Jakarta -- Perkembangan teknologi informasi telah menghantarkan masyarakat memasuki era disrupsi informasi. Lewat berbagai aplikasi berbasis internet hadir jutaan informasi dalam satu menit. Saat ini, dengan perangkat canggih tersebut, siapapun dapat memproduksi informasi, melakukan edit atau mereproduksi, serta menyebarkan informasi. 

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, dalam diskusi virtual dengan tema “Pengawasan KPI Makin Luas. Benar Ga Sih?” yang diselenggarakan Fakultasi Komunikasi, Universitas Mataram (Unram), Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (5/4/2021).

Dia menjelaskan, media internet yang juga dikenal dengan media baru memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lama seperti TV dan radio. Melalui internet, seluruh  informasi dapat diperoleh dan disebarluaskan tanpa mengenal batas waktu dan tempat. “Bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun. Informasi yang dibuat di Mataram, bisa diakses sampai ke luar negeri. Bahkan informasi melalui internet juga dapat diulang-ulang,” kata Hardly. 

Kondisi ini, lanjut Hardly, berbeda dengan karakteristik informasi yang disampaikan lewat TV dan radio. Pasalnya, tidak semua orang dapat menjadi pembuat informasi. Selain itu, untuk mengakses informasi di media ini terbatas waktu dan tempat karena sesuai dengan wilayah dan waktu siaran. “Kalaupun ada konten TV yang viral, hal itu terjadi karena menggunakan media baru,” tambahnya. 

Jika melihat dari karakteristik media lama dan media baru, Hardly menilai bahwa cakupan sebaran dan dampak informasi dari media baru jauh lebih luas dibandingkan media lama. Termasuk jika terdapat konten negatif. Adapun pada media lama, bila terdapat konten negatif segera dapat dicegah untuk tidak disiarkan lagi. “Pada media baru, konten negatif dapat tersebar luas secara cepat. Bahkan, dapat dimungkinkan editing untuk semakin mengekspose hal-hal negatif tersebut,” katanya.

Terkait produksi program siaran TV, Hardly mengatakan ada kemungkinan terjadinya kelalaian pembuat program sehingga muncul muatan konten negatif yang dimanfaatkan media baru. 

“Misalnya terdapat adegan berciuman. Biasanya kelalaian tersebut dengan durasi pendek kurang dari 1 menit. Namun dengan proses editing pada media baru, maka kelalaian 1 menit tersebut bisa diulang-ulang sampai 5 menit. Dan bukan itu saja, konten negatif tersebut kemudian diviralkan, seolah-olah hal itu merupakan keseluruhan program siaran TV,” jelas Hardly.

Mengatur media baru dan literasi

Dalam kesempatan itu, Hardly menilai, semua media, baik media lama maupun yang baru, memiliki potensi memberi dampak positif dan negatif. Namun hingga saat ini, pengaturan dan pengawasan secara ketat hanya dilakukan pada media lama, dalam hal ini TV dan radio. Pengaturan dan pengawasan ini menjadi tugas dan kewenangan KPI.

“Adapun untuk media baru, dimana terdapat berbagai aplikasi di internet yang dapat digunakan oleh siapa saja untuk membuat, mengedit dan menyebarluaskan konten, ternyata belum memiliki pengaturan dan pengawasan yang memadai,” ungkap Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan ini.

Melihat perkembangan dan dampak dari media baru, Hardly menilai perlu adanya pengaturan dan pengawasan oleh lembaga independen sebagai representasi civil society. “Hal ini untuk memastikan terjaminnya kebebasan berpendapat, berekspresi, membuat dan mendapatkan informasi, namun tetap berada pada koridor norma dan regulasi yang berlaku di Indonesia,” katanya.

Hardly juga menyampaikan bahwa yang menjadi tantangan ke depan saat ini adalah bagaimana mengarahkan masyarakat, apakah bergerak ke arah masyarakat yang informatif atau disinformatif. Ketika setiap orang dapat memilah dan memilih, saring sebelum sharing, hal ini menyebabkan informasi yang beredar adalah informasi yang benar dan memberi inspirasi positif. 

“Ini artinya kita sedang menuju tatanan masyarakat informatif. Sebaliknya jika informasi yang lebih banyak beredar, dipercayai dan disebarluaskan adalah informasi palsu dan memberi inspirasi negatif seperti perpecahan dan konflik, meskipun ada informasi yang berlimpah, kita sedang bergerak ke arah tatanan masyarakat disinformatif,” tambah Hardly. 

