Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, Kresna Dewanata mengungkapkan, era digital telah membawa suasana baru yang berbeda dengan era sebelumnya. Perubahan dan pengaruh era digital dirasakan pada semua bidang kehidupan, secara positif maupun negatif. Dia mengatakan, kemajuan teknologi saat ini harus di barengi dengan edukasi teknologi agar menjadi peluang yang dapat memudahkan sekaligus menguntungkan. 

“DPR ingin ada regulasi yang baik agar dapat melindungi hak kewajiban masyarakat dengan kemajuan teknologi, DPR juga sedang mambahas tentang RUU Perlindungan Data Pribadi sehingga masyarakat nantinya tidak perlu gusar lagi dengan keamanan identitasnya,” kata Kresna dalam diskusi berbasis daring yang diselenggarakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) dengan tema “Pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi Oleh masyarakat Sebagai Media Edukassi dan Bisnis” di Jakarta, Minggu (15/11/2020).

Terkait pola belajar anak dengan daring, Kresna memandang perlunya literasi digital dan ini dimulai dari keluarga. Hal ini menuntut tanggungjawab besar orangtua. Jika orangtua tidak dapat menerapkan litarasi digital bagi anaknya, dikhawatirkan si anak akan terkena dampak buruk dari teknologi tersebut. 

“Jika kita tidak bisa meminimalisir dampak negatif ini, maka akan berpengaruh signifikan terhadap anak. Lantas apa yang harus dilakukan orangtua terhadap anaknya agar anaknya tidak terkena dampak negatif dari era serba digital ini,” tanya Kresna

Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengungkapkan, memasuki era digitalisasi kebutuhan pokok masyarakat yang hidup di kawasan perkotaan mulai bertambah. Karenanya, peningkatan infrastruktur digital saat ini menjadi prioritas.

Pemerintah melalui Kemenkominfo serta Badan Aksebilitas Telokumunikasi dan Informasi (Bakti) harus meningkatkan infrastruktur di daerah-daerah kecil yang belum ada infrastruktur telekomunikasi. Daerah-daerah kecil yang dimaksud lebih dikenal dengan sebutan 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). 

“Peran strategis BAKTI lebih memfokuskan pada pengembangan daerah-daerah pinggiran yang belum tersentuh,” ungkap Yuliandre di acara tersebut. 

Presiden OIC Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF) periode 2017-2018 ini mengatakan, peran media internet tentu saja semakin meningkat. Dia memperkirakan computer menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan manusia di masa-masa mendatang. Tak hanya internet, saat pandemi covid 19 juga terjadi peningkatan penjualan alat olahraga, misalnya sepeda. 

“Pola kehidupan masyarakat saat ini yang meminimalisir aktivitas yang bersinggungan dengan orang lain kini mulai beralih ke olahraga yang bersifat pribadi,” kata pria yang akrab disapa Andre ini.

Lebih jauh, Andre menilai pembelajaran digital yang digadang-gadang bisa memfasilitasi pertemuan antara guru dan murid di kelas maya, ternyata tak selamanya berjalan mulus. Metoda belajar online sebagai bagian dari e-learning membutuhkan upaya dan biaya yang tidak sedikit. Untuk dapat melakukan pembelajaran jarak jauh, tentunya siswa harus memiliki gadget. 

Selain itu, untuk dapat mengakses internet setiap saat, orang tua harus menyediakan dana untuk membeli kuota. Berdasarkan data statista.com. telah terjadi peningkatan unduhan platform zoom sebanyak 3,2 juta unduhan di seluruh dunia.

“Bagaimana zoom menjadi wadah komunikasi saat ini. Dengan teknologi memudahkan dan juga menunjang aktivitas manusia untuk tetap dapat berkomunikasi,” kata Andre. Man/*

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong asosiasi perusahaan iklan dan pengiklan agar menjadikan hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV 2020 yang dilakukan KPI bersama 12 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai salah satu acuan untuk menempatkan produk iklan dipasang pada program-program siaran TV. Program TV yang dimaksud tentunya yang selaras dengan hasil rekomendasi riset yakni baik secara penilaian dan berkualitas secara isi. 

Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, usai membuka forum diskusi Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode II tahun 2020 untuk wilayah Jakarta yang bekerjasama dengan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jakarta, yang berlangsung secara daring, Jumat (13/11/2020).

“Hasil riset indeks KPI semakin lama semakin baik dan bagus. Hal ini tentunya dapat menjadi bahan pertimbangan yang menarik bagi para pengiklan selain hanya berpatokan pada share penonton saja untuk menempatkan produk iklannya di sebuah program acara,” kata Agung.

Tidak dipungkiri jika saat ini para pengiklan lebih memilih menggunakan data rating dari salah satu lembaga survey untuk menempatkan produk iklannya. Salah satu yang menjadi pertimbangan mereka adalah jumlah penonton atau share penonton dari sebuah program acara. Semakin banyak penonton dari program acara tersebut, efektifitas sebuah produk iklan makin tinggi menjangkau tujuan ekonominya.

“Ini memang menjadi catatan klasik. Mestinya pertimbangan kualitas dari sebuah acara menjadi acuan tambahan ketika pengiklan mau memasang produk iklannya. Riset KPI ini kan metodeloginya mengedepankan unsur kualitas, jadi akan sangat baik jika hal ini menjadi salah satu barometer para pengiklan beriklan di TV,” jelas Agung.

Dia menambahkan, permintaan agar pengiklan menjadikan hasil riset indeks kualitas KPI ini sebagai acuan beriklan juga sebagai bentuk dukungan terhadap esksitensi program acara berkualitas di TV. Jika produk iklan makin banyak ditempatkan di program acara yang baik, acara-acara ini akan bertahan dan makin bertambah.

“Pada akhirnya, tayangan di TV akan dipenuhi dengan siaran-siaran yang berkualitas dan orang-orang pun akan menjadikan tontonan baik ini sebagai kebiasaan. Dan ini akan memberi keuntungan dan nilai positif bagi pengiklan yang telah mendukung ke5beradaan program acara berkualitas bagi masyarakat. Memang ini butuh waktu, tapi jika ini dilakukan hal ini akan sangat baik bagi tumbuh kembang konten siaran kita,” ujar Agung. 

Dalam kesempatan itu, Agung menceritakan permasalahan munculnya media baru yang jadi tontonan alternatif bagi generasi mileneal. Selain itu, trend penonton dalam melihat TV saat ini cenderung turun. Menurutnya, Ini fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia dan tidak hanya di Indonesia saja. Meskipun begitu, dia menilai hal ini tidak banyak memengaruhi penonton TV di tanah air. 

“Saya melihat konten televisi Kita berbeda dengan konten televisi di luar negeri, utamanya di Asia Tenggara. Tayangan televisi Kita tidak konservatif.  Orang Malaysia dan Brunei  suka dengan tayangan lomba dangdut, bahkan banyak sinteron televisi digemari sampai ke Myanmar. Ini hal yang unik,” jelas Agung. 

Di akhir sambutannya, Agung menyampaikan ucapan terimakasih kepada para akademisi yang terlibat dalam kegiatan riset indeks ini. Dia berharap, kalangan kampus terus memberikan dukungan terhadap pengembangan riset ini sebagai masukan dan acuan KPI membuat kebijakan. 

Saat ini, mulai dari tanggal 10 hingga 16 November 2020, KPI sedang melakukan kegiatan Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode Kedua di tahun 2020. Riset ini melibatkan 12 PTN di 12 Kota di Tanah Air yakni Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran (Jakarta), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Negeri Surabaya (Surabaya), Universitas Tanjungpura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Udayana (Denpasar, Bali), Unversitas Hasanuddin (Makassar), dan Universitas Pattimura (Ambon). ***/Foto:AR

 

Denpasar - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengapresiasi kontribusi Universitas Udayana pada Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang sudah digelar sejak lima tahun yang lalu. Penilaian dari akademisi di Bali ini membantu memperkaya hasil riset, sehingga dapat memberikan potret yang lebih utuh tentang aspirasi masyarakat terkait program siaran di televisi. Hal tersebut disampaikan Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan saat membukan Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) Panel Ahli dalam Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi tahun 2020 periode kedua yang digelar secara virtual, (13/11). 

