Jakarta -- Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, H. Purwanto, meminta Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta memperbanyak kegiatan literasi dan edukasi yang melibatkan masyarakat. Menurut dia, program ini dapat membuat masyarakat lebih dapat merasakan manfaat KPID untuk menangkal tayangan berdampak negatif.

"Melalui kegiatan literasi media dan edukasi, KPID DKI bisa turun ke kecamatan-kecamatan dan kelurahan-kelurahan agar masyarakat cerdas dan bijak dalam memilih tontonan," tegas Purwanto saat membuka acara Edukasi Penonton Cerdas Siaran Berkualitas di Madrasah Aliyah Negeri 13 Jakarta, di Lenteng Agung, Jagakarsa, Selasa (12/11/2019).

Selain dihadiri Purwanto, hadir juga Dr. T. Taufiqulhadi, Anggota DPR RI periode 2014-2019 sekaligus Kepala MAN 13 Jakarta, Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan, dan sejumlah narasumber.

Purwanto menambahkan, masyarakat terutama anak-anak harus diselamatkan dari pengaruh negatif siaran dan tontonan yang tidak mendidik, baik itu dari televisi, internet maupun media sosial . Sebagai wakil rakyat, dia sangat mendukung kegiatan literasi dan edukasi KPID DKI Jakarta dalam membimbing masyarakat agar memilih tayangan televisi yang berkualitas. “Hari ini, KPID DKI Jakarta melakukan literasi dan edukasi di Madrasah Aliyah Negeri 13 Jakarta. Besok dan lusa harus keliling ke sekolah-sekolah lain dan masyarakat di Jakarta,” papar politisi Partai Gerindra itu.

Purwanto berharap Pemprov DKI memberikan anggaran yang cukup kepada KPID DKI Jakarta.

Sementara itu, Ketua KPID DKI Jakarta, Kawiyan, mengaku kegiatan literasi dan edukasi yang dilakukan pihaknya diminati masyarakat, termasuk pelajar dan mahasiswa. Apalagi jika dikemas dengan menghadirkan para narasumber yang kompeten. “Hal itu terbukti dengan banyaknya peserta di setiap kegiatan,” tegas Kawiyan. 

Hanya saja, kata Kawiyan, karena terbatasnya anggaran, jumlah kegiatan literasi dan edukasi masih sangat sedikit. Dalam setahun, hanya ada 12 kegiatan. Ia berharap Pemprov DKI Jakarta memberikan anggaran yang memadai untuk memaksimalkan kegiatan literasi dan edukasi kepada masyarakat. Red dari KPID DKI Jakarta

Pontianak -- Tim Panel Ahli wilayah riset Pontianak, Kalimantan Barat, menilai ada peningkatan indeks pada indikator muatan pornografi di kategori program sinetron televisi yang menunjukkan bahwa program sinetron semakin bersih dari muatan pornografi. Hal itu disampaikan tim ahli saat menjalani Diskusi Kelompok Terpumpun Panel Ahli Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV KPI Periode II di Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (9/11/2019).

Berdasarkan sampel yang diteliti, panel ahli yang mengkaji kategori program sinetron tidak menemukan dan tidak menyebutkan adanya unsur eksploitasi. Namun begitu, tim merekomendasikan agar program ini untuk meningkatkan nilai-nilai yang edukatif dan informatif dalam cerita.

Menurut Anggota KPI Pusat, Nuning Rodiyah, meningkatnya sebagian indikator program sinetron dalam riset kedua ini harus dibarengi dengan peningkatan indikator lain khususnya kualitas isinya. Sayangnya, kualitas isi atau cerita program ini belum sepenuhnya terbilang baik meskipun berdasarkan data kepemirsaan menunjukkan animo pemirsa yang tinggi. Nilai-nilai yang positif dan mengedukasi dalam sinetron harus menguasai isi dalam cerita. 

“Untuk meningkatkan kualitas memang tidak mudah. Perlu keterlibatan semua pihak dan komitmen untuk terus mendorong peningkatan kualitas program ini. Kami juga meminta lembaga penyiaran, rumah produksi untuk memperhatikan P3SPS dalam memproduksi program dan bagi pemasang iklan agar mengedepankan “Safety Brand” dengan memasang iklan di program-program yang berkualitas,” kata Nuning di sela-sela diskusi tersebut.

Dia berharap hasil survey indeks kualitas dapat menjadi acuan bagi lembaga penyiaran untuk melakukan perbaikan kualitas program siaran. Selain itu, hasil riset ini dijadikan rujukan masyarakat untuk dapat memilih program siaran yang edukatif dan informatif.

