Mataram – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan penandatanganan MoU atau nota kesepahaman dengan Asosiasi Program Studi Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam (ASKOPIS) terkait kerja sama di bidang Pendidikan, Penelitian, Pengabdian, Pemagangan, Pengawasan Isi Siaran, Sosialisasi, dan Literasi Media. 

Penandatanganan MoU dilakukan di sela-sela Seminar Nasional bertema “Literasi Media Nasional: Mengkaji Pokok-pokok Pikiran dalam Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran” yang diselenggarakan di Auditorium Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT), Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (03/10/2024).

Dalam keterangannya, Pimpinan DPP ASKOPIS yakni Mohammad Zamroni, Hari Irawan Jauhari, dan Gun Gun Heryanto, menyampaikan dukungan terhadap KPI terkait perlunya revisi UU Penyiaran. Bahkan, Gun Gun secara khusus menyoroti penetrasi internet yang merupakan media baru sudah mencapai 77%. Menurutnya, kondisi ini perlu diberi atensi melalui adanya regulasi yang mendukung persaingan sehat dalam penyiaran.

Ahsanul Khalik menyampaikan tentang “Potret Pertumbuhan dan Kontribusi Media Penyiaran bagi Pembangunan Daerah”. Menurutnya, komunikasi dan informasi yang disampaikan media harus mampu membangun peradaban yang sudah diwariskan pendiri bangsa. 

Hal ini seharusnya menjadi pendorong untuk melahirkan SDM penyiaran yang memahami nilai yang berimbang, sehingga bisa membawa penyiaran di rel yang tepat. Revisi UU Penyiaran disebut Ahsanul sebagai salah satu yang menjadi jawaban untuk tantangan masa yang akan datang.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa, memaparkan substansi UU Penyiaran 2002, yang di dalamnya terdapat pasal yang menyebutkan penggunaan Lembaga Penyiaran (LP) untuk membangun martabat, membangun integritas, demokratisasi serta budaya. Dari pasal tersebut, tercantum fungsi LP dalam konteks penyiaran, sebagai wadah informasi, sarana edukasi, serta media yang memberi hiburan sehat. 

“Tapi fakta di lapangan masih didapati hiburan yang tidak sehat, yang muncul dari media baru. Itulah yang menjadi urgensi revisi UU Penyiaran, penyesuaian dengan perkembangan teknologi dan utamanya untuk kesetaraan dalam ekosistem penyiaran dan untuk kepentingan Masyarakat,” kata I Made Sunarsa dalam keynote speechnya. 

Dia menambahkan, revisi UU Penyiaran juga diperlukan untuk penguatan kelembagaan KPID di tiap-tiap daerah.

Dalam seminar nasional yang menghadirkan sejumlah nara sumber, Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi memaparkan materi bertopik “Revisi UU Penyiaran dan Upaya Penguatan Kewenangan dan Kelembagaan”. Dia mengungkapkan pihaknya sudah menyampaikan kepada anggota dewan untuk meneruskan proses revisi UU ini, sehingga pembahasannya tidak kembali ke titik nol. 

Seperti diketahui bahwa media konvensional seperti TV dan radio diawasi KPI dengan acuan P3SPS. Sedangkan media baru tidak dinaungi regulasi apapun sehingga menyebabkan perbedaan yang krusial. Revisi diharapkan bisa mewujudkan kesetaraan antara media konvensional dan media baru.

“Berdasarkan survey Kominfo, lembaga penyiaran masih menjadi pembanding atau rujukan atas informasi yang diperoleh di media baru. Hal ini berarti bahwa media konvensional masih dibutuhkan masyarakat,” kata Evri.

Selain meminta media konvesional tetap semangat, Evri Rizqi juga menjelaskan terkait keberatan terhadap revisi UU Penyiaran yang terjadi pada beberapa bulan sebelumnya. Ditegaskanya, sejak 2019 substansi draft tidak ada yang berbeda selain pada pergeseran pasal. 

