Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) berharap porsi program acara untuk anak di lembaga penyiaran khususnya televisi dapat ditingkatkan. Selain meningkatkan porsi tayangan anak, perlu inovasi baru menciptakan tokoh favorit atau dambaan anak seperti yang pernah diperankan Pak Tino Sidin.

“Sekarang ini tidak ada lagi tokoh seperti Pak Tino Sidin yang memberi bimbingan, pembelajaran dan disukai anak-anak. Jadi kita perlu lagi memunculkan orang-orang seperti beliau kembali ke layar kaca,” kata Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, saat pertemuan dengan Menteri PPPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, di Kantor Kemen PPPA, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2020).

Harapan ini, lanjut Reza, tak lepas dari kerinduan pada konten tayangan yang berkualitas, aman, menyenangkan dan memang teruntuk bagi anak di Indonesia. Pak Tino Sidin merupakan tokoh idola anak-anak di zamannya pada saat TVRI masih menjadi satu-satunya TV di tanah air.

Menurut Reza, tak hanya Pak Tino Sidin, program acara anak seperti si “Unyil” harus diperbanyak. Tayangan yang berisi dan mengajarkan tentang nilai-nilai baik dan hidup bersama dalam keberagaman seperti di acara “Unyil” harus diproduksi lebih banyak lagi. “Ini salah satu upaya melindungi anak kita dari tayangan yang tidak pantas dan tidak memberi nilai yang edukatif bagi mereka,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Reza mengusulkan adanya pembicaraan terbuka dengan lembaga penyiaran. “KPI, KPPPA serta lembaga penyiaran harus duduk satu meja membahas soal ini,” katanya kepada Menteri Bintang Darmawati.

Menanggapi usulan itu, Menteri Bintang menyatakan sepakat dan meminta untuk segera merealisasikan dengan diskusi kelompok terpumpun atau FGD yang dihadari ketiga komponen tersebut. “Usulan Pak Reza perlu ditindaklanjuti dan kalau bisa hal ini sudah harus dimulai sebelum pelaksanaan Anugerah Penyiaran Ramah Anak yang akan berlangsung akhir Agustus nanti,” katanya penuh semangat.

Ditambahkan Menteri PPPA, pembahasan antara KPPPA, KPI dan lembaga penyiaran perlu membicarakan secara intens bagaimana minat menonton anak-anak terhadap tayangan anak di televisi. “Pembahasan ini harus dapat menghasilkan rekomendasi. Bagaimana mengembalikan tayangan-tayangan yang dulu pernah menjadi tontonan favorit anak serta juga menghadirkan ketokohan yang dekat dengan anak seperti Pak Tino Sidin,” tandasnya. 

Dalam pertemuan itu, turut hadir Ketua KPI Pusat, Agung Suprio dan Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti. Di awal pertemuan, Agung Suprio dan Mimah Susanti, menjabarkan rencana penyelenggaran Anugerah Penyiaran Ramah Anak 2020 yang rencananya akan berlangsung pada 29 Agustus mendatang. ***

 

 

Jakarta -- Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan fakta baru telah terjadi seiring dengan merebaknya wabah covid-19 di seluruh dunia. Berdasarkan data We Are Social semester pertama tahun 2020, adanya peningkatan akses pengguna internet hingga 6 jam 43 menit per hari.

“Berita online menjadi pilihan utama masyarakat di masa pandemi. Orang beraktivitas dan menggunakan internet menjadi salah satu cara menyalurkan waktu yang kosong. Alhasil, berita online juga menjadi pilihan masyarakat yang melakukan browsing di internet,” kata Yuliandre saat mengisi diskusi berbasis daring yang diselenggarakan oleh Universitas Sahid dengan tema “Tantangan Cyber Journalism di Masa Pandemi” di Jakarta, Sabtu (25/7).

Presiden OIC Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF) 2017-2018 ini mengungkapkan, lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik budaya, etika maupun norma. “Pada era digital seperti sekarang, masyarakat mengkonsumsi informasi dari banyak sumber media. Umumnya ketika ditanya tentang media, maka akan mengarah pada media cetak maupun penyiaran,” ujar Yuliandre. 

Pada 2017, lanjut pria yang baru berulangtahun ke-40 dan akrab disapa Andre ini, pembaca berita media online terus meningkat. Berita melalui media cetak semakin ditinggalkan. Selain lebih praktis, update berita online dinilai lebih cepat. Diyakini sejak 2017 sampai sekarang, setiap tahunnya ada peningkatan pembaca berita online.

Rektor Univeristas Sahid, Prof. Dr. Ir. Kholil mengatakan, dalam suasana yang terbatas ini agar senantiasa bertukar pikiran akan perkembangan komunikasi pada saat pandemi. Dalam prakteknya, komunikasi pada saat pandemi ini ada sisi baiknya dan ada sisi buruknya. Pandemi yang sekarang merubah perilaku dan mental manusia, mengarahkan kita untuk akrab kepada dunia digital.

