya. Ketika kami melakukan panggil untuk  pembinaan atau klarifikasi, banyak yang berkilah hal tersebut bukan hipnosis, orang yang bersangkutan dalam kondisi sadar, atau sekedar adegan gimmick. Lebih banyak hiburan daripada tujuan pengobatan. Hipnosis sebenarnya bisa digunakan untuk tujuan kesehatan, masyarakat dapat diajarkan untuk bisa mengatasi kondisi psikis tertentu dengan cara ini,” kata Mulyo saat menjabarkan presentasinya di acara tersebut.

Lebih lanjut, dia menilai hipnoterapi sebaiknya ditujukan untuk sesuatu yang bermanfaat atau baik. “Ada dua sisi, manfaat baik dan buruk, ada juga yang mengenalnya sebagai ilmu. Kalau bicara manfaat baik ini yang kita harapkan. Jangan stage hipnotis hanya untuk kebutuhan entertaint. Dalam masyarakat kita, terbiasa disuguhi adegan penderitaan orang untuk menimbulkan tawa atau simpati yang salah tempat. Dalam kaitan penyembuhan, jangan pula dimunculkan adegan dengan visual yang cenderung dikategorikan merendahkan martabat orang, meraung-raung, merangkak layaknya binatang. Ada atau tanpa izin hal tersebut juga dilarang ditayangkan di layar kaca,” pinta Mulyo. 

Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Mimah Susanti, menambahkan pentingnya batasan terkait muatan hipnosis di layar kaca. Menurutnya, surat edaran yang pernah dilayangkan KPI terkait persoalan hipnosis dapat menjadi rujukan bagi lembaga penyiaran dalam penayangan program acara. 

“Kami mengkhawatirkan hal ini dan berharap menjadi perhatian kita bersama. Kita harus memperhatikan komitmen bersama memberikan perlindungan anak dan remaja yang menjadi tujuan dalam P3SPS,” ujarnya. 

Sementara itu, narasumber lain, Psikolog Ivan Sujana,  menyatakan setiap profesi seperti hipnoterapi memiliki kode etik tersendiri. Menurutnya, perlindungan pada talent yang dilibatkan dalam acara sangat vital. Mereka jangan dibuat sampai tidak nyaman. “Talentnya dan masyarakat jangan sampai dirugikan,” katanya.

Dia menambahkan, peran penghipnosis juga sangat krusial untuk mengontrol pasiennya. Menurut Ivan, penghipnosis harus memilah apa saja yang akan dia tanya ke talen. “Apa dampak negatifnya, hal ini harus dia ketahui betul,” paparnya.  

Tayangan seperti ini, lanjut Ivan, akan menimbulkan adanya potensi pelanggaran dan banyak hak orang terlanggar. Terlebih jika hal ini bicara soal masyarakat secara umum. "Jika ini alasan gimik atau rekayasa, buat saya alasan itu tidak sah. Masak hanya segitu saja kreativitasnya. Kalau itu dipakai buat gimik atau ngaku-ngaku, profesi orang lain bisa terdampak,” jelasnya. 

Host yang juga ahli hipnoterapi, Rommy Rafael, yang juga narasumber diskusi menceritakan bagaimana dia belajar ilmu tersebut dan mempraktikannya untuk pertama kali di layar kaca. Dia juga menjelaskan bagaimana proses hipnosis terjadi pada orang lain. 

“Definisi hipnosis kapan pun dia fokus dan relaks itu hipnosis. Pada saat seperti itu, orang yang dihipnosis tidak bisa mengeluarkan unek-unek,” katanya. 

Menurut Rommy, kesalahpahaman praktisi hipnoterapi adalah mereka punya kontrol 100% terhadap objeknya. Karena itu, hal ini harus menjadi perhatian masyarakat dan menjadi pengetahuan bagaimana membedakan orang yang ahli dan yang tidak dalam proses hipnosis. 

