Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong lembaga penyiaran mengarahkan orientasi program siarannya pada perlindungan anak dengan tidak hanya menayangkan program acara khusus anak tetapi juga siaran yang sepenuhnya ramah terhadap mereka. Selain berdampak baik terhadap tumbuh kembang anak, hal ini bagian dari upaya melindungi hak mereka dalam bermedia.

“Kami mendorong hal ini jadi program acara apapun di lembaga penyiaran harus mengedepankan perlindungan dan ramah anak,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, pada saat kegiatan webinar Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) bertajuk "Penyiaran Ramah Anak" yang diselenggarakan secara daring, Rabu (30/9/2020).

Menurut Irsal, siaran yang ramah terhadap anak dapat memberi pengaruh yang baik terhadap tumbuh kembang mereka ke depan. “Bagaimana pun anak itu tumbuh dan kembang dari apa yang dia lihat dan itu termasuk dari siaran televisi yang mereka tonton,” ujarnya. 

Dalam konteks kemanfaatan, Irsal memandang media penyiaran harus dapat menunjukkan inspirasi bagi setiap orang termasuk anak. Inspirasi ini akan memberi dampak yang baik dan mendorong orang untuk berpikir dan bertindak maju. 

“Sejarah penyiaran dahulu itu banyak menginspirasi orang terutama pada level anak-anak. Idealnya penyiaran itu dapat menginspirasi bangsa. Apalagi, anak-anak ini akan menjadi orang penting nantinya,”ujar Irsal. 

Di tengah situasi pandemi Covid-19, lanjut Irsal, anak-anak menjadi bagian dari kelompok yang banyak menonton televisi. Posisi mereka yang lebih banyak di rumah menjadikan siaran TV sebagai salah satu hiburan mereka. “Karenanya, dalam keadaan seperti ini penyiaran di saat pandemi harus menekankan pada siaran yang baik dan mendidik dan menjauhkan dari pengaruh buruk,” pintanya. 

Terkait hal ini, Irsal memandang pentingnya perhatian orangtua terhadap anak. Dia menyarankan orangtua harus memberi pendampingan terhadap anak-anaknya saat menonton televisi atau mengkonsumsi media apapun. “Fungsi pendampingan ini untuk memastikan anak-anak menyaksikan siaran yang layak dan pantas bagi mereka. Selain itu, orangtua menjadi pembimbing dan memberi penjelasan kepada anak atas informasi yang mereka kurang pahami,” jelasnya.

Irsal juga mengajak stasiun televisi jaringan besar untuk ikut aktif membantu pendidikan anak atau belajar dari rumah melalui TV. “Selama ini sudah dilakukan TVRI, televisi lain juga harus ikut membantu melalui kegiatan program belajar,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha, berharap lembaga penyiaran dapat menghadirkan tayangan yang menarik sekaligus mendidik bagi anak terutama dalam kondisi saat ini. Pasalnya, hampir sebagian besat anak sekarang tidak sekolah tatap muka dan ini menyebabkan mereka memiliki waktu lebih banyak di rumah untuk menonton TV. 

“Saya juga berharap agar KPI bisa melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran agar program acara yang siarkan kepada publik dan terutama anak-anak adalah sebuah tontonan yang ramah anak,” katanya.

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalimantan Selatan ini menyatakan akan memasukan poin keberpihakan kepada anak agar tayangan lebih ramah dalam revisi Undang-undang Penyiaran yang akan kembali dibahas tahun depan. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, menjelaskan tentang kewajiban lembaga penyiaran untuk memberi perlindungan terhadap anak dalam isi siaran. Perlindungan ini mencakup terbebasnya mereka dari siaran yang ada unsur kekerasan, pornografi, perundungan, mistik dan unsur negatif lainnya. Webinar ini juga menghadirkan narasumber dari RTV, Gustav Wisnubrata. ***

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai pelaksanaan sistem siaran digital akan lebih efektif jika dibarengi sebuah riset atau survey tentang minat, kepentingan dan kenyamanan (MKK) publik. Riset ini untuk mengetahui seperti apa siaran atau tontonan yang diinginkan publik. Kajian ini akan membuka pandangan tentang peluang usaha dan seperti apa lembaga penyiaran membuat genre siaran yang selaras dengan keinginan masyarakat.

Penilaian tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, di sela-sela acara webinar bertajuk “Indonesia Goes to Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan KPID Provinsi Maluku, Selasa (29/9/2020). 

Dia menjelaskan, analog switch off (ASO) atau peralihan sistem siaran analog ke digital dapat membuka peluang munculnya puluhan stasiun televisi baru. Ini karena penggunaan kanal frekuensi dalam sistem baru ini menjadi lebih efektif. Artinya dalam satu kanal dapat diisi 8 hingga 16 slot siaran HD (High Devinition), sedangkan sistem analog dalam satu kanal frekuensi hanya bisa dimanfaatkan satu siaran.   