Program riset KPI yang bekerjasama dengan Universitas Tanjungpura, menurut Nuning, tidak semata-mata hanya sebatas riset, tetapi juga kerjasama mengajak masyarakat agar semakin kritis dalam menyikapi program siaran. Kerjasama ini dalam bentuk program literasi media.

“Kami akan terus berkomitmen untuk berkontribusi dalam upaya peningkatan kualitas program siaran televisi di tanah air, khususnya di Kalimantan Barat,” ujar perwakilan Fisip Untan, Martoyo. ***

Pangkalpinang – Belakangan ini kata Industry 4.0 sering didiskusikan banyak orang. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengerti apa itu Industry 4.0 dan bagaimana hal itu dapat memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa ini.

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan anak muda di Indonesia sekarang harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan kompetensi terutama yang berbasis platform digital. Selain itu, generasi sekarang harus saling bersinergi. 

“Kami berharap terus ada sinergi antara para lulusan dan kampus untuk pengembangan kampus di masa yang akan datang. Sekarang ini, kita dituntut untuk selalu mengaplikasikan apa yang didapat selama kuliah dan terus mengikuti perkembangan era digitalisasi,” kata Yuliandre dalam paparannya saat mengisi sebuah acara Kuliah Umum di Universitas Terbuka, Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (2/11/2019) lalu.

Pria yang akrab disapa Andre ini mengatakan, pertumbuhan ekonomi dan penyiaran dalam revolusi industri kini memasuki babak baru. Segala penunjang hidup dan hajat manusia, semuanya ada dalam genggaman. Akses itu membuat hidup manusia seakan lebih mudah. 

“Tapi kita harus ingat, era ini menuntut kewaspadaan dan kecermatan karena pelayanan digital suatu saat bisa menjerumuskan kita berperilaku konsumtif,” ucapnya.

Andre mengungkapkan, saat ini telah terjadi euforia disrupsi dan ini akan makin terasa di tahun mendatang. Salah satu buktinya, anak-anak yang seharusnya bermain di lapangan terbuka kini lebih asyik memainkan telepon pintarnya. “Entah itu bermain game online, bermedia sosial dan masih banyak lagi,” katanya.

Andre juga melihat arah globalisasi menjadi sebuah fenomena bagi masyarakat dunia. Sebab itu, nasib media konvensional pun menjadi tanda tanya besar di masa depan. Beberapa tokoh media meramalkan media konvensional akan tenggelam saat ini. Namun nasib media tersebut sepertinya akan tetap eksis sejalan dengan era digitalisasi media. Beberapa faktor penyebab yang terkuat adalah media konvensional sudah memiliki pangsa tersendiri di masyarakat, baik sebagai media informasi, hiburan, dan lainnya.

“Jadi, di tengah era revolusi industri 4.0 yang mengubah wajah media massa, media konvensional akan tetap eksis dan melakukan perubahan serta berubah. Sebab dalam media konvensional dan media digital saat ini berjalan beriringan karena banyak media konvensional yang mengubah sajian ke bentuk digital,” ucapnya

Dampak terburuk dari era ini adalah terjadinya pergeseran atau alih fungsi deskripsi pekerjaan di tengah masyarakat. “Saat ini, telah banyak pekerjaan yang tersingkir atau diganti oleh robot atau sistem otomatisasi. Ke depannya, tentu makin banyak kejutan yang akan kita rasakan seiring kemajuan teknologi digital,” pungkas Andre. ***

 

Jakarta - Penerapan transformasi bisnis ekonomi kreatif berbasis elektronik di ranah digital tumbuh cepat seiring dengan pesatnya pertumbuhan potensi pasar ekonomi digital Indonesia. Pandangan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat memandu jalannya diskusi bertema “Sukses Memanfaatkan Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha” di Jakarta (7/11/2019).

Yuliandre menilai perkembangan bisnis saat ini dan perlindungan terhadap potensi serta ekosistem bisnis digital, termasuk di dalamnya perlindungan hak cipta, menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan. Lalu timbul pertanyaan, perlindungan seperti apakah yang tepat dibutuhkan para stakeholders broadcaster Indonesia agar dijamin kesetaraannya? 

Dalam kapasitasnya sebagai regulator penyiaran Indonesia, Andre, sapaan akrabnya melihat Indonesia sebagai salah satu pasar potensial untuk video content dan konten creator. Ia menilai, saat ini traffic terbesar video content ada di platform digital seperti sosial media atau Youtube.  

