Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan keprihatinan dan duka mendalam atas terjadinya bencana alam gempa bumi yang melanda wilayah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Jumat (15/1/2021) dini hari tadi. KPI juga menyampaikan turut berbelangsungkawa atas korban yang meninggal akibat gempa tersebut dan berharap proses penanganan serta bantuan untuk masyarakat di wilayah bencana dan yang terdampak berlangsung cepat dan tepat.

Menyikapi kejadian ini, KPI melalui Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, telah berkoordinasi dengan KPID Provinsi Sulbar agar segera mengambil langkah cepat dengan mengkoordinir seluruh lembaga penyiaran di wilayah Sulawesi Barat yang masih beroperasi untuk terlibat secara penuh dalam penanganan bencana khususnya terkait penyediaan informasi bagi masyarakat. 

“Hal ini sangat penting agar masyarakat di wilayah bencana maupun yang terdampak, mendapatkan informasi yang benar, terpercaya dan cepat mengenai situasi, kondisi dan hal apapun menyangkut seluruh hal terkait kejadian ini. Apalagi jika ada peringatan dari BMKG akan terjadinya gempa susulan. Ini sangat berguna sekali,” tegas Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat ini kepada kpi.go.id, Jumat (15/1/2021).

Menurut Reza, peran lembaga penyiaran, TV maupun radio, di saat situasi darurat seperti ini sangat penting. Selain cepat diterima dan dapat dipertanggungjawabkan, informasi yang disampaikan media penyiaran menjadi penjernih seluruh info dan berita yang tidak jelas dan tidak benar dari media sosial. 

“Dalam situasi seperti ini, terkadang banyak info atau berita dari media sosial yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan hal-hal atau pandangan negatif atau juga kekhawatiran tak mendasar tentang situasi terkini mengenai bencana pada masyarakat di sana. Karena itu, peran lembaga penyiaran yang masih aktif atau yang masih beroperasi sangat dibutuhkan,” ujarnya.

KPI juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) agar dapat sesegera mungkin memulihkan seluruh jaringan komunikasi seperti internet dan telekomunikasi yang terputus akibat gempa tersebut. “Kami berharap pemerintah merespon hal ini dengan segera melakukan perbaikan seluruh fasilitas komunikasi yang terputus akibat gempa agar distribusi informasi di wilayah tersebut dapat merata,” pinta Reza.

Sementara itu, Ketua KPID Sulbar, April Ashari Hardi, kepada kpi.go.id menyampaikan situasi terkini penyiaran di wilayah Sulbar khususnya di Kabupaten Mamuju lumpuh total akibat gempa dini hari tadi. Hal ini disebabkan banyak tiang listrik yang roboh. “Saat ini, praktis di kabupaten Mamuju tidak ada lembaga penyiaran yang dapat bersiaran. Hingga malam ini, lampu di sebagian besar wilayah Mamuju belum menyala. Selain itu, banyak akses jalan yang tertutup,” katanya lewat pesan pendek.

Saat ini, lanjut Chali, panggilan akrabnya, masyarakat di Mamuju memperoleh informasi dari siaran lembaga penyiaran di wilayah Polewali, Mamasa, Majene, Mamuju Tengah dan Pasang Kayu. “Kami juga telah berkoordinasi dengan lembaga-lembaga penyiaran itu lewat telpon untuk membantu penanganan informasi di wilayah Mamuju,” tuturnya.

Dia juga mengatakan bahwa seluruh Anggota KPID Sulbar dan keluarga dalam keadaan selamat dan sehat. “Kami meminta doa dari seluruh kawan-kawan di pusat dan daerah lainnya. Kami juga berharap tidak ada lagi gempa susulan,” pintanya. ***/Editor:MR

 

Jakarta -- Meningkatnya kasus Covid-19 di akhir 2020 lalu, mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih ketat mengatur dan mengawasi konten siaran lembaga penyiaran, terutama televisi di 2021 ini. Pasalnya, tayangan di layar kaca punya pengaruh besar terhadap perilaku masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. 