“Tapi apakah dengan banyak bermunculan televisi ini akan membuat konten menjadi beragam. Lalu bagaimana posisi publik dengan keragaman ini. Apakah mereka nyaman dengan banyaknya siaran televisi. Terkait ini, KPI sudah merancang riset ini,” tegas Reza.

Rencananya, riset MKK yang diinisiasi KPI digulirkan tahun depan. Riset ini nantinya akan memotret daerah dengan membagi menjadi dua yakni daerah ekonomi maju dan sebaliknya. Hasil dari riset ini sangat berhubungan dengan konsep pendirian lembaga penyiaran di wilayah bersangkutan. 

“Seperti apa masyarakat membutuhkan lembaga penyiaura di daerahnya. KPI akan memotret dan menyiapkan data tersebut. Sehingga penyelenggaran siaran digtal di daerah sesuai dengan minat, kenyamanan dan kepentingan publik,” jelas Echa, panggilan akrab Komisioner KPI Pusat bidang PS2P (Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran).

Dalam kesempatan itu, Reza menilai sistem digital akan membuat siaran menjadi lebih efisien dan dapat menjangkau daerah tak terjangkau siaran atau blankspot. Pemancar analog membutuhkan power besar, sedangkan digital tidak namun begitu dapat menjangkau lebih luas. 

“Banyak daearah yang belum terjangkau siaran. Semakin lama sistem digital ini diterapkan akan makin banyak daerah-daerah blankspot di tanah air. Dan ini membuat luberan siaran asing di perbatasan makin melimpah karena negara-negera tetangga sudah melakukan sistem digital ini lebih dahulu dari kita,” tandasnya. 

Staf Ahli Menteri Kominfo, Henry Subiakto, mengatakan peralihan dari analog ke digital sangat penting karena terkait penataan ulang frekuensi di tanah air. Penataan ini membuat penggunaan frekuensi jadi lebih efisien sehingga dapat dimanfaatkan untuk banyak kepentingan di bidang komunikasi dan internet. 

“Kenapa ini penting, karena perkembangan ini menjadi keniscayaan. Presiden sudah meminta transformai digital dengan menyiapkan seluruh infrastruktur digital termasuk internet. Sayangnya, ini tidak diimbangi dengan frekuensi yang sudah terlanjut dipakai TV analog. Maka hal ini harus diefisiensikan,” kata Henry saat membuka webinar. 

Dia mengatakan bahwa Indonesia telah lewat untuk ASO. Di negara ASEAN hampir semuanya sudah migrasi ke digital. Bahkan, Thailand yang belajar dengan kita sudah melakukannya. “Ini penting supaya teknologi yang dikembangan bisa maksimal dan internet bisa dimaksimankan oleh rakyat. Rakyat dapat menikmati layanan broadband yang lebih besar dan baru,” tandas Henry. 

Dalam webinar itu turut hadir sejumlah narasumber yakni Ketua KPID Maluku, Mutiara Dara, Akademisi dari Universitas Gunadarma, Budi Hermana. Jalannya webinar di pandu Komisioner KPID Maluku, Muhammad Asrul Pattimahu. ***

 

Jakarta – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, fenomena media baru membutuhkan regulasi atau aturan yang komprehensif. Ruang tanpa batas di media ini menjadi salah satu celah kebebasan yang tak terukur. Dengan adanya regulasi terkait perkembangan media baru diharapkan dapat memastikan keamanan dan asas penggunaan media yang lebih sehat serta seimbang.

“Kepastian hukum dari fenomena media baru ini sifatnya sudah mendesak. Kebebasan yang terjadi di ruang digital harus mendapatkan payung hukum yang jelas,” tutur Yuliandre Darwis saat menjadi pemateri dalam diskusi berbasis digital yang diselenggarakan Pranata Humas DPR RI dengan tema “Perkembangan Dunia Broadcast di Indonesia” di Jakarta, Jumat (25/9/2020).

Pada hakikatnya, KPI adalah bagian dari masyarakat yang menginginkan adanya sisi edukatif dari wajah penyiaran bangsa. Dalam hal ini, Yuliandre yang juga Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat menilai Undang - Undang Penyiaran yang dibentuk pada 2002 pada saat teknologi komunikasi belum semasif sekarang dan belum menangkap dinamika perkembangan internet khususnya terkait media sosial. 

“Hingga saat ini memang belum ada aturan komprehensif tentang penyelenggaraan penyiaran over  the top (OTT) yang menggunakan internet,” kata pria yang akrab disapa Andre ini.