Dalam riset tahun 2020 periode pertama yang berlangsung di semester pertama tahun ini, diperoleh nilai indeks yang paling tinggi sepanjang penyelenggaraan riset oleh KPI. Tidak hanya itu, dalam riset yang lalu didapati pula enam program siaran yang mencapai standar n

ilai indeks yang telah ditetapkan. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa televisi pun mulai berbenah memperbaiki diri. Selain itu, riset yang dilakukan KPI bersama dua belas perguruan tinggi di dua belas kota besar di Indonesia semakin diperhitungkan oleh para pemasang iklan. “Tentunya juga berdampak besar bagi pengelola televisi, jika pemasang iklan sudah menjadikan hasil riset KPI sebagai acuan utamanya,” ujar Andre. 

Sebagai sebuah program prioritas nasional yang ditetapkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan KPI, targetnya riset ini dapat menghasilkan setidaknya tujuh program siaran memenuhi indeks siaran berkualitas. “Dan pada periode lalu, sudah tercapai enam program siaran!” papar Andre. Harapannya ke depan tentu saja, semakin banyak program siaran di televisi yang dapat mencapai nilai indeks terbaik.

Dalam kesempatan tersebut Andre menegaskan tentang kontribusi riset bagi dunia pendidikan. Yakni semakin banyaknya publikasi ilmiah di Indonesia, terutama mengenai penyiaran.  Pasalnya, publikasi ilmiah di Indonesia begitu minim, meski sejak tahun 2017 Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sudah menargetkan Indonesia berada di tingkat pertama publikasi se-ASEAN, baik publikasi nasional maupun internasional.

Dirinya berharap, di tataran  publik, data riset ini dapat menjadi rujukan bagi masyarakat dalam memilih siaran televisi yang akan dinikmati. Diingatkan pula olehnya, bahwa tujuan diselenggarakannya penyiaran menurut undang-undang adalah memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal yang seperti ini tentu saja tidak dapat dilakukan sendiri oleh KPI. Guna mencapai tujuan ini, tambahkannya, harus menjalin sinergi dengan semua pihak, baik itu lembaga penyiaran, masyarakat sipil ataupun kalangan akademisi. Termasuk juga, Universitas Udayana yang terlibat dalam kegiatan Riset ini, pungkasnya.  

Riset periode kedua di tahun 2020 tengah memasuki tahapan diskusi dengan informan ahli, dan digelar secara virtual bersama dua belas perguruan tinggi. KPI mengagendakan hasil riset tahun 2020 ini, akan diumumkan pada Desember 2020. Harapannya, hasil riset KPI ini semakin kuat memberikan pengaruh dalam memperbaiki kualitas program siaran televisi.  

 

Cikarang - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MOU), tentang Sosialisasi Penyiaran Digital di Hotel Grand Zuri, Cikarang, Kamis (12/11/2020). Penandatanganan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Rakornas ATSDI yang dihadiri oleh para pegiat penyiaran digital, termasuk Ketua ATSDI dan Ketua KPI Pusat secara daring. 

Dengan ditandatangani Nota Kesepahaman ini, KPI dan ATSDI menunjukkan semangat dan komitmen yang sama untuk merealisasikan ASO pada tahun 2022 sebagaimana yang dicanangkan dalam UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah ditandatangani Presiden, awal bulan ini. 

