Suasana workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV KPI untuk Kota Banjarmasin yang bekerjasama dengan Universitas Lambung Mangkurat, Selasa (9/6/2020). 

Jakarta -- Riset indeks kualitas terhadap siaran TV yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indoneia (KPI) memiliki perbedaan dengan riset yang dilakukan lembaga lain. Jika riset lain mengukur seberapa jumlah penonton, riset oleh KPI mengedepankan kualitas isi siarannya. 

“Riset KPI memberikan pemahaman yang berbeda apakah program tersebut berkualitas. Jika secara kualitas siaran itu baik maka penontonnya menjadi baik. Karenanya, KPI mendorong industri untuk berorietasi kepada kepentingan publik,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, disela-sela pembukaan Workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode I 2020 untuk Kota Banjarmasin yang bekerjasama dengan Universitan Lambung Mangkurat, Selasa (9/6/2020).

Irsal menjelaskan beberapa isu besar dalam penyiaran yang sering jadi pembahasan seperti dominannya informasi Jakarta dan kota besar lain di lembaga penyiaran. Riset yang dilakukan KPI bagian dari upaya mendorong agar wajah penyiaran dapat mengakomodir kepentingan daerah. 

“Riset ini sebagai bahan dan cara melihat dari sudut pandang yang berbeda di 12 kota tersebut. Penyiaran ini bisa mendorong informasi yang ada di daerah. Selain itu, bisa mendorong industri agar informasi daerah dapat diangkat ke publik,” kata Irsal.

Irsal berharap hasil riset yang dibuat KPI dapat dimanfaatkan semua pihak termasuk industri penyiaran. Hasil riset sebelumnya menunjukkan sejumlah kenaikan nilai di beberapa kategori. Namun untuk kategori sinetron dan infotainmen belum mencapai hasil maksimal. 

“Riset ini menjadi masukan bagi industri penyiaran untuk membuat sinetron yang lebih baik lagi. Kita harapkan hasil ini bisa mendorong ke arah tersebut. Jangan jadikan hasil riset ini hanya sebagai data,” tegas Irsal.

Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas, Wariki Sutikno, mengatakan indeks kualitas penyiaran harus terus jalan dan main dipertajam ke depannya. Pasalnya, banyak perilaku masyarakat yang perlu diperbaiki dan ini sangat berkaitan dengan indeks demokrasi yang juga harus dikembangkan. 

Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Sutarto Hadi, memberi perhatian akan maraknya tayangan televisi yang menayangkan youtuber dan informasi yang Jakarta sentris. Selain itu, dia menekankan pentingnya pesan edukasi dalam isi siaran. Menurutnya, media komunikasi seperti TV bisa menjadi alat untuk memperkuat integritasi bangsa.

Dalam kesempatan itu, Sutarto menegaskan komitmen kampusnya untuk terus mendukung program riset KPI. Riset ini menjadi satu wadah untuk mengkritisi tayangan televisi. ***

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran memberi arahan kepada seluruh pembawa acara atau host program untuk tidak melontarkan candaan dalam bentuk pelesetan yang bersinggungan dengan unsur suku, agama, ras dan antar golongan atau SARA dalam siaran. Bahan pelesetan berkaitan hal ini dinilai sangat sensitif dan berbahaya karena dapat menimbulkan ketersinggungan dari pemeluk agama, kelompok atau suku tertentu.

Permintaan tersebut disampaikan KPI Pusat disela-sela pembinaan isi siaran dua program acara Net yakni “Ini Talkshow Ramadan” dan “Teman Panji” yang dilakukan secara daring, Senin (8/6/2020) pagi.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan sebuah program acara memang akan lebih menarik dan menghibur jika diselingi dengan candaan. Namun bahan candaan ataupun pelesetan yang dilontarkan haruslah diukur dampaknya terhadap kerawanan sosial di masyarakat karena itu  hal-hal yang berkaitan dengan empat unsur tersebut (SARA) sebisa mungkin untuk dihindari. 

Pembahasan SARA dalam siaran sudah diatur Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Di dalamnya terdapat larangan menyiarkan siaran berbau SARA dalam bentuk apapun. Larangan soal ini mestinya menjadi perhatian semua pihak yang ada dalam kelompok produksi acara di lembaga penyiaran dan juga pembawa acara. 

“Pembinaan ini tetap harus menjadi perhayian meski program yang dimotori oleh Sule dan Andre sudah tidak tayang lagi di NET. Tapi karena masih ada program lain yang menggunakan host komedian dan muatan candaan maka kami perlu ingatkan agar berhati-hati dan selalu dalam kontrol agar tidak menimbulkan persoalan yang jauh lebih bahaya dan berujung viral oleh netizen,” kata Mulyo.  