Untuk mendorong masyarakat agar bergerak ke arah tatanan informatif, selain regulasi adalah literasi. Menurut Hardly, masyarakat harus senantiasa mendapat pencerahan agar kritis dalam menggunakan media. “Masyarakat harus senantiasa didorong mencari, membuat dan menyebarluaskan informasi yang berkualitas. Apapun media yang digunakan, baik radio, TV maupun internet,” tandasnya. ***/Foto: Agung R

 

 

Surakarta - Puncak Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88 diselenggarakan di Auditorium Sarsito Mangunkusumo, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI), 1 April 2021. Pemilihan lokasi puncak peringatan ini, tak lepas dari nilai kesejarahan gedung LPP RRI yang awalnya merupakan studio Solosche Radio Vereniging (SRV) yang kemudian diserahkan Mangkunegara VII sebelum kemerdekaan.

Dalam puncak peringatan Harsiarnas ini, hadir Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Platte, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, dan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio beserta jajaran komisioner KPI yang lain. Yang menarik dari puncak Harsiarnas tahun ini, kehadiran para pejabat negara akan dikemas dalam tayangan televisi berjudul SKETSA yang bernuansa budaya dan disiarkan langsung di stasiun TV induk jaringan. 

Menurut Ketua Pelaksana Harsiarnas, Hardly Stefano Pariela, tayangan SKETSA akan menempatkan para pejabat negara berperan sebagai tokoh-tokoh dalam kisah pewayangan khas Jawa. Akan ada yang berperan sebagai tokoh punakawan seperti Semar dan Petruk, ada pula yang menjadi Arjuna, ujar Hardly. Dalam SKETSA ini mengisahkan tentang goro-goro yang terjadi di bumi Amarta lantaran terserang pagebluk atau pandemi sehingga membutuhkan bantuan nasehat dari para punakawan. 

Hardly menjelaskan, makna dari tayangan SKETSA di puncak peringatan Harsiarnas adalah pentingnya kolaborasi antar semua pihak untuk menyelesaikan masalah pandemi di negeri ini. Iman, Aman, Imun, dan Vaksin merupakan penanganan pribadi untuk mencegah tertular virus. Namun yang tak kalah penting juga adalah menggalang solidaritas sosial termasuk dengan Gerakan Jogo Tonggo atau Gerakan Saling Menjaga. Hardly mengatakan, dunia penyiaran juga harus ikut dalam kolaborasi besar mendukung program pemerintah dalam mengatasi pandemi. Apalagi dunia penyiaran memiliki fungsi perekat sosial untuk membangun solidaritas sosial antar masyarakat. 

Presiden Joko Widodo yang turut hadir secara virtual dalam puncak peringatan Harsiarnas, berkesempatan menyapa segenap insan penyiaran serta seluruh masyarakat Indonesia. Dalam acara yang disiarkan langsung oleh Trans Tujuh ini, Presiden menyampaikan tentang tantangan pengelolaan informasi yang berlimpah saat ini.  Setiap orang dapat dengan cepat memperoleh, memproduksi serta menyebarluaskan informasi. 

Pentingnya keterbukaan dan ketepatan informasi ini, menurut Presiden, dialami betul dalam kondisi pandemi covid-19. Keterbukaan informasi menjadi salah satu faktor kesuksesan penanganan pandemic. “Alhamdulillah, dengan informasi yang terbuka, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab, serta kerja sama semua pihak kita dapat segera membuat situasi kondusif dan terukur dan pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat. Masyarakat juga dapat memahami dan menghadapi pandemi ini dengan informasi yang baik,” ucap Presiden. Diakui pula olehnya, keterbukaan informasi saat ini turut mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi. 

Presiden menyampaikan terima kasih kepada KPI, pemerintah dan lembaga penyiaran baik di pusat dan daerah, yang telah bekerja sama menyajikan informasi aktual sejak awal tentang penanganan pandemic. “Melalui sosialisasi disiplin menjalankan penegakan protokol kesehatan serta vaksinasi kepada seluruh masyarakat,” ujarnya. 

Presiden juga mengatakan, pengawasan oleh KPI harus dilakukan secara berimbang. “Kita harus sama-sama menjaga agar masyarakat memperoleh informasi yang berkualitas dan edukatif. Meningkatkan literasi informasi kepada masyarakat dan mengembangkan kanal-kanal baru yang kreatif agar diminati masyrakat untuk mendapatkan informasi yang sehat dan akurat,” tambahnya. 