Menurut Evri, pihaknya mendukung kebebasan pers sepenuhnya. Dia menyinggung kembali esensi revisi adalah regulasi untuk media baru, penguatan KPI dan KPID yang merupakan pilar-pilar di daerah.

Di tempat yang sama, nara sumber Dadang Rahmat Hidayat, menyampaikan topik “Revisi UU Penyiaran dalam Telaah Hukum, Ekonomi, dan Politik Media”. Dia menyatakan bahwa hukum diciptakan untuk menciptakan ketertiban, keadilan, perlindungan hukum, kemanfaatan, perlindungan hukum, penegakan keadilan, serta rekonsiliasi kepentingan. Adapun revisi dimaksudkan sebagai suatu penyesuaian terhadap perkembangan teknologi dan digitalisasi, pengembangan kekuatan kelembagaan, perlindungan kepentingan publik dan kepentingan daerah, serta memberi perlindungan kepada lembaga penyiaran. 

Publik menjadi aspek yang perlu diperhatikan, bagaimana mereka bisa mengakses sumber informasi yang sesuai minat. Kehadiran negara dibutuhkan untuk mengatur untuk mencegah terjadinya penguasaan media yang tidak proporsional karena kepentingan politik dan ekonomi. Sementara media juga harus bisa memperjuangkan diri agar tetap hidup dan berkelanjutan. Revisi undang-undang dimaksudkan untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan tersebut.

Narasumber Prilani, memaparkan topik “Partisipasi Publik dan Revisi UU Penyiaran”. Dia berpendapat bahwa meningkatkan partisipasi publik dalam revisi UU Penyiaran, perlu lompatan serius dan tidak harus normatif. Misalnya dengan menggerakan masyarakat melalui kreasi dan persuasi melalui kelompok-kelompok yang masuk di jejaring ASKOPIS, melalui pemanfaatan media sosial. 

“Revisi perlu terus disuarakan hingga titik dimana semua pemangku kepentingan kembali ke jalan yang benar sesuai arah penyiaran,” ujarnya.

Prof. Dr. TGH. Fakhrurrozi, memaparkan materi tentang “Lembaga Penyiaran dan Strategi Komunikasi dalam Mendiseminasikan Moderasi Beragama”. Menurutnya, penguatan revisi UU Penyiaran bisa dilakukan oleh lembaga penyiaran melalui penguatan aspek alasan filosofis, normatif, landasan historis, sosiologis, antropologis, dan fenomenologis. 

Untuk membuat gerakan revisi menjadi masif, lanjut Fakhrurrozi, bisa dilakukan pendekatan melalui 6 episentrum peradaban, yaitu komunitas tempat ibadah keagamaan, lembaga pendidikan, adat, budaya, cendekia, dan organisasi kemasyarakatan (ormas). “Jika semua komunitas dirangkul dan diliterasi maka mereka akan menyadari pentingnya revisi dilakukan,” tandasnya. 

Seminar nasional ini juga dihadiri Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti, Sekretaris KPI Pusat, Umri, Kepala Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mewakili Pj. Gubernur NTB, Ahsanul Khalik, Wakil Rektor I UMMAT, Hari Irawan Jauhari, Ketua KPID NTB beserta jajaran, dan perwakilan Lembaga Penyiaran Publik (LP) NTB, serta sekitar 200 peserta yang terdiri dari Anggota ASKOPIS se-Indonesia dan mahasiswa/i UMMAT. **/Anggita

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Institut Agama Islam (IAI) Tarbiyatut Tholabah (Tabah), Lamongan, Jawa Timur (Jatim) melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU (memorandum of understanding), Rabu (2/10/2024). MoU kerja sama ini meliputi peningkatan dan pengembangan SDM (sumber daya manusia), literasi media, dan pelaksanaan merdeka belajar kampus merdeka.

Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, pihaknya menyambut baik dan sangat terbuka bekerja sama dengan pelbagai perguruan tinggi. Menurutnya, pengembangan dan peningkatan kualitas penyiaran salah satunya melalui peran dunia pendidikan. 

