Bogor – Pembahasan draft Peraturan KPI tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Denda Administratif memasuki tahapan harmonisasi. Pembahasan draft ini merupakan tindak lanjut dari PP No. 43 Tahun 2023 tentang PNBP di Kementerian Komunikasi dan Digital. Tahap harmonisasi menjadi bagian penting dari proses penyelarasan aturan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Komisi Penyiaran Indonesia. 

Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, melalui tahap harmonisasi ini pihaknya berharap dapat menciptakan regulasi yang tepat. Aturan ini bagian dari upaya mendukung perkembangan industri penyiaran sekaligus melindungi kepentingan publik dalam mendapatkan informasi yang akurat dan berkualitas. 

"Proses ini sangat penting untuk memastikan bahwa regulasi yang diterapkan tidak hanya adil, tetapi juga sesuai dengan perkembangan industri penyiaran yang terus berubah," ujar Ubaidillah saat membuka kegiatan Harmonisasi Rancangan PKPI tentang cara pengenaan Sanksi Denda Administratif Pelanggaran Isi Siaran, Kamis (24/10/2024) lalu, di Bogor, Jawa Barat.

Lebih jauh di sesi diskusi, Ubaidillah fokus pada denda yang diberikan terlihat signifikan dari rancangan skala yang sedang digodok, perlu dipertimbangkan besaran denda yang seimbang dengan pelanggarannya hingga apakah sanksi tersebut efektif sehingga memberikan efek jera bagi lembaga penyiaran. 

“Pentingnya mekanisme penanganan yang jelas dan sejalan dengan peraturan perundang-undangan, serta memastikan bahwa kategori pelanggaran telah terformulasi dengan baik,” tegasnya.

Berdasarkan Peraturan Kominfo No. 7 Tahun 2023 yang mengatur besaran indeks fasilitas relaksasi PNBP mencakup ketentuan khusus bagi lembaga penyiaran dan wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Peraturan ini menetapkan indeks sebesar 0% hingga 50% untuk wilayah 3T, dan 0% untuk lembaga penyiaran komunitas. Langkah ini diambil untuk memberikan keringanan kepada lembaga penyiaran di wilayah yang membutuhkan dukungan lebih besar serta untuk memperkuat akses informasi di daerah-daerah tersebut.

Sementara itu, Analis Hukum Ahli Madya KemenkumHAM RI Rini Maryam mengatakan, instansi pengelola PNBP terutama yang terkait dengan sektor penyiaran, diwajibkan untuk memahami dan melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam regulasi terkait. Hal ini juga mencakup pengelolaan PNBP yang berasal dari denda administratif, sehingga terdapat transparansi dalam penggunaannya.

Adapun Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika, Sekretariat Kabinet RI, Arnando J.P. Siregar secara tegas mengatakan bahwa pengelolaan PNBP harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi menjaga akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara. Secara umum, ia mengatakan pendekatan regulatory menekankan kebijakan pemerintah terhadap tarif layanan tertentu yang ditujukan untuk mengatur perilaku masyarakat atau industri. 

Dalam konteks ini, tarif dapat ditetapkan lebih tinggi atau lebih rendah dari biaya penyelenggaraan layanan yang sebenarnya. “Dalam jangka panjang, diharapkan PNBP dapat berkontribusi lebih besar dalam pembangunan nasional, khususnya dalam sektor penyiaran yang berperan penting dalam penyebaran informasi dan edukasi kepada publik,” tuturnya. Syahrullah

 

Jakarta -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah menegaskan bahwa penyiaran ditujukan untuk menjaga keberagaman. Hal ini disampaikan dalam orasi ilmiah bertajuk “Menjaga Tujuan Penyiaran, Menyemai Keberagaman” dalam acara Wisuda Diploma Akademi Komunikasi Media Radio dan TV Jakarta, Sabtu (26/10/2024).

“Setelah reformasi, penyiaran ditujukan untuk mengakomodir dan menjaga keberagaman. Maka dibuatkan regulasi yang relatif inklusif, hadirnya KPI, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam bidang penyiaran,” katanya. 