Agung Suprio dalam rapat penyelerasan program kerja bidang keterbukaan informasi publik, komunikasi publik, penyiaran dan informasi mengatakan, bahwa pengawasan konten siaran tentang Covid-19 di lembaga penyiaran akan menjadi salah satu prioritas kerja KPI di 2021. Menurutnya, ada sebagian konten program siaran di lembaga penyiaran yang mengindahkan protokol Kesehatan.

“Yang kami harapkan lembaga penyiaran bisa memberikan contoh tentang protokol kesehatan. Sehingga masyarakat bisa lebih awas, tidak abai,” katanya di Aula Gatot Kaca, Gedung B, Menkopolhukam, Kamis (14/1/2021).

KPI juga sudah berkoordinasi dengan BNPB berkaitan dengan update informasi, kebijakan baru dan prokes yang berkaitan dengan Covid-19. “Hasil koordinasi ini akan dibungkus dalam aturan yang mengikat lembaga penyiaran,” lanjutnya.

Selain itu, Dia juga menyinggung proses Analog Switch Off  (ASO) pada tahun 2022 yang juga menjadi prioritas program kerja KPI. “UU Cipta Kerja menambahkan satu pasal progresif dalam klaster penyiaran, yakni pemberhentian siaran TV analog pada November 2022,” katanya. 

Akan tetapi kebijakan ASO ini mesti dibarengi dengan sosialisasi yang massif kepada masyarakat. “Masyarakat sudah harus siap dengan kebijakan ini dan pemerintah termasuk juga KPI mempunyai tanggung jawab besar untuk memastikan masyarakat dapat menerima siaran digital saat ASO dilaksanakan,” tutur Ketua KPI. 

Agung juga berharap agar revisi UU Penyiaran dapat segera dilaksanakan. Hal ini sebagai bagian dari upaya penguatan kelembagaan KPI. Karena ketika ASO sudah berlangsung, kata dia, jumlah lembaga penyiaran akan bertambah banyak dan berdampak pada kesiapan infrastruktur serta sumber daya manusia pemantau harus ditingkatkan. Met/*

 

 

Jakarta – Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) kurun waktu Januari hingga Oktober 2020, ditemukan lebih dari 2.000 an sebaran konten negatif atau hoax tentang Covid-19 di empat platform media sosial yakni Facebook (1.497) sebaran, Instagram (20) sebaran, Twitter (482) sebaran, dan YouTube (2)1 sebaran. Kasus yang hampir tidak pernah ditemukan oleh pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam isi siaran. 

“Kami bahkan hampir tidak pernah menemukan adanya informasi atau berita hoax dalam siaran radio maupun di TV,” kata Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, dalam acara bertajuk “Broadcasting Basic Training” yang diselenggarakan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (4/1/2021).

Menurut Echa, informasi yang disajikan dan kemudian disampaikan media penyiaran ke masyarakat tidak serampangan. Seluruhnya telah melalui serangkaian prosedur yang ketat serta berpedoman kepada aturan dan etika penyiaran yang berlaku. “Karena itu, informasi yang disajikan dapat dipertangggungjawabkan kebenarannya. Mereka yang terlibat dan yang menjadi narasumber informasinya pun merupakan orang-orang yang kredibel,” tambahnya. 

Selain itu, adanya pengawasan KPI terhadap konten yang disiarkan membuat isi siaran lembaga penyiaran menjadi lebih baik serta jauh dari pesan atau informasi yang dapat menyesatkan publik. 

“Kenapa konten siaran itu perlu diawasi karena juga untuk melindungi publik dari kesesatan informasi. Publik berhak mendapatkan informasi yang baik dan benar dan terverifikasi sesuai dengan etik jurnalistik dan aturan yang berlaku lainnya. Bukan sebaliknya,” ujar Reza. 

Mestinya, lanjut Reza, pengawasan serupa juga berlaku untuk media baru seperti misalnya youtube atau facebook. Sayangnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki aturan untuk mengawasi lalu lintas konten di media baru tersebut. 