“Unsur penting keberhasilan ASO adalah sosialisasi yang merata kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini dilakukan agar siaran yang sehat dan adil dapat terwujud di seluruh Indonesia khususnya di daerah yang sampai saat ini masih merupakan blankspot area,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, memberi sambutan di awal acara, Kamis (12/11/2020).

Dalam paparannya, Agung percaya bahwa lembaga penyiaran digital mampu bersaing dengan lembaga penyiaran eksisting. Beliau menyatakan asosiasi seperti ATSDI harus bisa bersaing dalam kancah penyiaran. “Content is King, but Platform is The Kingdom, meskipun konten itu adalah hal yang utama, namun platform adalah yang terutama,” katanya. 

Menurut Agung, siaran televisi digital mulai digalakkan pemerintah Indonesia pada 2012. Sayangnya, belum banyak siaran televisi digital yang mengudara. Ketertinggalan Indonesia dalam penerapan ASO menjadi latar belakang untuk menciptakan proses migrasi dari analog ke digital agar berjalan dengan baik dan memberi manfaat semua pihak. 

“Sistem penyiaran digital juga dipercaya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat indonesia disamping meningkatkan daya saing industri penyiaran. Pemerintah juga  mempunyai formula dan strategi yang tepat untuk menjamin informasi diterima dengan baik pada saat ASO (Analog Switch Off)  2022,” tutur Agung.  

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Geryantika Kurnia dari Dirjen PPI Kemkominfo, serta lembaga penyiaran digital daerah. Dwi/*

 


Yogyakarta - Pelaksanaan penyiaran digital diyakini mampu menghadirkan akses informasi yang setara bagi masyarakat di wilayah perbatasan dan wilayah blank spot yang selama ini belum dapat dilayani dengan optimal. Jika selama ini industri penyiaran banyak didominasi oleh pemain besar dari Jakarta, dengan sistem siaran digital ke depan tentunya akan memberi kesempatan bagi pelaku industri penyiaran lokal untuk berkiprah, termasuk masyarakat di wilayah perbatasan. “Dengan demikian akan didapat akses informasi yang setara,” ujar Irsal Ambia, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Koordinator Bidang Kelembagaan, saat menjadi narasumber dalam Sosialisasi dan Publikasi Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Sistem Penyiaran Digital, di Yogyakarta (12/11). 

Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran menganut prinsip diversity of content, sebagai salah satu syarat terwujudnya demokratisasi penyiaran.Diversity of content atau keberagaman konten ini sangat dimungkinkan mewujud melalui pelaksanaan penyiaran digital yang memungkinkan semakin banyaknya pihak yang terlibat dalam industri penyiaran. Dipaparkan Irsal, kalau sekarang kita menonton satu kanal dengan satu stasiun, pada saat digitalisasi frekuensi yang dapat digunakan menjadi lebih banyak. “Sehingga semakin banyak pula siaran  yang dapat dihasilkan dalan digitalisasi,” ujarnya. Dengan demikian prinsip diversity of content akan berjalan karena banyaknya program siaran yang hadir telah memberi keleluasaan untuk pemirsa memilih siaran yang baik dan sesuai. 

Digitalisasi ini, ujar Irsal, membuka  peluang lebih besar untuk keterlibatan industri penyiaran lokal. Kalau selama ini banyak  pelaku industri penyiaran berasal dari Jakarta, lewat digitalisasi ini ke depan akan tumbuh ekosistem penyiaran lokal yang terdiri atas rumah produksi,  pembuat konten kreatif lokal, serta sumber daya manusia (SDM) penyiaran lokal yang menopang industri penyiaran di setiap daerah. 

KPI sendiri, ujar Irsal tentunya akan tetap melakukan pengawasan konten siaran, apapun platformnya. Termasuk pada televisi yang bersiaran secara digital, tambahnya. Konsekuensi bagi KPI tentu saja meningkatkan jumlah tim pemantauan dari yang selama ini sudah mencapai 200 orang untuk pengawasan televisi analog.  Meskipun jumlah televisi yang dipantau menjadi lebih banyak, Irsal meyakini kualitas siaran ke depan tentunya menjadi lebih baik karena munculnya kompetisi  yang ketat.  Publik akan memiliki kemampuan literasi lebih baik, industri juga akan menyediakan program yang lebih berkualitas. Sehingga muncul titik temu antara keinginan publik dan industri terhadap program siaran yang bermanfaat baik secara konten ataupun secara ekonomi. 