Ubaidillah menyadari bahwa keberagaman harus menyentuh keberagaman kepemilikan, serta keberagaman konten termasuk juga memperhatikan skala geografis Indonesia yang begitu luas, representasi gender, dan mengakomodir kepentingan kelompok rentan. 

Pria yang karib disapa Gus Ubaid itu lalu merinci upaya-upaya KPI dalam hal menciptakan keberagaman di televisi dan radio. Ia menyebut KPI melakukan pengawasan 24 jam berbasis pemantauan dan aduan, pengembangan sumber daya manusia penyiaran melalui Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), literasi media, pengukuran kualitas televisi sampai dengan pemberian tindakan kepada lembaga penyiaran melalui sanksi dan apresiasi.

“Tetapi ke depan, akan selalu ada tantangan-tantangan yang harus direspon secara adaptif, utamanya dalam perkembangan teknologi. Di sektor penyiaran, digitalisasi membuat banyak TV tumbuh, tetapi apakah kualitas konten juga ikut beragam?” tanya Ubaid. 

Perkembangan teknologi, sebagaimana juga dikatakan para peneliti, acapkali mempunyai kecenderungan untuk mengikis media-media kecil dan kian membuat tumbuh media-media besar. Hal lain yang juga terjadi adalah adanya pengurangan sampai pemberhentian tenaga kerja di industri media. 

“Ini yang kemudian harus dijawab. KPI membutuhkan kolaborasi dengan beragam pihak, termasuk kampus, agar keberagaman dan ekosistem penyiaran bisa tumbuh sehat sekaligus bermanfaat,” tutupnya. Memet

 

 

Jakarta – Pembahasan draft PKPI (Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia) tentang Pengenaan Sanksi Denda Administratif Pelanggaran Isi Siaran memasuki tahapan uji publik. Uji publik menjadi salah satu wadah bagi KPI dan Kementerian/Lembaga terkait untuk mendengarkan masukan, pandangan serta kritikan dari publik atas draft aturan tersebut sebelum dilanjutkan ke tahapan harmonisasi. 

Dalam forum uji publik yang digelar KPI Pusat, Rabu (23/10/2024) siang di kantor KPI Pusat, diundang seluruh perwakilan asosiasi lembaga penyiaran (TV dan radio) antara lain Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), dan Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI). 

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah mengatakan, proses uji publik ini bagian dari upaya penyempurnaan atas rancangan peraturan KPI sebelum masuk ke tahapan harmonisasi. “Masukan dari lembaga penyiaran dan asosiasi akan jadi pertimbangan kami, termasuk bagaimana proses bisnis industri penyiaran saat ini,” katanya sebelum membuka forum uji publik tersebut. 

Ubaid juga menegaskan, rancangan peraturan ini jangan disalah artikan sebagai bentuk untuk menakut-nakuti lembaga penyiaran. Namun hal ini bagian dari upaya negara meningkatkan kualitas penyiaran di tanah air. “Kita berharap penyiaran kita semakin baik, sehingga masyarakat dapat menikmati penyiaran sekaligus bermanfaat,” lanjut Ketua KPI Pusat didampingi Anggota KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan. 

Usai membuka acara, moderator forum Peri Umar Farouk mempersilahkan perwakilan Kementerian/Lembaga untuk menyampaikan penjelasannya terkait draft aturan sanksi tersebut.

 

Dalam kesempatan itu, perwakilan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Wahyu Indrawan, menyampaikan hal senada dengan Ketua KPI Pusat. Menurutnya, filosofi dari PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) bukan untuk menakuti, tapi lebih kepada aspek regulatory atau pengaturan. Menurutnya, rancangan ini sesuai dengan PP 43 tahun 2023, jadi harus ditindaklanjuti. “Aturan ini harus segera diakselerasi,” katanya.

Perwakilan Kementerian Komunikasi dan Digital, Burhan, ikut mengatakan hal yang sama jika aturan denda ini bukan untuk mengoptimalkan pemasukan negara, tapi untuk menguatkan fungsi regulatory-nya. Kendati demikian, pihaknya tetap akan mendengarkan masukan untuk diimplementasikan. “PKPI sanksi denda ini menjadi alat terakhir untuk pemenuhan kewajiban isi siaran,” tambahnya. 