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, turut dalam pembinaan ini, menyatakan candaan dalam bentuk pelesetan terhadap marga tertentu dampaknya sangat krusial. Persoalan primodial itu sangat sensitif dan bisa menciptakan solidaritas yang dikhawatirkan berujung negatif. 

“Di Indonesia yang sering ada itu solidaritas primodial. Sekam yang kering dibakar menjadi menyala. Oleh karena itu, host harus berhati-hati perihal pelesetan dan jangan sampai menyinggung agama, suku, ras dan antargolongan,” pinta Agung. 

Pernyataan senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza. Menurutnya, kehati-hatian menyangkut persoalan ini harus dikedepankan oleh lembaga penyiaran agar tidak menyinggung suku atau marga tertentu. Menurutnya, masalah suku dan ras yang sensitif ini tidak hanya di satu atau dua daerah saja.

“Host kadang lupa ketika sedang dalam euforia canda. Karena itu, penting para host  ikut Sekolah P3SPS KPI. Karena kami sendiri belum bisa menjangkau host,” usul Reza.

Sementara itu, perwakilan Net, Edo, menyesalkan kejadian pelesetan berbau SARA yang ada dalam program acara. Terkait hal ini, Net sudah melakukan permintaan maaf dan memberi klarifikasi. Menurutnya, Net sangat peduli dengan isu-isu primodial dan tak pernah punya niat untuk menggunakan bahan tersebut dalam candaan. 

“Kami sudah minta maaf langsung ke yang bersangkutan dan host juga sudah meminta maaf dan menyampaikan klarifikasi. Kami makin ekstra hati-hati,” kata Edo.

Edukasi dalam program berklasifikasi SU

Dalam pembinaan itu, KPI juga membahas program “Teman Panji” yang di dalamnya terdapat aksi bermain dengan binatang buas dan berbahaya. Pengklasifikasikan program ini  dalam kategori SU (Semua Umur) dan tayang pada jam semua orang menonton (primetime) dianggap tidak tepat. Dikhawatirkan ada dampak kurang baik khususnya terhadap anak-anak yang menonton. Perilaku yang ditunjukkan dalam program tersebut dapat ditiru oleh anak-anak.

Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, menyatakan setiap program dengan klasifikasi SU sangat berkaitan dengan waktu tayang. Jika acara tersebut tayang pada waktu prime time artinya anak dan remaja juga menonton acara itu. Menurutnya, bermain-main dengan hewan buas itu bukan untuk konsumsi anak. 

Hal yang sama juga disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo. Menurutnya, NET harus lebih memperhatikan klasifikasi program acaranya. Menurutnya, program dengan klasifikasi SU isinya harus sarat edukasi. Pasalnya, tanpa ada edukasi akan menyebabkan kerawanan khususnya untuk penonton anak. 

“lebih baik diubah jam tayangnya atau minimal tayangan seperti itu menjadi klasifikasi R dengan memperhatikan rambu-rambunya. Edukasi harus dikedepankan, memberikan wawasan, dan meminimalisir atraksi interaksi dengan binatang tersebut. Jika tidak berubah, katagori SU dengan muatan seperti itu sangat rawan  pelanggaran,” tandasnya. ***

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tetap menyelenggarkan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode I 2020 kendati dalam suasana pembatasan sosial besar akibat pandemi Covid-19. Riset yang diselenggarakan secara daring di 12 kota dan bekerjasama dengan 12 Perguruan Tinggi diharapkan mampu mengubah perilaku menonton masyarakat untuk menyaksikan tayangan yang baik dan berkualitas. 

“Kami mengharapkan hasil riset ini mampu merubah pola menonton masyarakat agar mulai membiasakan diri menyaksikan tayangan yang baik dan berkualitas yang berasal dari referensi hasil riset KPI,” kata Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat membuka Workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode I tahun 2020 untuk Kota Pontianak yang bekerjasama dengan Universitas Tanjungpura, Kamis (8/6/2020).

Tidak dipungkiri jika pada saat ini sebagian besar masyarakat lebih memilih program hiburan seperti sinetron, film, entertainmen dan lain sebagainya. Namun, berdasarkan riset yang telah dilakukan KPI sebelumnya, nilai kualitas tayangan-tayangan tersebut masih di bawah nilai rata-rata standar yang ditetapkan KPI. 

“Kami berharap riset di Kota Pontianak yang diselenggarakan bersama dengan Untan, para informan ahli dapat berperan dengan memberi masukan atas kualitas tayangan televisi sehingga menghasilkan referensi tayangan yang berkualitas bagi masyarakat,” ujar Nuning.