“Apalagi ini kampus keagamaan Islam yang harapannya apa yang dipelajari di kampus dapat memberi masukan terhadap pengembangan program siaran religi sehingga sesuai dengan etika dan kaidah yang ada,” kata Ubaidillah dalam sambutan pembuka yang didampingi Anggota KPI Pusat, Aliyah dan Tulus Santoso. 

Sementara itu, Rektor IAI TABAH Lamongan, Alimul Muniroh, menyampaikan kerja sama ini akan membuka peluang sekaligus penyemangat pada perguruaan tinggi dan mahasiswa. Saat ini, IAI tengah berupaya meningkatkan statusnya menjadi universitas terkemuka di daerah Lamongan. 

“Kami jadi bisa belajar dari KPI mengenai penyiaran baik dari sisi pengawasannya maupun etika penyiaran itu dijalankan. Kerja sama ini juga akan menggiatkan peran edukasi kami ke masyarakat. Terima kasih telah memberi kesempatan ini,” tandas Alimul Muniroh. ***/Foto: Agung R

 

Bogor - Sinergi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers dalam gugus tugas, harus terjalin lebih baik lagi guna mendukung pemilu dan pemilihan yang berkualitas. Dalam Pemilu Februari lalu, terdapat 141.008 upaya pencegahan yang dilakukan Bawaslu, baik dalam bentuk identifikasi kerawanan, pendidikan, partisipasi masyarakat, naskah dinas pencegahan ataupun kerja sama publikasi. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan hal tersebut dalam diskusi kelompok terpumpun Evalusi Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024 yang dilaksanakan KPI Pusat, (27/9/2024). 

Dia mengungkap titik rawan yang paling menonjol adalah politik Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) dan politik uang. Sedangkan data pengawasan siber menunjukkan adanya 355 konten internet yang diduga melanggar dengan konten ujaran kebencian yang diidentifikasi sangat menonjol. Kerawanan lain yang ditemukan Bawaslu adalah Pemilu di luar negeri yakni terkait daftar pemilih dan metode pemungutan suara. 

Evaluasi ini juga membahas kontribusi pers dalam penyelenggaraan Pemilu. Menurut Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, pemilu merupakan sarana perebutan kekuasaan yang legal. “Pada konteks ini pemilu menjadi sarana yang sangat penting agar masyarakat terdidik lewat cara-cara yang baik,” ujarnya. Undang-undang memandatkan pada dewan pers untuk menjaga keseimbangan agar pers tidak terjebak pada pemberitaan hal-hal prosedural dalam Pemilu. “Esensi demokrasi itu bagaimana menghadirkan kelompok termajinalkan mendapat tempat,” tegasnya. 

Ninik menyadari pesta demokrasi ini harus dapat berlangsung secara damai, namun bukan berarti tidak ribut. “Tidak bisa damai diartikan sebagai diam-diam saja saat terjadi berbagai pelanggaran,” tegasnya. Dia mengingatkan pula bahwa fungsi pers adalah memberikan dukungan informasi. 

Perwakilan KPU yang hadir dalam Evaluasi, adalah Dohardo Pakpahan selaku Kepala Bagian Hubungan Antar Lembaga. Dohardo mengatakan, Pemilu 2024 lalu mendapat perhatian sangat besar dari berbagai media massa, baik cetak, online ataupun penyiaran. Sebagai regulator penyiaran, dikatakan Dohardo, KPI telah melakukan pengawasan terhadap pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye agar semua dapat dipastikan tetap dalam koridor yang tepat. “Terbukti dari pemilu lalu, keberadaan isu sara sudah sangat minim sekali, berbeda dengan yang sebelumnya,” ujar Dohardo. 