Hadir pula sebagai narasumber dalam sosialisasi tersebut Feriandi Mirza selaku Kepala Divisi Infrastruktur Lastmile/ Backhaul Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang memaparkan capaian pemerintah dalam pemerataan informasi di perbatasan melalui penyiaran digital. Menurut Feriandi, guna mendukung penyiaran digital, pemerintah akan membuat regulasi terkait migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital atau Analog Switch Off. Diantaranya tentang pengaturan penggunaan multiplekser (mux), seperti jumlah kanal siaran yang dapat digunakan dalam satu mux. “Kalau siaran yang digunakan adalah standar definition, akan didapat sampai 13 kanal. Namun kalau menggunakan high definition, hanya 7 hingga 9 kanal saja untuk satu mux,” ujarnya. 

Aturan lain yang sedang disiapkan adalah tentang transparansi penawaran kerja sama dari penyelenggara mux kepada lembaga penyiaran. “Akan diatur tarif slot siaran, standar kualitas siaran, serta penomoran saluran siaran,”ungkap Andi. Regulasi tersebut juga akan mengatur agar jangan sampai penyelenggara mux ini menggunakan seluruh kapasitas mux untuk dirinya sendiri. 

Terkait tarif, Andi memaparkan kalau di penyiaran dikenal pembagian daerah ekonomi maju dan daerah ekonomi kurang maju. Jadi mungkin nanti akan dibagi terkait kategorisasi sebuah wilayah layanan siara itu aka nada di daerah mana. “Tentu saja untuk daerah ekonomi kurang maju, tariff sewa multiplekser akan berbeda dengan yang berada di daerah ekonomi maju,” jelasnya. Pengaturan ini dimaksudkan agar penyelenggaraan mux berjalan dengan adil (non-discriminatory dan open access) dan juga transparan.

Mengenai kesiapan industri televisi dalam digitalisasi, Andi menilai baik lembaga penyiaran publik (LPP) maupun lembaga penyiaran swasta (LPS), untuk di lokasi yang komersial tidak terlalu banyak masalah. LPP TVRI sekarang sudah memiliki 120 pemancar televisi digital di seluruh daerah. Hal serupa juga sudah disiapkan oleh televisi swasta. Yang harus diperhatikan, ujar Andi, adalah lokasi yang tidak layak secara ekonomi. Pada daerah seperti itu, pemerintah akan melakukan intervensi seperi lewat BAKTI yang melakukan pengadaan pemancar televisi digital untuk TVRI. 

Sementara itu menurut Wayan Eka Putra dari Metro TV yang hadir sebagai narasumber, pihaknya sudah siap untuk digitalisasi penyiaran sejak bertahun-tahun lalu. Bahkan pada tahun 2012, Metro TV sudah on air multipleksernya. Namun setelah adanya berbagai masalah kepastian regulasi penyiaran digital, peralatan untuk siaran digital tidak digunakan lagi. “Kalau bicara kesiapan, Metro TV siap!” tegas Wayan. Dirinya juga menceritakan kondisi dilematis saat pergantian peralatan siaran harus dilakukan sementara sistem yang berlaku masih analog. Namun demikian Metro TV tetap mendukung hadirnya penyiaran digital. Siaran digital Metro TV pertama kali mengudara di wilayah perbatasan, Nunukan, pada Agustus 2019. Sosialisasi penyiaran digital ini juga dihadiri Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Al Masyhari dan anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno. Penyelenggaraan sosialisasi merupakan kerja sama antara KPI dan BAKTI Kemenkominfo. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.