Hal senada disampaikan Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas, Wariki Sutikno, yang ikut dalam kegiatan Riset Indeks Program Siaran Televisi Tahun 2020 untuk Kota Pontianak. Bahkan, dia memberi apresiasi atas kinerja KPI yang dari tahun ke tahun dinilai semakin baik sehingga sangat responsif sebagai institusi yang mengawasi penyiaran. Karenanya, Bappenas memasukan Program Riset Indeks ini sebagai Program Prioritas Nasional.

“Peran dari kawan-kawan yang menggeluti bidang ini sangat penting dalam rangka pembangunan Indonesia secara keseluruhan. Kami menaruh kegiatan ini menjadi sebagai salah satu prioritas nasional dan akan sekuat tenaga mengawal program ini,” tegas Wariki.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Martoyo, berharap agar hasil riset indeks ini dapat digunakan oleh lembaga penyiaran dalam memproduksi program siarannya. 

“Kami dari Universitas mendukung sumbangsih KPI dalam program Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi ini. Saya berharap, hasil riset ini dapat merubah mindset lembaga-lembaga penyiaran dalam  memproduksi program. Dan akhirnya, konten siaran televisi mampu menggeser berita-berita hoax di media sosial yang sulit dipertanggungjawabkan,“ jelas Martoyo.

Penyelenggaraan riset indek periode pertama untuk tahun 2020 ini telah dimulai pada 4 Juni dan akan berakhir pada 11 Juni 2020. Kota Padang dan Surabaya menjadi kota pertama yang mengawali Riset pada pada 4 Juni lalu. Riset di Padang bekerjasama dengan Universitas Andalas (Padang) dan di Surabaya bekerjasama dengan Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Kemudian pada 5 Juni workshop riset berlanjut untuk Kota Medan dan Makassar. Untuk Kota Medan, riset bekerjasama dengan Universitas Sumatara Utama (USU). Adapun di Makassar bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin (Unhas). Pada 8 Juni 2020 ini, riset dilakukan di Kota Pontianak bekerjasama dengan Universitas Tanjungpura dan di Bali bekerjasama dengan Universitas Udayana. */Ted

 

(Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela, saat membuka Workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2020 untuk wilayah Yogyakarta, (9/6))

Yogyakarta - Riset indeks kualitas program siaran televisi yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan sebuah alat untuk mengukur kualitas program siaran televisi yang hadir di tengah publik. Hal ini dilakukan untuk memastikan program siaran yang menjadi konten dari lembaga penyiaran ini selaras dengan amanat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, yakni sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta menjalankan fungsi ekonomi dan kebudayaan. Tentunya dengan kehadiran riset ini, lembaga penyiaran mendapatkan hasil evaluasi mengenai kualitas dari program siaran yang mereka produksi  selama ini. 

Komisioner bidang kelembagaan KPI Pusat Hardly Stefano Pariela menyampaikan hal tersebut, saat membuka Workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2020 untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilaksanakan secara daring bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta (9/6).Hardly menjelaskan, dalam industri penyiaran, alat ukur dari kinerja sebuah program adalah rating dan share. Semakin tinggi angkanya, maka semakin besar pula potensi untuk mendapat pemasukan iklan, apalagi jika disertai analisa segmentasi program yang jelas. Dengan kata lain, rating dan share adalah sebuah currency atau alat tukar yang menjadi pertimbangan utama dalam produksi konten siaran. 

Namun demikian Hardly menegaskan, dalam dinamika industry penyiaran tidak boleh melupakan tujuan dari penyiaran, yakni membangun karakter bangsa. Disinilah posisi KPI sebagai regulator untuk membuat keseimbangan agar kepentingan ekonomi dalam penyiaran tidak melanggar arah dan tujuan terselenggaranya penyiaran sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang. 

Dalam Riset tahun 2020 ini, KPI melaksanakan penelitian di 12 (dua belas) kota yang bekerja sama dengan 12 perguruan tinggi negeri. Riset ini mengikutsertakan kalangan akademisi sebagai informan ahli sebanyak 108 orang  yang melakukan penilaian dengan menggunakan pendekatan teoritis, pemahaman regulatif khususnya Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), serta pengalaman empirik. Dengan demikian riset ini tidaklah memotret jumlah penonton, melainkan menjadi sebuah evaluasi dari konten siaran. 

KPI berharap, dari riset ini dapat dilakukan kajian mendalam dan analisis yang komprehensif terhadap berbagai kategori program siaran. “Sehingga hasil riset dapat menjadi masukan bagi industry penyiaran agar dalam mengejar angka rating dan share, juga mempertimbangkan kualitas konten itu sendiri, “ujar Hardly. Dengan demikian hasil riset dapat menjadi panduan bagi lembaga penyiaran agar dapat memproduksi program siaran yang berkualitas di tengah masyarakat. 