Sementara itu, wakil dari Kementerian Hukum (Kemhum) Rini Maryam menjelaskan, rancangan aturan ini akan memasuki tahapan harmonisasi. Karenanya, forum uji publik ini menjadi ruang bagi pihaknya untuk mendengarkan semua masukan dari asosiasi maupun lembaga penyiaran. “Masukan ini akan jadi bahan kami di tahapan harmonisasi,” katanya. 

Setelah paparan dari perwakilan Kementerian/Lembaga, pihak asosiasi dan lembaga penyiaran menyampaikan pandangan dan masukan atas draft PKPI sanksi. Dimulai dari ATVNI yang diwakili Mochamad Riyanto. Lalu kemudian Santoso dari ATVLI dan Candi Sinaga dari PRSSNI. Dilanjutkan oleh perwakilan JRKI dan ATVSI.

Dalam kesempatan itu, ATVSI yang diwakili Sekjen Gilang Iskandar meminta KPI dan Kementerian/Lembaga agar masukan yang disampaikan dapat diterima dengan seksama. Selain itu, pihaknya menyatakan terbuka membahas lebih lanjut rancangan aturan ini dengan sejumlah opsi. 

Dia juga berharap regulasi yang dibuat dapat membantu eksistensi dan keberlanjutan bisnis industri penyiaran. “ATVSI berharap rancangan PKPI ini memakai pola yang sama dengan proses pelibatan bersama dengan asosiasi dan lembaga penyiaran. Ini demi kejayaan bangsa Indonesia,” tandasnya. ***

 

Purbalingga -- Anggota DPR RI Taufiq R. Abdullah mengatakan, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan konten siaran sangat diperlukan dan penting. Pengawasan ini juga mencakup pengawasan terhadap perilaku konsumsi anak-anak terhadap media. 

“Butuh kepedulian dari masyarakat dan tokoh masyarakat termasuk perilaku tontonan anak-anak. Kepedulian ini sangat penting agar anak-anak kita cerdas memilih siaran. Jangan semuanya dilahap. Karena masih banyak siaran yang menyiarkan hal yang tidak mendidik,” kata Taufiq dalam pidato kuncinya di acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang diselenggarakan KPI Pusat, Jumat (25/10/2024) di Kota Purbalingga, Jawa Tengah.

Keterlibatan masyarakat ini, lanjut Taufiq, akan membantu tugas KPI dalam mengawasi siaran (TV dan radio) yang jumlahnya sangat banyak. Pasalnya, ungkap dia, KPI tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan pengawasan siaran. 

“Sekarang ini KPI harus banyak teman untuk mengawasi siaran. Sehingga dunia penyiaran kita makin mendidik dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat terutama untuk moral dan lainnya,” ujar Anggota Komisi I DPR RI ini.

Ia juga menyoroti perkembangan teknologi komunikasi yang membuat semua orang, termasuk anak-anak, dapat dengan mudah mengakses seluruh informasi dan konten yang berasal dari media berbasis internet. Padahal, kata Taufiq, tak semua informasi maupun konten itu sudah terseleksi dan dijamin aman. 

Menurutnya, situasi ini harus disikapi dengan hati-hati khususnya bagi para orang tua. Karenanya. peran pengawasan dan bimbingan dari orang tua terhadap anak-anak sangat penting. Agar anak-anak tidak terjebak dalam konsumsi atau tontonan konten terutama yang tidak sehat dan negatif.

“Saat ditemukannya potensi digital atau internet, hal ini membuat persoalan makin rumit. Jika dulu hanya mendapat informasi dari radio dan koran, sekarang lewat internet kita sudah mendapatkannya semuanya. Mulai dari informasi yang sangat penting sampai tidak penting. Dari yang bermanfaat sampai yang tidak bermanfaat, semuanya ada,” jelas Taufiq di depan peserta GLSP. 

Hal yang paling membuatnya khawatir dengan dinamika ini adalah konten pornografi juga bisa diakses oleh anak-anak. Termasuk terpesan-pesan dan kampanye LGBT. Terlebih media berbasis internet ini belum ada payung hukumnya. 