Dohardo menyoroti tentang peredaran konten hoax menjelang Pemilu 2024.  Kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, berbuahkan 1971 konten hoax yang di-take down. Data lain yang didapat KPU yakni sebanyak 62% masyarakat pernah melihat informasi yang keliru di media,  dan 80% dari mereka percaya bahwa informasi yang beredar di masyarakat mampu memberi pengaruh terhadap pilihan politik. KPU mengapresiasi KPI yang mengeluarkan peraturan dan juga pedoman penyiaran kampanye yang lebih rinci, termasuk larangan adanya unsur provokatif dalam iklan kampanye. Dohardo berharap, kolaborasi lembaganya dengan KPI dapat terjalin lebih baik lagi demi menghasilkan kualitas demokrasi yang kuat dan berkualitas.

Terkait independensi media dalam Pemilu disoroti oleh Nuning Rodiyah yang hadir sebagai narasumber. Tantangan independensi antara lain banyaknya pengisi program siaran yang menjadi peserta pemilu, pemilik media penyiaran yang terafiliasi dengan peserta pemilihan atau partai pengusung, penyampaian informasi oleh lembaga penyiaran yang sarat dengan framing. Selain itu, pengawasan yang dilakukan untuk media lokal masih terbatas pada penayangan iklan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye, ujarnya. 

“Sebenarnya yang dapat menindak pasangan calon tetaplah KPU, karena posisi KPI dan Bawaslu memberi rekomendasi terkait pelanggaran yang dilakukan pasangan calon di lembaga penyiaran,” ungkapnya. Nuning juga melihat potensi pelanggaran siaran lainnya adalah blocking segment yang jauh lebih mudah dinilai. “Tinggal lihat saja kecenderungan pembawa acara condong kemana,” pungkasnya. 

Diskusi ini juga dilengkapi dengan data pengawasan yang dilakukan KPI Pusat pada Pemilu 2024. Hadir dalam evaluasi tersebut Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Koordinator dan anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Tulus Santoso dan Aliyah, dan juga Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Muhammad Hasrul Hasan.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menyiapkan Surat Edaran (SE) Nomor 6 tahun 2024 tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 di Lembaga Penyiaran. Rujukan ini untuk memastikan kontestasi politik di ranah penyiaran (TV dan radio) berjalan adil, berimbang dan netral. 

Saat membuka kegiatan sosialisasi SE bersama seluruh KPID yang digelar secara daring, Selasa (1/10/2024), Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan, edaran ini untuk memastikan pelaksanaan siaran kampanye dan iklan di lembaga penyiaran berjalan sesuai aturan dan perundangan yang berlaku. 

“Kami sudah menyiapkan surat edaran untuk lembaga penyiaran soal pilkada di lembaga penyiaran. Apa-apa saja yang harus dipatuhi lembaga penyiaran dan calon pasangan ada dalam surat edaran ini,” kata Ubaidilllah,.

Selain itu, Ubaid menambahkan, edaran ini juga untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran siaran pilkada di TV dan radio. Seperti soal keberimbangan siaran dan kesempatan yang sama untuk pasangan calon. 

Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso menambahkan, edaran ini harus dipahami dan diterapkan secara benar sehingga pelaksanaan penyiaran pilkada di lembaga penyiaran berjalan baik dan minim pelanggaran. Lembaga penyiaran harus juga menyajikan informasi tentang pilkada secara terbuka, menyeluruh dan faktual, khususnya perihal para kontestan, 

“KPI berperan dalam menjaga ruang informasi di lembaga penyiaran untuk memastikan keberimbangan dan netralitas, sehingga lembaga penyiaran menyajikan informasi yang dibutuhkan masyarakat yang akan menentukan para pemimpin di masing-masing daerah,” katanya dalam sosialisasi tersebut. 

Selain itu, lanjut Tulus, informasi yang disampaikan secara luas, berimbang dan netral akan membentuk pemahaman dan edukasi yang jelas ke masyarakat terkait para calon pemimpin daerahnya. “Dengan demikian, kita ikut berkontribusi melahirkan kepala daerah yang mumpuni, bisa bekerja membangun daerah dan harapannya memiliki keberpihakan kepada masyarakat,” ujar Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat. 