Dalam kesempatan ini, Presiden Joko Widodo yang juga menjadi salah satu tokoh penting dalam melahirkan Hari Penyiaran Nasional di tahun 2010 menegaskan, kita harus bersama membuat dunia penyiaran menjadi lebih baik dari berbagai aspek . Baik itu aspek konten ataupun aspek industry. Menurutnya, agar tumbuh semakin baik, masyarakat pun harus semakin cerdas mengawasi dan menyikapi informasi, serta regulator dan pengawas yanjg lebih kuat dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 

Kepala Negara meyakini, dengan dengan penataan ekosistem penyiaran yang berkelanjutan, industri penyiaran Indonesia semakin tangguh. “Semakin dinikmati masyarakat dengan tampilan konten yang berkualitas dan mencerdaskan,” pungkasnya. */Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

 

(Wakil Walikota Surakarta Teguh Prakosa dalam acara Bakti Sosial KPI di Hari Penyiaran Nasional ke-88)

Surakarta - Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-88 yang mengambil tema “Penyiaran Sebagai Pendorong Kebangkitan Ekonomi Pasca Pandemi”, turut dilengkapi kegiatan sosial dalam membantu kalangan yang terdampak pandemi. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan kegiatan bakti sosial bersama bersama Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih serta MNC Peduli, (31/03).

Bakti sosial tersebut dilaksanakan di lokasi yang berbeda dengan penerima manfaat bantuan yang  berbeda pula. Bantuan dari Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih SCTV Indosiar, diberikan kepada anak-anak yatim yang terhimpun dalam 17 panti binaan Dinas Sosial kota Surakarta. Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Imam Sudjarwo selaku Ketua Umum Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih mengatakan, selain bantuan 500 paket perlengkapan sekolah untuk anak-anak, pihaknya juga telah menyerahkan 50.000 masker kain kepada pemerintah kota Solo yang diharapkan dapat membantu memutus mata rantai penyebaran Covid19 di Soloraya. 

(Ketua Yayasan Pundi Amal dan Peduli Kasih Indosiar dan SCTV Komjen. Pol. (Purn) Imam Sudjarwo)

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah menjelaskan, bakti sosial ini menjadi langkah awal kerja sama antara KPI dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya, dalam rangka turut mendorong kebangkitan ekonomi pasca pandemi. Dalam bakti sosial ini, KPI memilih Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Solo sebagai lokasi pemberian bantuan. Menurut Nuning, pihaknya memilih YPAC, karena Solo merupakan kota yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Oleh karena itu, kami perlu memberi dukungan dengan memberi bantuan kepada para penyandang cacat, panti asuhan yatim piatu dan lain sebagainya. "Ini menjadi komitmen kami untuk tetap bersama masyarakat karena masyarakat juga bagian penting dari siaran Indonesia. Tanpa masyarakat, tanpa penonton, penyiaran di Indonesia tentu akan ditinggalkan dan surut, kalau kita tidak peduli pada masyarakat, penonton khususnya," tandas Nuning.  Selain itu, Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih SCTV Indosiar  memberikan bantuan sepuluh kursi roda kepada Dinas Sosial kota Surakarta. 

(Wakil Walikota Surakarta Teguh Prakosa Menyampaikan Bantuan dari MNC Peduli Kepada Penarik Becak Disaksikan Ketua Umum MNC Peduli Syafril Nasution)

Bakti sosial selanjutnya dilaksanakan atas kerja sama KPI dengan MNC Peduli yang membagikan paket sembako untuk 300 penarik becak di kota Solo. Ketua MNC Peduli, Syafril Nasution yang hadir untuk menyampaikan langsung bantuan tersebut menyatakan, pihaknya sangat peduli terhadap masyarakat yang terdampak pandemic Covid19. Bantuan yang diberikan MNC Peduli itu juga disalurkan pada empat panti jommpo yang ada di kota Solo. 

Ketua Pelaksana Peringatan Harsiarnas ke-88, Hardly Stefano Pariela menyatakan, bantuan yang disampaikan lembaga penyiaran dalam bakti sosial ini menujukkan bahwa insan penyiaran tidak semata-mata bicara tentang tontonan dan hiburan. Namun juga tentang kepekaan, kepedulian dan empati sosial, ujarnya. Bakti sosial ini juga menjadi bukti kepedulian lembaga penyiaran terhadap kondisi perekonomian masyarakat yang terpukul akibat pandemi. 

(Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah Menyampaikan Bantuan Sembako Pada Penarik Becak di Surakarta)

Pada dua kegiatan tersebut, Wakil Walikota Solo, Teguh Prakosa, hadir langsung menyaksikan pemberian bantuan dari EMTEK Group dan MNC Group.  Teguh menyampaikan apresiasi yang besar pada kepedulian lembaga penyiaran dalam mendukung pemerintah kota Surakarta mengatasi pandemi Covid19. Menurut Teguh, ibarat memancing ikan, pihaknya berharap bantuan yang diberikan KPI bersama lembaga penyiaran dapat menarik pihak lain untuk melakukan hal serupa. Selain bantuan sembako, pemberian hand sanitizer, masker seta disenfektan untuk panti jompo dan para penarik becak, sangatlah bermanfaat. 