“Anak yang berusia 10 tahun bisa saja mengakses ini. Kita tidak ada sistem yang bisa mengontrol umur,” tuturnya. 

Sementara itu, penanggung jawab kegiatan GLSP sekaligus Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi, mendorong peran keluarga khususnya para ibu agar mau mendampingi dan membimbing anak-anak dalam memilah dan memilih tayangan yang akan ditonton. 

“Karena ibu-ibu yang menjaga keluarga di rumah. Jadi harus memastikan dan memberitahukan tontonan yang pantas di rumahnya,” katanya.

Dalam kesempatan ini, Evri menegaskan pihaknya akan terus melakukan pendekatan langsung ke masyarakat melalui kegiatan literasi. “Kami ingin menyentuh langsung masyarakat. Lalu apa yang diinginkan masyarakat atas tayangan tersebut. Ini akan jadi masukan bagi kami,” katanya dalam sambutan pembukanya.

Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan forum talkshow GLSP yang menghadirkan nara sumber dari Anggota KPI Pusat Mimah Susanti, Praktisi Penyiaran Dewi Setyarini, dan Anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Zaqia Ramallah. ***/Foto: Agung R

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Gugus Tugas Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Selasa (22/10/2024) di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Kegiatan dan iklan kampanye di media massa cetak dan media massa elektronik (TV dan radio) mulai 10 November hingga 23 November 2024.

Penandatanganan SKB tentang gugus tugas pemantauan ini dilakukan langsung Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Ketua KPU Mochammad Afifuddin, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dan Kepala Divisi Humas Polri Sandi Nugroho. 

Dalam sambutannya, Ubaidillah menyatakan dukungannya terhadap keputusan bersama antara KPU, Bawaslu, KPI, dan Dewan Pers tentang Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. 

“SKB merupakan hal yang dinantikan seluruh jajaran KPI di daerah karena KPI membutuhkan satu penyelarasan regulasi dari pemegang kepentingan yang nantinya ikut serta menjaga kondusivitas penyelenggaraan pemilu. Sehingga baik dalam pikiran lalu tindakan, ada koherensi yang padu satu dengan yang lainnya,” katanya. 

Ubaidillah kemudian menambahkan, terkait kondisi tidak semua daerah, wilayah kabupaten/kota memiliki lembaga penyiaran lain selain radio, KPI secara khusus meminta KPU untuk memfasilitasi lembaga penyiaran berlangganan (LPB) dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Diketahui bahwa per awal Oktober masih ada masyarakat yang belum mendapatkan informasi tentang Pilkada Serentak 2024. 

Menurut Ubaidillah, penguatan lembaga penyiaran perlu dilaksanakan agar sosialisasi bisa diupayakan sebaik mungkin dalam kurun waktu yang tersedia, sehingga masyarakat bisa menikmati proses demokrasi. Sementara dalam peliputan, pekerja pers diminta tidak memunculkan pemberitaan yang menimbulkan kekerasan. Dia juga meminta pers untuk menarasikan bahwa meski pilihan berbeda, Pilkada bisa dilaksanakan secara damai dan kondusif.

Sebelumnya, KPI merilis SE (Surat Edaran) KPI Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 di Lembaga Penyiaran (LP), ke lembaga turunannya dan jaringan LP. Dengan adanya SKB, diharapkan kualitas informasi di LP semakin memperhatikan keberimbangan, netralitas, dan tidak memihak. Hal ini penting bagi publik, agar mereka bisa memilah lalu memilih calon pemimpin berdasarkan kebenaran informasi dari LP. 

Sementara itu, Anggota Dewan Pers, Totok Suryanto, menyatakan Pilkada Serentak sebagai kegiatan bersama yang membutuhkan dukungan stakeholder terkait. Selain itu, wartawan harus bisa menjaga profesionalitasnya, kode etik jurnalistik, ahli dan mampu melaksanakan tugas, serta taat pada aturan. 

Dalam penandatangan SKB ini, Ketua KPI Pusat Ubaidillah didampingi Anggota KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso dan Aliyah. Anggita/Foto: Agung R

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.