“Di Indonesia itu banyak orang yang minggu lalu ikut pelatihan hypnoterapi lalu langsung praktik. Siapa pun yang punya kamera SLR itu menganggap dirinya fotografer. Orang yang baru ikut kelas 3 jam menganggap Romy saingannya dia. Di era sekarang, banyak coach yang enggak jelas. Banyak orang tidak pernah nyemplung ngajarin orang berenang,” tandasnya dalam diskusi yang dimoderatori Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia. ***

Jakarta --  Indonesia akan menjadi negara tertinggal di dunia jika tidak segera melakukan peralihan teknologi penyiaran dari sistem analog ke digital. Tidak itu saja, keterlambatan ini akan mengakibatkan bangsa ini menjadi ladang pembuangan teknologi lawas dari negara lain yang selangkah lebih maju dari kita.

Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam Webinar dengan tema “Kepastian Transformasi Digital di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu, (26/8/2020).

“Indonesian harus segera bermingrasi agar kita tidak menjadi tempat pembuangan sampah teknologi dari luar. Selain itu, manfaat digital itu sangat banyak seperti keuntungan finansial dari digital devidennya,” katanya. 

Hal ini sesuai dengan perintah Presiden yang mengatakan bahwa transformasi digital harus tuntas karena ini berdampak langsung pada internet dan akan mendatangkan keuntungan finansial yang kita dapatkan dari tumbuhnya pelaku industri baru dalam industri digital.

Menurut Agung, pembicaraan soal digitalisasi menyangkut ada dua hal yakni penyiaran dan internet. Kaitan antara penyiaran dan internet ini sangat berhubungan dengan pentingnya analog switch off (ASO).

“Perhatian orang saat ini hanya pada switch off. Untuk apa beli TV pintar tapi kita tidak bisa memanfaatkan TV tersebut. Sama halnya kayak beli HP 5G tapi tidak bisa dipakai karena tidak ada frekuensinya,” ujarnya. 

Sekarang ini, kata Agung, jika kita ada di daerah bukit dengan teknologi analog harus pakai antene tinggi. Kesulitan ini membuat orang indonesia banyak berlangganan TV kabel. Untuk mendapatkan konten free to air, masyarakat harus bayar. 

“Padahal itu free to air. Jika sudah digital kesulitan seperti itu tidak ada lagi. Kualitas gambar sangat jernih dan jelas. Ini sangat nyaman bagi publik,” jelasnya. 

Menurut Agung, untuk saat ini Indonesia belum dikatakan masuk abad digital. Pasalnya, masih banyak daerah di tanah air yang baru menikmati 2G atau 3G. “Kita akan masuk ke dunia digital sesungguhnya jika sudah bermigrasi dari analog ke digital,” tutupnya.

Webinar yang dipandu Luthfi Assyaukanie, Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, juga menghadirkan narasumber antara lain Titin Rosmasari (Pemimpin Redaksi Trans TV-Trans7-CNN), Willy Aditya (Wakil Ketua Baleg dan Komisi 1 DPR RI), dan Mohammad Mirdal Akib (CEO Media Grup). **/Foto: Agung Rahmadiansyah

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta Trans7 untuk lebih berhati-hati ketika menayangkan program siaran yang di dalamnya terdapat muatan mistis dan supranatural. Apalagi jika tayangan tersebut dilabeli dengan klasifikasi R (remaja) dan tayang pada jam anak-anak dan remaja sedang aktif menonton TV.

Permintaan itu disampaikan KPI Pusat pada saat kegiatan pembinaan isi siaran program acara “Selebrita Siang” dan “Selebrita Ekspose” Trans7 secara daring, Jumat (4/9/2020). Dua program infotainmen ini kedapatan menyisipkan segmen yang dinilai KPI Pusat berbau unsur mistik dan supranatural.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan siaran bernuansa unsur tersebut harus mengikuti aturan main yang terdapat dalam P3 dan SPS KPI serta surat edaran KPI Pusat tentang penayangan program bermuatan mistis, horor, dan supranatural yang telah disampaikan ke lembaga penyiaran, beberapa waktu lalu. Menurutnya, KPI tidak melarang adanya program siaran seperti ini tapi harus mengikuti aturan yang berlaku.