 

Surakarta -- Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo, mengatakan keterbukaan dan kecepatan informasi dalam menangani pandemi Covid-19 merupakan sebuah kebutuhan. Namun demikian, kecepatan dan tranparansi informasi tersebut harus diimbangi dengan akuntabilitas serta isi informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Saat ini kita berada pada era keberlimpahan informasi. Setiap orang dapat dengan cepat memperoleh informasi. Setiap orang dapat dengan mudah memproduksi informasi. Setiap orang dapat dengan segera menyebarluaskan informasi. Konsekuensinya, keberlimpahan dan keterbukaan informasi adalah sebuah kebutuhan," Kata Presiden dalam sambutan virtualnya memperingati Hari Penyiaran Nasional ke-88, Kamis (1/4/2021). 

Kebutuhan akan keterbukaan dan kecepatan informasi tersebut, lanjut Presiden, sangat terasa di masa pandemi saat ini, di mana masyarakat mencari informasi mengenai upaya pencegahan penularan virus hingga langkah-langkah pemerintah dalam menangani pandemi. Menurutnya, keterbukaan informasi menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan penanganan pandemi.

"Alhamdulillah, dengan informasi yang terbuka, transparan, akuntabel, bertanggung jawab, serta kerja sama antarsemua pihak, kita bisa segera membuat situasi kondusif dan terukur. Pemerintah juga dapat segera mengambil kebijakan yang tepat. Masyarakat juga dapat memahami dan menghadapi pandemi ini dengan informasi yang baik," tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Presiden menyampaikan ucapan terima kasih kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), lembaga penyiaran, baik di pusat maupun daerah, serta berbagai pihak terkait lainnya yang telah bekerja sama menyajikan informasi akurat dan aktual sejak awal penanganan pandemi. Melalui edukasi untuk berdisiplin menjalankan protokol kesehatan serta menyebarluaskan berbagai kebijakan pemulihan ekonomi, masyarakat memperoleh informasi mengenai bagaimana seharusnya mereka dapat menghadapi situasi pandemi saat ini dengan aman dan tetap produktif.

Meski demikian, tantangan penyiaran dan pengelolaan informasi ke depannya akan semakin besar. Digitalisasi informasi akan semakin mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi yang mana membutuhkan pengawasan secara berimbang.

"Kita harus sama-sama menjaga agar masyarakat bisa memberi informasi yang akurat, berkualitas dan edukatif, meningkatkan literasi informasi kepada masyarakat, serta mengembangkan kanal-kanal baru yang kreatif agar diminati masyarakat untuk memperoleh informasi yang sehat dan akurat," kata Presiden.

Selain itu, seluruh pihak juga harus memiliki semangat untuk bersama membuat dunia penyiaran Indonesia menjadi lebih baik dalam berbagai aspek. Mulai dari aspek konten siaran, industrinya, hingga tumbuh kembang media-media penyiarannya. Masyarakat pun juga harus teredukasi sehingga semakin cerdas dan kritis dalam memilah serta menyikapi informasi yang diterima mereka.

"Dengan perbaikan dan penataan ekosistem media penyiaran yang berkelanjutan, saya meyakini industri penyiaran Indonesia akan semakin kuat dan tangguh, semakin diminati masyarakat dengan tampilan dan konten yang semakin berkualitas dan mencerdaskan," tandasnya. **/Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan apresiasi tinggi kepada lembaga penyiaran yang telah menyampaikan informasi dengan bijak dan tidak menimbulkan ketakutan terkait aksi teror bom bunuh diri di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (28/3/2021) lalu, serta kasus penyerangan Kantor Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Polri). 

“Kami juga berterimakasih kepada lembaga penyiaran yang tidak memframing agama manapun terkait teror bom tersebut. Karena kita semua paham terorisme itu tidak beragama. Tidak satu pun agama di Indonesia yang membenarkan dan mengajarkan terorisme kepada umatnya,” kata Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, Selasa (30/3/2021).

Reza menegaskan, pihaknya mengutuk keras tindakan teror aksi bom bunuh diri di salah satu Gereja di Kota Makassar pada hari akhir pekan lalu. “Karena itu, KPI mengajak seluruh komponen penyiaran untuk memperkuat kekuatan bangsa dan persatuan Indonesia agar tidak goyah oleh paham-paham apapun yang memecah bangsa ini,” tambahnya.

Berdasarkan hasil pemantauan tim analis KPI Pusat, belum ditemukan adanya potensi atau indikasi pelanggaran siaran oleh lembaga penyiaran terkait pemberitaan bom bunuh diri tersebut serta kasus penyerangan Mabes Polri. “Ini menjadi catatan baik dan patut kami apresiasi. Semoga hal ini dapat dipertahankan ke depannya,” kata Reza.

Meskipun begitu, KPI tetap mengingatkan seluruh lembaga penyiaran untuk berhati-hati dan memperhatikan aturan siaran terkait pemberitaan kasus terorisme aksi bom bunuh diri di Makassar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberitaan tentang terorisme harus mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.