Dalam kesempatan itu, Echa meminta mahasiswa, menjadi agen-agen yang aktif memberikan literasi bagi masyarakat tentang memanfaatkan media. Menurutnya, meliterasi adalah salah satu bentuk tanggung jawab untuk mencerdaskan masyarakat dari yang tidak mengerti hingga menjadi paham.

“Anda bisa memulainya dengan meliterasi masyarakat di sekitar anda. Mahasiswa yang aktif dalam ruang organisasi dapat ikut memberi pencerahan untuk bersikap kritis. Jarang orang punya kesempatan seperti ini. Sedikit ilmu untuk dibagi ke orang lain yang tidak tahu, ini sangat penting,” ujarnya. 

Reza juga menyampaikan, jika ditemukan hal yang tidak benar dalam siaran, harus segera dilaporkan ke KPI lewat saluran pengaduan yang tersedia. “Anda wajib jadi penonton yang cerdas. Laporkan jika ada masalah. Tidak usah khawatir, kita akan tindak lanjuti. Setiap hari kita urus hal ini,” kata Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPI Pusat ini. ***/Editor:MR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan dan meminta seluruh lembaga penyiaran, TV dan Radio, untuk berhati-hati dalam mengemas peliputan ataupun pemberitaan terkait peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182 rute Jakarta – Pontianak pada Sabtu (9/1/2021) lalu. Dalam peristiwa memilukan seperti ini, lembaga penyiaran harusnya berperan sebagai media penjernih sekaligus membantu pemulihan psikologis para keluarga korban, bukan sebaliknya.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, dalam sebuah kesempatan saat dimintai keterangan dari salah satu lembaga penyiaran publik di Jakarta, Selasa (12/1/2021).

Menurutnya, setiap peliputan atau pemberitaan peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182 yang termasuk dalam kejadian kebencanaan harus mengacu kepada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Aturan tersebut terdapat dalam tiga pasal di SPS yakni Pasal 49, 50 dan 50. 

“P3SPS merupakan pedoman yang mengatur secara jelas dan terperinci mengenai peliputan kebencanaan dan salah satunya adalah mengenai peliputan kebencanaan yang sedang dialami Sriwijaya Air,” jelas Irsal. 

Aspek yang wajib dipertimbangkan oleh lembaga penyiaran dalam tragedi seperti ini adalah memperhatikan faktor psikologis. Misalnya, upaya pemulihan terhadap korban, keluarga atau masyarakat yang terkena atau terdampak dari kejadian kecelakaan pesawat tersebut. 

“Karenanya harus dipahami dari peliputan seperti ini adalah tidak mengeksploitasi terlalu dalam kesedihan keluarga korban, menampilkan gambar atau suara yang dapat menimbulkan kesan yang dapat berkaitan dengan trauma psikologis,” jelas Irsal.

Selain itu, untuk mendudukan kejadian ini dengan benar dan tidak banyak spekulasi, lembaga penyiaran harus menghadirkan narasumber yang kompeten dan kredibel. Lembaga penyiaran juga berperan menjernihkan informasi yang beredar di media sosial. 

“Kehadiran narasumber akan dapat menjelaskan dengan berdasarkan argumentasi yang ilmiah sehingga spekulasi yang beredar luas di luar atau di media sosial bisa diclearkan atau bisa dijernihkan oleh informasi yang ada di media penyiaran. Jadi dugaan-dugaan itu dapat diminimalisir dengan berimbang dari sumber informan yang kredibel tadi,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini. 

Irsal memahami situasi media dan upaya keras yang dilakukan untuk menghadirkan infromasi dari peristiwa besar ini. Bahkan, beberapa media menjadikan kejadian ini dalam sajian program berdurasi cukup panjang. “Tapi kami harus terus mengingatkan lembaga penyiaran agar dalam kondisi demikian semua media tetap menyampaikan info dalam pakem jurnalistik sehingga bisa memberi gambaran yang lebih baik dan jernih,” ujarnya.