“Dua program infotainmen ini berklasifikasi R dan tayang pada waktu anak dan remaja menonton. Jika melihat segmen yang ada di dua program itu, kami melihatnya cenderung menyajikan unsur mistik dan horor. Jika yang ingin disajikan untuk mengungkapkan sisi budayanya, harusnya sajiannya menyesuaikan dan dominan soal edukasinya. Penilaian kami justru lebih banyak menggaungkan nuasa mistiknya. Apalagi ditambah instumen musiknya yang menyeramkan dan ada bunyi ketawa yang kita semua tahu itu kuntilanak,” jelas Mulyo.

Pengemasan konten seperti ini, terlebih untuk acara yang turut ditonton anak dan remaja, akan memberi pemahaman dan pembelajaran yang negatif terhadap anak dan remaja. Jika tujuannya untuk menyampaikan sejarah harus dikemas secara utuh persoalan sejarahnya dan jika yang dibahas mengenai supranatural harus disampaikan secara ilmiah dan menonjolkan duga-dugaan.

“Kami sangat peduli dengan persoalan ini karena tayang di jam anak dan remaja menonton. Khawatirnya, ini membuat persepsi anak misalnya terhadap bangunan tua, menjadi sarangnya mahluk astral dan mereka jadi takut untuk hadir atau bertandang ke gedung tersebut. Tidak mau berkunjung ke museum. Mestinya, nilai sejarah dan budayanya yang ditonjolkan. Jika tujuannya untuk sejarah dan budaya itu sangat bagus dan jangan kemudian ceritanya menjurus ke arah mistis dan supranatural,” kata Mulyo.    

Koordinator bidang Isi Siaran, Mimah Susanti, menambahkan pembinaan ini dilakukan agar Trans7 dapat lebih berhati-hati dalam menayangkan sebuah program acara terkait dengan siaran berbau MHS. “Kami mengingatkan hal ini agar tidak kebablasan dan kami sudah ada edaran mengenai tayangan tersebut. Kami minta lebih berhati-hati lagi soal ini,” katanya saat membuka acara pembinaan itu.

Sementara itu, perwakilan Trans7 dan Selebrita Siang, Fikri Firdaus, menjelaskan segmen yang terdapat dalam acara “Selebrita Siang” merupakan siaran yang membahas soal legenda, budaya, dan sejarah. Menurutnya, tidak secara menyeluruh membahas tentang tiga unsur mistis dan supranatural. Durasinya juga lebih lebih banyak kisah sejarah. Hanya kebetulan hal itu muncul pada bagian akhir segmen maka seolah menggarisbawahi.

“Kita lebih membahas pada kisah dan ceritanya. Kami sebenarnya memberi penjelasan soal bangunan itu dengan mewawancari petugas museum dan ahlinya. Ini bagian dari segmen dan tidak secara menyeluruh. Segmen lain kita juga ada kuliner dan lainnya,” katanya. ***

 

Jakarta --  Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menyatakan Indonesia harus segera mungkin beralih dari penyiaran analog ke digital (analog switch off). Bila perlu, peralihan tersebut jangan menunggu waktu lama. Jika dapat dalam satu tahun ke depan sudah diimplementasikan. 

“Tidak perlu tunggu waktu lama hingga bertahun-tahun lagi. Jika Indonesia sudah siap, sebaiknya segera dialihkan. Jangan menunggu dua atau lima tahun lagi. Jika perlu dalam satu tahun dari sekarang, jika memang sudah siap, segera beralih,” katanya di sela-sela webinar bertajuk Sosialisasi Digital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerjasama dengan Pemda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (2/9/2020) kemarin.