Dalam kesemparan itu, Andre mendorong produksi konten yang layak, sehat dan berkualitas di kalangan anak muda. Menurutnya, membuat konten tidak hanya sekedar ala kadar tapi juga harus melihat implikasi dari dampak yang diakibatkan oleh konten tersebut. 

“Yang harus dipahami ketika membuat konten adalah kita harus membayangkan konten itu layak atau tidak untuk saudara, anak kita, keluarga dan orang lain. Jika tidak layak tidak usah dibuat. Sederhana saja. Ada norma dan adab yang ada di Indonesia. Ini hal hal yang perlu diperhatikan,” tegas Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini. 

Mengukur tayangan  yang sehat dan baik itu tidak mudah karena setiap orang punya penilaian berbeda. Tapi, kata Andre, kita tahu mana konten yang bagus dan sehat, mana yang ada edukasi dan berpengetahuan yang mengubah tontonan itu jadi value dan karakter positif. “Setiap orang pasti tahu tentang ini karena kita punya background tentang ini. kita harus berpikir positif untuk membuat hal yang baik. Jangan berpikir negatif. Jauhkan dari hal itu,” tandasnya. **

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengatakan kedaulatan dan rasa nasionalisme di wilayah perbatasan sangat berkaitan dengan adanya penyiaran nasional. Salah satu upaya untuk menghadirkan penyiaran nasional di wilayah perbatasan dan wilayah tak terjangkau siaran adalah dengan penyiaran digital. 

Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, usai mengikuti upacara Hari Bakti Postel ke 75 secara daring dan juga menerima tanda kehormatan Satyalencana Wirakarya di bidang Pos dan Telekomunikasi yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Senin (28/9/2020).

Menurut Agung, penyiaran digital sangat pas dan tepat dengan kondisi penyiaran di wilayah perbatasan. Selain mempunyai peran strategis dalam memperkuat persatuan dan kedaulatan bangsa, juga pemerataan pembangunan. 

“Hadirnya siaran lewat penyiaran digital ini sekaligus dapat menunjang kegiatan perekonomian dan berperan vital dalam hal edukasi masyarakat,” tambahnya.

Agung yang menjadi inisitor serta mendorong penyiaran digital di wilayah perbatasan, pada tahun 2017, bersama dengan Kominfo dan TVRI, telah melaksanakan penyiaran digital di empat daerah perbatasan, yakni Nunukan, Atambua, Sungai Pakning dan Balai Karangan.

“Kami berharap ke depan akan banyak daerah-daerah lain terdepan atau yang berbatasan dengan negara lain dapat menikmati penyiaran digital. Kami akan terus mengupayakan dan mendorong hal itu agar keadilan memperoleh informasi untuk warga negara dapat terpenuhi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Menteri Kominfo, Johnny G Plate, mengucapakan selamat atas terpilihnya Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, sebagai penerima tanda kehormatan Satyalencana Wira Karya dari negara atas jasanya menginisiasi penyiaran digital di wilayah perbatasan. ***/foto humas kemenkominfo

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF) memastikan dalam waktu dekat  akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) pembaruan terkait kerjasama pengawasan isi siaran di televisi. Kepastian ini disampaikan pada saat rapat lanjutan pembahasan perpanjangan kerjasama dan pembaruan MoU yang dilakukan secara daring pada Kamis (24/9/2020).

Di awal rapat, Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, mengatakan kedua lembaga akan melakukan percepatan pembahasan isi kerjasama agar dalam waktu cepat dapat ditandatangani. “Diskusi ini lanjutan untuk memperbarui MoU antara KPI dan LSF. Targetnya akan dalam waktu cepat ditandatangani,” katanya.

Secara umum, lanjut Irsal, rapat persiapan ini akan membahas beberapa hal terkait inti kerjasama dan sinkronisasi tugas masing-masing lembaga. Dalam MoU juga dibahas klausul tentang literasi media dan isu media baru. 

“Rapat ini untuk membuat persamaan pandangan terkait beberapa hal yang berbeda di dua lembaga untuk diatur secara bersama. Penyamaan pandangan itu misalnya terkait pada isu kategori usia, sulih suara dan beberapa hal lain. Jadi, alangkah baiknya MoU ini dapat disegerakan untuk mengatur hal utam itu,” jelas Irsal. 

Keinginan agar kerjasama antara KPI dan LSF segera dilanjutkan dengan perbaruan turut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo. “Mudah-mudah tahun ini sudah bisa dituntaskan dan segera ditandatangani,” tambahnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua LSF, Ervan Ismail, berharap rapat kelanjutan ini dapat menuntaskan substansi dari kerjasama yakni terkait beda sudut pandang antara kedua lembaga. “Saya berharap rapat lanjutan ini dapat mengkoreksi dan dapat menyambungkan pemahamannya,” tandasnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.