Platform ini merupakan perkumpulan dan saat ini bisa dijadikan gabungan data yang berasal dari video professionally produced content yang diproduksi oleh para broadcasters dan Indonesian production houses dalam dan luar negeri.

“Para broadcasters dan Indonesian productions house belum mendapat rewarding system yang pantas untuk kreativitas dan kemampuannya dalam melahirkan karya dan ide yang cemerlang. Hal ini dikarenakan di ranah digital belum mempunyai gaya bisnis serta regulasi yang bisa mendukung hasil karya pelaku dunia broadcast dari pada para produsen content professional,” jelas Andre. 

Selain itu, Ia melihat kreativitas pelaku ide gagasan konten penyiaran juga sangat dibatasi dengan aturan sensor yang super ketat, sedangkan content asing di Netflix dan sejenisnya tidak terlalu dibatasi. “Keadilan atau fairness dalam regulasi penyiaran tentu harus diatur,” pintanya. 

Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan menerangkan hal ini bisa diperbaiki dengan regulasi yang lebih baik dan aturan yang jelas. Dia mencontohkan local content bisa bersaing dengan content asing dengan parameter yang sama. Ini bisa diperbaiki dengan regulasi yang lebih jelas dan bukan hanya netral, tetapi lebih berpihak kepada pemilik local content.

Misalnya, aturan minimum jumlah konten lokal vs konten asing di platform streaming digital. Di industri FTA, lanjut Andre, menurut Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 dan P3SPS, jumlah maksimal konten asing adalah 30%. Namun di Netflix sangat timpang, belum ada aturan yang bisa masuk ke ranah media baru. Hal ini perlu diperhatikan demi perkembangan industry creative local content.

Selain itu, Andre mengutarakan aturan sensor yang ada saat ini sebaiknya harus disamaratakan dengan media baru. “Kalau di TV tidak boleh tampilkan ciuman dan belahan dada, maka sebaiknya di platform digital, hal yang sama juga diberlakukan,” kata Andre.

Kemudian dari segi administrasi dan bisnis ketentuan pajak juga harus sama. Jangan menjadikan Indonesia jangan hanya menjadi pasar bagi pemain asing, tetapi juga menjadi basis produksi dan pengembagangan para pelaku content creator berkembang dengan ide mereka. ***

 

Jakarta  - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz mengatakan, digitalisasi penyiaran harus segera dilaksanakan sehingga pihaknya mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran harus segera disahkan menjadi UU.

Menurut dia, saat ini Komisi I DPR sedang menanyakan sikap masing-masing fraksi terkait RUU Penyiaran yang belum selesai proses pembahasannya di DPR periode 2014-2019.

"Saat ini kita juga sambil menanyakan kepada sikap fraksi masing-masing seperti apa keinginannya terhadap RUU Penyiaran ini supaya digitalisasi penyiaran bisa langsung lebih cepat lagi kita laksanakan," kata Meutya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Menurut dia, digitalisasi merupakan sesuatu yang harus dihadapi secara cepat, termasuk digitalisasi penyiaran.

Dia menilai, payung hukum dari digitalisasi penyiaran itu harus segera dibuat sehingga hal itu menjadi fokus utama kerja DPR periode ini maupun pemerintah. "Digitalisasi penyiaran sudah mulai dijalankan dan kami menunggu payung hukum yang lebih kuat daripada hanya Peraturan Menteri yang ada saat ini," ujarnya.

Dia mengatakan, RUU Penyiaran di era DPR periode 2014-2019 belum berhasil disahkan menjadi UU dan saat itu proses pembahasannya di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Menurut dia, ke depannya bisa saja RUU Penyiaran tersebut diajukan pemerintah atau menjadi usul inisiatif DPR untuk dibahas, sehingga proses mana yang lebih cepat, maka itu yang ditempuh. "Kita cari cara yang lebih cepat, siapa yang lebih dahulu. Apakah pemerintah atau DPR yang lebih siap, silahkan saja," katanya.

Meutya yang merupakan politisi Partai Golkar itu mengingatkan bahwa RUU Penyiaran tidak menjadi salah satu RUU yang dilanjutkan pembahasannya atau carry over di era DPR periode 2019-2024.

Karena itu, menurut dia, pembahasannya berlangsung dari awal lagi sehingga masing-masing fraksi dan anggota DPR belum diketahui sikapnya karena akan dibahas bersama. (ANTARA)

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.