Reza menilai perpindahan teknologi ini akan memberi dampak positif terhadap perkembangan penyiaran di tanah air seperti makin maraknya keberagaman konten lokal. Misalnya, ada 700 televisi di Indonesia setelah beralih ke digital akan ada peluang kelipatan kanal yang dapat disi konten baru dengan berbagai latar keinginan dan genre

“Ini juga menjadi tantangan kita juga apakah dengan banyaknya kanal yang tersedia hal ini akan menjadikan kontennya akan beragam. Karena itu, kami memiliki kajian terkait persoalan ini dengan rencananya kami melakukan riset terhadap kenyamanan dan kepentingan publik terhadap isi siaran. Setidaknya ini akan dapat menjawab sebenarnya siaran seperti apa yang dinginkan mereka khususnya di daerah,” jelas Reza.

Dia juga mengingatkan tantangan lain dari banyak konten akibat digital. Sebaiknya, lanjut Pria yang biasa di sapa Echa, harus ada kolaborasi antara lembaga penyiaran eksisting dengan konten kreator di daerah. Kreasi kedua produksi konten ini, dapat menumbuhkan iklim yang sehat dan juga produksi konten yang lebih baik, berkualitas, bermanfaat dan sekaligus menarik ditonton.

“Saya melihat ini tantangan bagi kedua belah pihak ke depannya. Saya juga meyakinkan bahwa konten creator lokal atau sineas-sineas muda yang terlahir dari sekolah menengah dapat diandalkan dan tak kalah bagus dengan yang sudah ada. Ini regenerasi yang baik terhadap kelanjutan produksi konten di dalam negeri,” tandas Echa. ***/Foto: Agung Rachmadiansyah

 

Jakarta -- Digitalisasi penyiaran memang sebuah keniscayaan. Namun hingga saat ini, di antara negara Asia Tenggara, hanya Indonesia dan Timor Leste yang belum ASO (analog switch off) alias beralih dari teknologi analog ke digital. Padahal, dari segi kemampuan dan sumber daya Indonesia dinilai sudah siap. 

Menyoal ini, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menyatakan tidak ada kata lain selain Indonesia harus segera beralih secepat mungkin ke siaran digital. Banyak aspek yang menyebabkan proses transformasi ini untuk cepat disegerakan dan salah satunya terkait menjaga rasa nasionalisme dan integrasi bangsa di masyarakat khususnya di wilayah perbatasan, terpencil dan tertinggal. 

“Adanya digital dapat menjangkau daerah-daerah tersebut yang notabene tidak masuk siaran nasional maupun lokal. Setidaknya, siaran digital ini akan dapat menekan atau meminimalisir munculnya paham-paham yang bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegas Reza di sela-sela webinar bertajuk Sosialisasi Digital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerjasama dengan Pemda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (2/9/2020).

Menurut Reza, alih teknologi ini tidak perlu menunggu waktu lama hingga bertahun-tahun lagi. Jika Indonesia sudah siap sebaiknya segera dialihkan. “Tidak perlu menunggu waktu lama. Jika perlu dalam satu tahun jika memang sudah siap segera beralih. Jangan kita mengalami kerugian besar akibat penundaan ini,” katanya. 

Dilain aspek, Reza menilai perpindahan teknologi ini akan memberi dampak positif terhadap perkembangan penyiaran di tanah air seperti makin maraknya keberagaman konten lokal. Misalnya, ada 700 televisi di Indonesia setelah beralih ke digital akan ada peluang kelipatan kanal yang dapat disi konten baru dengan berbagai latar keinginan dan genre

“Ini juga menjadi tantangan kita juga apakah dengan banyaknya kanal yang tersedia hal ini akan menjadikan kontennya akan beragam. Karena itu, kami memiliki kajian terkait persoalan ini dengan rencananya kami melakukan riset terhadap kenyamanan dan kepentingan publik terhadap isi siaran. Setidaknya ini akan dapat menjawab sebenarnya siaran seperti apa yang dinginkan mereka khususnya di daerah,” jelas Reza di seminar yang dimoderatori Ketua KPID NTB, Yusron Saudi.