Saat ini, KPI telah mengumpulkan dan menganalisa semua bahan-bahan siaran terkait jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182 yang diduga telah melanggar. “Jika melanggar kami akan memberikan sanksi. Tapi kami juga telah lakukan proses komunikasi secara intens dengan lembaga penyiaran agar tidak ada potensi yang menjurus kepada pelanggaran. Kami selalu memberi pemahaman kepada media agar tidak menjurus kepada pelanggaran seperti eksploitasi kesedihan para keluarga korban,” tandas Irsal. ***/Editor:MR

 

 

Menyongsong Siaran Digital

(Bagian Terakhir dari Dua Tulisan)

Oleh: Hardly Stefano Fenelo Pariela

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan

 

Pengaturan Siaran Digital

Meskipun memiliki berbagai kelebihan dan membawa kemanfaatan, namun pelaksanaan penyiaran digital di Indonesia selama ini terhambat karena belum ada regulasi setingkat Undang – Undang yang mengatur hal tersebut. UU no.32/2002 tentang Penyiaran secara konseptual hanya mengatur tentang siaran analog. Melalui UU no.11/2020 tentang Cipta Kerja, atau dikenal juga dengan sebutan omnibus law, pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan revisi terbatas terhadap UU penyiaran untuk mengatasi hambatan regulasi dalam proses digitalisasi penyiaran. Melalui pasal 72 UU no.11/2020 ditambahkan pasal 60A pada UU no.32/2002, dimana disebutkan: “Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital”. Ini merupakan dasar hukum dimulainya proses migrasi penyiaran. Mengingat Indonesia termasuk negara yang terlambat menerapkan penyiaran digital, maka pelaksanaan digitalisasi penyiaran juga diberi tenggat waktu. Penghentian siaran analog (Analog Swicth Off / ASO) harus diselesaikan paling lambat dua tahun setelah ditetapkannya UU no.11/2020. Selain itu juga disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai migrasi penyiaran analog menjadi digital diatur dalam peraturan pemerintah.

Dapat dikatakan Indonesia saat ini telah memulai hitung mundur (countdown) menuju era penyiaran digital. Kemkominfo memiliki kewajiban untuk bekerja secara cepat mempersiapkan berbagai peraturan yang mengatur teknis pelaksanaan digitalisasi penyiaran. Diantaranya tentang proses perijinan, tata kelola siaran, tanggung jawab lembaga penyiaran maupun pengelola multipleksing, serta pengawasan penyiaran digital. Selain itu Kemkominfo juga perlu menyusun perencanaan dan tahapan pelaksanaan (roadmap) proses alih teknologi. Diharapkan semuanya dapat dilaksanakan Kemkominfo dengan menggunakan pendekatan partispatoris, yaitu terbuka dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, khususnya masyarakat.

Partisipasi Masyarakat

Dalam proses transisi sistem penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai Lembaga Negara Independen yang merupakan wujud peran serta masyarakat dalam bidang penyiaran, harus mampu berperan untuk melakukan sosialisasi tentang agenda migrasi penyiaran sebagaimana telah diamanatkan oleh UU no.11/2020. Sehingga masyarakat secara luas mengetahui tentang konsep penyiaran digital termasuk dampak dan manfaat dari proses tersebut. Tidak kalah pentingnya adalah memunculkan kepedulian publik untuk berpartisipasi dalam proses alih teknologi penyiaran. Karena spektrum frekuensi yang digunakan, baik untuk telekomunikasi maupun penyiaran adalah sumber daya alam yang terbatas, oleh sebab itu harus dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Masyarakat perlu berpartisipasi dalam seluruh proses alih teknologi penyiaran, dengan memberikan masukan dalam perumusan regulasi teknis, mengawasi setiap tahapan pelaksanaan, serta memberi catatan sebagai umpan balik dalam proses migrasi penyiaran. Publik perlu memastikan bahwa melalui pelaksanaan penyiaran digital akan semakin banyak wilayah Indonesia yang mendapatkan akses menerima siaran televisi FTA.