“Dunia jurnalisme harus ikut perkembangan zaman. Bagaimana kemasan dalam dunia digital dengan perubahan kebiasaan masyarakat. Saya harap webinar ini sebagai arena untuk bahan diskusi kajian jurnalisme yang mengarah digital society,” kata Kholil saat membuka acara ini.

Chief Executive Officer (CEO) Detik Netwok, Abdul Aziz mengungkapkan, Covid-19 membuat semua elemen masyarakat di belahan dunia meraba-raba dan lebih cenderung kebingungan dalam menghadapi bahkan menanggulanginya. 

Dunia media, kata Abdul Aziz, mulai disibukan dengan pemberitaan baru yang melonjakan pemberitaan mengenai Covid-19. “Khusus detik.com pun yang platformnya digital memang mengalami lonjakan pembaca, ini salah satu hikmah dari Covid-19. Namun sisi bisnis lain mengalami penurunan yang sangat drastis,” katanya.

Dalam sisi industri media, saat ini menawarkan inovasi kreativitas untuk menarik brand agar mau beriklan di media cyber. “Beragam kreativitas dan memiliki jiwa entrepreneur yang tidak biasa agar brand dapat beriklan dengan ikut mangajak audience untuk tetap berkreativitas di rumah demi mencegah covid-19,” kata Abdul Aziz. 

Pada ruang diskusi yang sama, Wakil Pemimpin Redaksi SINDONews, Puguh Hariyanto mengatakan, media konvensional memang masih teruji kapasitasnya dalam menyajikan berita yang dapat di pertanggungjawabkan. “Saat ini terjadi fenomena inflasi informasi. Informasi yang di sampaikan harus jelas dari mana asalnya,” kata Puguh.

Selain itu, Puguh menambahkan, di tengah pandemi covid-19, media berperan dalam menyajikan informasi yang tak hanya akurat, tetapi juga mentransmisikan pesan yang mengedukasi dan mampu menambah optimisme publik. Sehingga, informasi yang disajikan media dapat berperan sebagai suplemen atau vitamin dalam memperkuat imunitas mental dan fisik masyarakat.

“Media untuk membentuk stigma yang positif dan mengedukasi pembaca lewat pemberitaan yang terkontrol. Di sisi lain, pembaca juga mesti cermat dalam menerima sebuah informasi,” katanya.

Chief Digital Officer KG Media, Dahlan Dahi mengungkapkan, Covid-19 menjadi realitas penyakit yang mengubah struktur sosial masyarakat. Perilaku pun perlahan mulai berubah dan dengan hadirnya media sosial di tengah masyarakat dianggap membawa dampak positif. 

Dahlan mengungkapkan tidak jarang masyarakat memanfaatkan media sosial sebagai tempat mencurahkan isi hatinya, memberi tahu keadaan kehidupan aslinya, berbisnis, menyebarkan informasi dan berkomunikasi hingga mancanegara. 

“Masyarakat jangan menelan mentah-mentah informasi. Maka itu, masyarakat membutuhkan literasi yang baik agar terhindar dari hoaks”. *

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi sanksi teguran tertulis kepada 10 (sepuluh) program siaran infotainmen di 6 (enam) stasiun televisi. Kesepuluh program acara ini dinilai telah melanggar aturan penyiaran tentang penghormatan hak privasi dan perlindungan terhadap anak serta remaja dalam isi siaran. 

Sepuluh program siaran tersebut yakni Call Me Mell (iNews TV), Obsesi (GTV), Insert Siang (Trans TV), Selebrita Expose (Trans 7), Insert Today (Trans TV), Selebrita Siang (Trans 7), Rumpi No Secret (Trans TV), iSeleb iNews (iNews TV), “Halo Selebriti” (SCTV) dan Seleb News (MNC TV).

Dalam surat teguran yang telah dilayangkan KPI Pusat pekan lalu itu, dijelaskan secara detail bentuk pelanggaran dalam kesepuluh acara infotaimen tersebut. Adegan pelanggarannya sama yakni berupa tampilan video rekaman seorang wanita an. Dewi Perssik dalam kondisi terhipnotis yang menceritakan kehidupan pribadi rumah tangganya. Beberapa hal pribadi tersebut di antaranya, keinginan wanita tersebut untuk bercerai, suaminya yang tidak mau bekerja dan tidak memberikan nafkah lahir kepadanya. Selain itu, ditampilkan juga rekaman video saat keduanya terlibat adu mulut karena rasa cemburu dari an. Angga Wijaya terhadap an. Dewi Perssik.