Dia juga mengingatkan tantangan lain dari banyak konten akibat digital. Sebaiknya, lanjut Pria yang biasa di sapa Eca, harus ada kolaborasi antara lembaga penyiaran eksisting dengan konten kreator di daerah. Kreasi kedua podusen konten ini, dapat menumbuhkan iklim yang sehat dan juga produksi konten yang lebih baik, berkualitas, bermanfaat dan sekaligus menarik ditonton.

“Saya melihat ini tantangan bagi kedua belah pihak ke depannya. Saya juga meyakinkan bahwa konten creator lokal atau sineas-sineas muda yang terlahir dari sekolah menegah dapat diandalkan dan tak kalah bagus dengan yang sudah ada. Ini regenerasi yang baik terhadap kelanjutan produksi konten di dalam negeri,” kata Eca.

Daerah menyambut baik

Wacana perpindahan teknologi penyiaran dari analog ke digital ternyata disambut antusias oleh pemerintah daerah dan kalangan akademisi. Menurut mereka, peralihan ini akan memberi dampak baik bagi perkembangan daerah terutama di sektor pariwisata dan ekonomi. 

Wakil Gubenur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sitti Rohmi Djalilahi, saat memberi kata sambutan dalam acara webinar ini, mengatakan digitalisasi penyiaran dapat memberi manfaat bagi tumbuh kembang daerahnya. Sistem ini akan mempermudah pemerintah daerah dan juga pelaku-pelaku usaha khususnya di bidang pariwisata mempromosikan keunggulan daerahnya. 

“Kami sangat berharap dari digitalisasi ini memberi manfaat yang baik untuk pemerintah dan juga bagi masyarakat. Namun, saya mengingatkan untuk juga mengedepankan peran edukasi terlebih dalam kondisi saat ini di tengah pandemi. Tanpa edukasi dan tanpa ada peran serta masyarakat tidak artinya pengorbanan ini dan peran ini dapat melalui digital,” jelas Wagub. 

Hal senada juga disampaikan Dosen UIN Mataram, Kadri. Menurutnya, perpindahan ini menjadi momentum yang bagus bagi daerah. Transformasi ini dapat menjadikan konten daerah yang lebih berpromosi soal daerah sehingga dapat ditangkap secara maksimal oleh masyarakat lokal, nasional maupun internasional. 

“Digitalisasi penyiaran akan meningkatkan kualitas promosi daerah tersebut. Ini menjadi momentum bagi promise wilayah dan pariwisata khususnya di NTB. Ini membuat kualitas promosi daerah jadi lebih bagus,” ujar Kadri.

Sementara itu, Pemerhati Penyiaran yang juga Ketua Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) Eris Munandar, menyatakan digitalisasi sebuah keniscayaan tapi disikapi dengan dua sikap yakni ada yang di respon cepat dan sebaliknya. Padahal, digitalisasi ini sangat penting untuk tumbuh kembang dunia penyiaran dan juga kemajuan bangsa ini. 

Karenanya, dia sepakat dengan KPI jika perpindahan ini jangan lagi terlalu lama dilaksanakan. “Sudah tidak ada waktu bagi indoenesia untuk berlama-lama melakukan proses perpindahan ini,” kata Eris. 

Selain itu, digitalisasi bisa menjadi kesempatan baik untuk membuka lapangan kerja baru di tengah pademi Covid-19 yang banyak memutuskan mata pencaharian hidup orang. “Ada peluang dari digital ini. Hal ini bisa didukung oleh konten-konten kreatif dari daerah yang menjaga kearifan lokal,” tambah Eris.

Menurut Eris, Indonesia sebenarnya sudah siap. Karenanya, tidak alas an untuk tidak siap dengan alasan apapun termasuk TV-nya yang masih analog. “Banyak masyarakat yang sudah memiliki TV digital. Pembelian perangkat TV ketiga terbesar di dunia adalah kita di bawah Jepang. Ayo sama-sama kita manfaatkan momentum ini,” tandasnya ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.