KPI harus berada bersama publik serta mampu membangun komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, agar melalui penyiaran digital dapat terwujud demokrasi penyiaran yang dimanifestasikan dalam keragaman konten (diversity of content) dan keragaman kepemilikan lembaga penyiaran (diversity of ownership). Sehingga proses migrasi sistem penyiaran bukan semata-mata alih teknologi yang berorientasi bisnis dan ekonomi, namun dapat mebawa kemanfaatan bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

Implementasi siaran digital

Migrasi atau peralihan siaran televisi dari modulasi analog menjadi digital adalah proses dan dinamika yang kompleks karena terkait dengan berbagai aspek, diantaranya adalah teknologi, ekonomi, maupun sosial kemasyarakatan. Oleh sebab itu perlu pengaturan, perencanaan dan proses implementasi sehingga proses migrasi siaran dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Indonesia. Manfaat langsung yang diharapkan akan dapat dirasakan masyarakat adalah berkurangnya wilayah blankspot penyiaran, jumlah pilihan saluran televisi yang semakin banyak, serta kualitas gambar dan suara yang diterima oleh perangkat televisi semakin baik. Selain itu masyarakat juga akan merasakan kemanfataan tidak langsung, dimana digital deviden dimanfaatkan oleh operator seluler untuk mengembangkan internet berkecepatan tinggi, yang pada gilirannya juga akan digunakan oleh masyarakat.

Meskipun proses migrasi siaran analog menjadi digital merupakan proses yang kompleks, namun dalam implementasinya secara teknis bagi masyarakat merupakan hal yang sangat sederhana. Karena untuk mengakses siaran televisi digital, masyarakat dapat menggunakan antena Ultra High Frequency (UHF) serta perangkat televisi yang selama ini digunakan untuk menerima siaran analog. Bagi perangkat televisi yang belum memiliki saluran penerimaan siaran digital, juga tidak harus melakukan penggantian perangkat dengan televisi baru, cukup dengan menambahkan alat bantu penerima siaran digital berupa kotak decoder yang disebut Set Top Box (STB). Dimana kabel dari antena UHF terlebih dahulu disambungkan dengan STB, lalu kabel dari STB dikoneksikan pada perangkat televisi analog, maka masyarakat sudah dapat menerima siaran modulasi digital, sepanjang siaran digital telah dipancarkan.

Dari penjelasan teknis implementasi siaran digital, yang juga perlu dipahami oleh masyarakat bahwa siaran televisi digital terrestrial bukanlah siaran televisi streaming. Untuk mengakses Siaran streaming masyarakat membutuhkan jaringan, layanan data dan perangkat yang terhubung dengan internet. Sedangkan siaran televisi digital terrestrial adalah siaran yang tidak berbayar, dan untuk mengakses hanya membutuhkan perangkat antena UHF dan televisi digital, atau televisi analog namun telah dilengkapi dengan STB.

Penutup

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang telah terbiasa menggunakan perangkat seluler berupa smartphone, kemungkinan akan cepat beradaptasi dengan teknologi siaran digital. Transisi dua tahun, adalah waktu yang sangat cukup untuk mempersiapkan masyarakat sebagai pengguna layanan televisi digital. Akan tetapi migrasi siaran bukan hanya sekedar alih teknologi, menambah perangkat STB atau bahkan mengganti perangkat televisi. Alih teknologi dari siaran analog menjadi digital harus dapat menjadi momentum untuk mewujudkan demokrasi penyiaran dan memastikan bahwa seluruh wilayah Indonesia mendapatkan siaran televisi terrestrial secara gratis. Terkait hal tersebut dibutuhkan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan penyiaran. Kemkominfo dan KPI sebagai regulator, lembaga penyiaran, penyelenggara multipleksing dan juga masyarakat berkolaborasi dan bersinergi dalam proses transisi penyiaran menuju Analog Swicth Off pada bulan November 2022 mendatang, serta menyongsong siaran televisi digital yang dapat membawa kemanfaatan bagi masyarakat. Semoga pelaksanaan siaran digital yang mampu meliputi seluruh wilayah Indonesia, dapat menjadi benang digital yang mempersatukan kebhinekaan dalam semangat kebangsaan.

 

Link:  

Tulisan Bagian Pertama

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.