Riset KPI ini juga memiliki nilai penting dalam usaha membangun demokrasi di Indonesia. Karenanya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bersama KPI telah berkomitmen menjadikan riset ini sebagai program prioritas nasional. Dalam pemaparan kepada peserta, perwakilan BAPPENAS yang hadir dalam workshop tersebut Dewi Sri Sotijaningsih memaparkan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 bidang politik dan komunikasi tentang perwujudan konsolidasi demokrasi pada semua bidang kehidupan social politik. Salah satu usaha menuju konsolidasi demokrasi adalah peningkatan kualitas lembaga penyiaran. Dewi berharap dari Riset ini kualitas lembaga penyiaran mengalami peningkatan. Tentunya dengan menjadikan hasil riset ini sebagai bahan evaluasi untuk melakukan perbaikan-perbaikan bagi lembaga penyiaran, ujarnya. 

Senada dengan Dewi, Hardly juga berharap hasil riset ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh pemangku kepentingan penyiaran. KPI sendiri tentunya akan melakukan diseminasi atas hasil riset ini. “Sehingga hasil riset dapat dibaca tidak semata pada capaian angka indeks, namun jauh lebih penting memberikan pemahaman dan membangun kesepahaman tentang perbaikan konten siaran,”pungkasnya. 

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis. Foto: Agung Rahmadiansyah

Denpasar - Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menjadi basis data bagi setiap pemangku kepentingan penyiaran, termasuk kalangan akademisi di kampus. Hal ini dimaksudkan agar selalu ada resonansi antara KPI dengan sivitas akademi sebagai bentuk kontribusi dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, riset indeks kualitas program siaran ini dapat memiliki kekuatan sebagai instrument kalangan masyarakat sipil dalam mengawal siaran yang berkualitas. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Yuliandre Darwis, Ph.D menyampaikan hal tersebut dalam pelaksanaan Workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2020 untuk wilayah Denpasar, Bali, yang diselenggarakan secara daring bekerja sama dengan Universitas Udayana, Senin (8/6/2020).

Dalam kesempatan tersebut Yuliandre mengakui bahwa saat ini ketergantungan dunia penyiaran terhadap angka rating demikian tinggi. Namun di sisi lain, penyiaran di negeri ini juga membutuhkan referensi lain dalam guna memandu pemirsa dalam menonton televisi. Kehadiran Riset KPI yang sudah memasuki tahun ke-enam ini, menjadi sebuah alternatif pilihan dalam memberikan penilaian kualitas program siaran televisi, serta yang juga penting adalah sebagai referensi bagi masyarakat dalam memiliki siaran yang baik dan berkualitas 

Yuliandre juga memaparkan perjalanan Riset yang menjadi program prioritas nasional KPI bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dirinya memastikan KPI senantiasa melakukan perbaikan untuk peningkatan kualitas riset ini, termasuk dengan menjaga standar pelaksanaan Riset dengan perguruan tinggi, sekalipun hal tersebut berkonsekuensi adanya penggantian pelaksanaan riset oleh perguruan tinggi. 

Workshop ini juga dihadiri oleh Dewi Sri Sotijaningsih, selaku Kepala Sub Direktorat Komunikasi Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS. Senada dengan KPI, Dewi mengatakan Riset KPI ini tidak ditujukan untuk menyaingi survey kepemirsaan yang sudah ada. “Riset ini dapat memandu masyarakat untuk memilih program siaran yang baik,” ujar Dewi. Selain itu dirinya berharap, melalui Riset yang dilakukan KPI ini, publik tidak saja dapat mengetahui indeks dari sebuah program siaran, tapi juga televisi mana saja yang memang berkualitas. 

Secara khusus Dewi menegaskan, indeks yang dihasilkan dari riset ini akan berguna jika ditindaklanjuti, termasuk dengan dilakukannya perbaikan atas capaian indikator yang masih rendah. Catatan penting dari Dewi terkait kualitas program siaran televisi ini adalah revisi Undang-Undang Penyiaran harus segera direalisasikan. Terutama agar KPI menjadi lebih signifikan perannya sebagai regulator penyiaran di Indonesia.  

Pembicara lain yang hadir dalam Workshop adalah Ni Made Ras Amanda Gel Gel, dari Universitas Udayana. Amanda menyampaikan komitmen dari pihak kampus untuk berkontribusi dalam Riset yang diselenggarakan KPI ini. Terkait pelaksanaan Workshop dan Riset yang digelar secara daring ini, Amanda menjelaskan bahwa Universitas Udayana juga sudah melaksanakan kegiatan akademik secara daring, sebagai bagian penanggulangan pandemi Coid-19. Hadir pula dalam kesempatan tersebut Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas KPI Pusat, Umri, yang menjabarkan tentang sistem pertanggungjawaban Riset KPI.  Adapun materi workshop disampaikan oleh Litbang KPI Pusat, Maulida Almunawaroh. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.