Anggota KPI Pusat Aliyah berharap, Pilkada yang akan berlangsung di 37 Provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota berjalan aman dan tanpa gejolak. Karenanya, diperlukan sinergi yang kuat antar pihak khususnya KPID dalam pengawasan siaran pilkada di lembaga penyiaran khususnya di daerah. Adapun penayangan iklan kampanye pilkada di media massa cetak dan elektronik dimulai pada 10 Oktober hingga 23 November 2024. 

Dalam kesempatan itu, Aliyah menyampaikan telah menyampaikan aspirasi dari KPID terkait penggunaan media massa elektronik yang harus melibatkan KPID dan diakomodir melalui PKPU. “Kami sudah 2 kali bersurat ke KPU, tapi ini perlu diterangkan ke KPUD masing-masing. Dalam SE disebutkan klausul KPUD melibatkan KPID di daerah masing-masing,” tegasnya. 

Sementara itu, Tulus Santoso menambahkan, KPID bisa memberi daftar lembaga penyiaran apa saja yang berizin, bermasalah atau tidak untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan LP yang akan dijadikan mitra dalam penyelenggaraan pemilu. “Data ini sangat penting untuk memastikan lembaga penyiaran yang digunakan benar-benar legal dan tidak bermasalah,” tuturnya. 

Apresiasi KPID

Menanggapi surat edaran tersebut, beberapa perwakilan KPID menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, SE ini bisa menjadi pedoman dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Mereka juga menyatakan sudah menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Pers di wilayah masing-masing untuk bersama mengawal Pilkada Serentak dengan sukses. Meskipun demikian ada beberapa hal yang membutuhkan perhatian khusus. 

Anggota KPID Sulawesi Tenggara, Asman Hamidu, mengingatkan pentingnya bermitra dengan lembaga penyiaran yang berizin, netral, serta memiliki kelengkapan memadai untuk mendukung penyelenggaraan pilkada agar terjangkau ke semua wilayah, terutama di area yang terdiri dari laut dan daratan. 

Sejumlah KPID juga menyampaikan permasalahan terkait area blankspot dan tidak tersedianya lembaga penyiaran di beberapa area tersebut. Atas kesulitan ini, mereka berharap Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) bisa menjadi alternatif solusi. 

Terkait masalah itu, Aliyah memohon maaf karena ada usulan KPI yang tidak diakomodir oleh KPU. Pihak KPU menyebut bahwa masih memungkinkan bagi lembaga penyiaran untuk menyajikan pemberitaan melalui media baru dan streaming.

Menyoal potensi pelanggaran oleh peserta pemilu yang dilakukan melalui lembaga penyiaran, Tulus Santoso meminta kepada KPID untuk mengusahakan penyelesaian secara internal melalui pembinaan lembaga penyiaran. Dia menekankan untuk berhati-hati dalam menjatuhkan sanksi, karena pada prakteknya kegiatan jurnalistik di lapangan kadang dibenturkan dengan kondisi tertentu yang tidak diduga yang membuat lembaga penyiaran seolah melakukan pelanggaran.

“Misalnya ketidakhadiran kandidat pada acara debat atas kehendak kandidat sendiri karena ada kegiatan lain yang bersamaan atau alasan lain. Penting bagi KPI untuk menelusuri alasan di balik terjadinya pelanggaran tersebut. Pelanggaran ini yang termasuk dalam ranah penyiaran,” katanya.

Dalam sosialisasi ini, turut didiskusikan keberadaan media baru, persoalan slot iklan, pelibatan TV lokal, serta praktik pengawasan di wilayah dengan infrastruktur sulit dan rawan konflik. ***/Anggita

 

 

 

 

Bogor - Lembaga penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan politik dalam melaksanakan siaran pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada), baik itu dari partai politik ataupun pasangan calon, agar masyarakat mendapatkan informasi kepemiluan ini secara berimbang dan dalam porsi yang sama. Sebagaimana semangat utama dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang menegaskan bahwa penyiaran merupakan ranah publik dan harus digunakan untuk kepentingan publik. Hal ini disampaikan Netty Prasetyani, Anggota DPR RI, saat menjadi pembicara kunci dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) tentang  Evaluasi Penyiaran Pemilu 2024 yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), (27/9). 

Dalam pandangan Netty, hingga saat ini masyarakat masih menjadikan lembaga penyiaran sebagai rujukan informasi. Anggota DPR dari Jawa Barat ini mengungkap, masih banyak petani di Jawa Barat yang belajar cara bertani dari televisi yang hadir dalam keseharian mereka. Karenanya, dia menilai, KPI pun harus meningkatkan perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan pada lembaga penyiaran, termasuk menjaga ranah frekuensi ini tetap adil dan berimbang dalam perhelatan demokrasi yang memilih kepala-kepala daerah di bulan November mendatang.

Secara khusus Netty mengatakan bahwa dalam pencatatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), lebih 20% pemilih hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). “Bisa kita bayangkan keputusan untuk memilih dalam Pilkada nanti seperti apa jadinya,” ujar Netty. Untuk itu, dia berharap KPI mengingatkan lembaga penyiaran agar menghadirkan siaran Pilkada yang adil dan seimbang bagi masyarakat yang akan menunaikan hak politiknya. “Termasuk juga untuk pemilih perempuan yang perlu diprioritaskan agar kepentingannya dalam Pilkada terpenuhi,” urainya menutup materi. 

Pada kesempatan itu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan Evaluasi ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengawasan siaran Pemilu yang sudah dilakukan KPI pada Februari lalu. Dalam pelaksanaan pengawasan siaran pemilu, ujar Ubaidillah, dilakukan juga koordinasi dengan lembaga yang menjadi penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Evaluasi ini juga merupakan titik awal dalam rangka pengawasan siaran Pilkada serentak. Beberapa catatan pengawasan Pemilu 2024 disampaikan pula oleh KPI dengan harapan dapat menjadi perhatian lebih besar saat pengawasan siaran Pilkada.

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus Santoso memaparkan data tentang hasil pengawasan siaran pemilu pada bulan Februari lalu. KPI sudah memanggil lembaga penyiaran untuk klarifikasi terkait liputan pendaftaran pasangan calon (paslon). “Saat itu ada tiga paslon tapi yang diliput hanya dua. Alasan yang disampaikan ke KPI saat itu karena alat yang digunakan rusak,” ungkapnya. Secara umum, hampir semua lembaga penyiaran berpotensi melakukan pelanggaran, baik yang terafiliasi ke partai politik atau tidak.

Namun ada juga teguran tertulis yang dijatuhkan KPI, terhadap program siaran yang terbukti melanggar aturan, khususnya ketentuan tentang independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran. “Ke depannya, KPI berharap, iklan politik yang disiarkan lembaga penyiaran harus komprehensif, sehingga Pilkada serentak tahun 2024 ini juga mampu melahirkan pemimpin yang inovatif,” tegasnya. 

Narasumber lain dalam diskusi tersebut adalah Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Kepala Bagian Hubungan Antar Lembaga KPU Dohardi Pakpahan, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, dan Pengamat Media Nuning Rodiyah. Turut hadir pula dalam diskusi, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah dan Koordinator PKSP KPI Pusat M. Hasrul Hasan. Menurut Aliyah, televisi dan radio punya kontribusi besar dalam bangunan demokrasi yang diperjuangkan bangsa ini. Keterlibatan lembaga penyiaran dalam siaran Pemilu dan Pilkada merupakan bentuk kontribusinya dalam mendorong kualitas demokrasi di negeri ini menjadi lebih baik melalui Pemilu dan Pilkada serentak yang luber dan jurdil. KPI juga akan terus memaksimalkan pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran serta iklan kampanye dalam Pilkada serentak mendatang, sebagai komitmen lembaga ini untuk menghadirkan pemimpin di daerah yang berkualitas.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.