Tayangan video itu ditemukan tim pemantauan KPI pada program siaran “Seleb On News” MNC tanggal 24 Juni 2020, program siaran “iSeleb” iNews TV tanggal 24 Juni 2020, program siaran “Rumpi No Secret” Trans TV tanggal 29 Juni 2020, program siaran “Selebrita Siang” Trans 7 tanggal 29 Juni 2020, program siaran “Insert Today” Trans TV tanggal 26 Juni 2020, program siaran “Selebrita Expose” Trans 7 tanggal 27 Juni 2020, program siaran “Insert Siang” Trans TV tanggal 26 Juni 2020, dan program siaran “Halo Selebriti” SCTV tanggal 25 Juni 2020 

KPI Pusat juga menemukan dalam siaran “Selebrita Siang” Trans 7 di tanggal 29 Juni 2020 unggahan yang berisi ungkapan kekesalan an. Dewi Perssik kepada suaminya melalui tulisan dari salah satu media sosial yang diucapkan lagi melalui voice over:“..jika menyimak curahan hatinya yang dibagikan melalui laman instagram, boleh jadi ia memang kesal dengan suami yang tidak bersyukur kalau selama ini bisa hidup senang tanpa kerja keras. DEPE menyindir Angga kaya anak kecil dan hanya bermodal tampang. Kalau sudah begini perpisahan tampaknya memang menunggu waktu…”.

Sementara itu, pelanggaran lainnya yang ditemukan KPI Pusat berupa rekaman video seorang pria an. Angga Wijaya dalam kondisi terhipnotis yang menceritakan kehidupan pribadi rumah tangganya. Beberapa hal pribadi tersebut di antaranya, mengaku bahwa dirinya tidak pernah lagi memberikan nafkah lahir kepada an. Dewi Perssik dan ungkapan kesedihan jika dirinya bercerai dengan istrinya. 

KPI Pusat juga menemukan unggahan berisi ungkapan kekesalan an. Dewi Perssik melalui tulisan dari salah satu media sosial. Selain itu terdapat ucapan melalui voice over yang bisa memperburuk objek yang disiarkan “..melihat suaminya menangis sejadi-jadinya gegara ingin dicerai karena jobless, Dewi Perssik tak bergeming. Air mata Angga Wijaya ngga bikin DEPE menjadi iba, bahkan malah tetap ngotot minta sang suami untuk cari kerja dan ngasih uang buat dirinya. Bukan cuma jadi suami benalu yang numpang hidup sama istrinya saja..”.

Tayangan di atas ditemukan tim pemantauan langsung KPI Pusat pada program siaran “Obsesi” GTV tanggal 29 Juni 2020 dan program siaran “Call Me Mel” iNews pada 30 Juni 2020.

Terkait teguran ini, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan adegan atau ungkapan yang mengumbar persoalan pribadi atau masalah rumah tangga orang lain dalam ranah penyiaran telah menabrak ketentuan tentang penghormatan terhadap hak privasi dalam isi siaran. Menurutnya, informasi tentang masalah rumah tangga orang lain tidak pantas disampaikan di ruang publik terlebih jika hal tersebut dapat memperburuk keadaan yang bersangkutan. 

“Ada batasan soal privasi dalam P3SPS KPI yang harus diingat lembaga penyiaran. Selain itu, hal ini juga terkait seberapa besar kepentingan publik diwakili dalam kasus privasi atau rumah tangga yang bersangkutan. Apakah masalah mereka itu mempengaruhi kehidupan masyarakat pada umumnya? Saya rasa tidak karena memang tidak ada kepentingan publik di dalamnya,” ujar Mulyo, Jumat (24/7/2020).

Selain soal penghormatan terhadap privasi, KPI juga mengingatkan tentang perlindungan terhadap anak dan remaja dalam isi siaran. Pasalnya, sebagian besar program siaran di atas diklasifikasikan R yang artinya dapat di tonton remaja. Menurut Mulyo, dalam kasus perselisihan rumah tangga orang, pelajaran yang dapat dipetik para remaja tidak ada sama sekali. Bahkan, konten seperti ini akan berpengaruh buruk pada mereka.

“Remaja itu butuh informasi atau contoh yang dapat memotivasi mereka agar tumbuh dan berkembang dengan baik ke depannya. Tayangan tentang hal-hal prestasi yang dibuat atau kepedulian sosial yang dilakukan para artis akan lebih berguna dan memberi nilai yang positif bagi remaja dan anak-anak kita. Bagaimana perjuangan para artis bisa sampai sukses, sepertinya lebih bermanfaat dari pada bicara konflik rumah tangga, konflik sesama artis, atau pamer koleksi barang mewah. Artis adalah public figure yang sepak terjangnya potensial ditiru,” kata Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo juga mengingatkan lembaga penyiaran tentang surat edaran KPI Pusat terkait penayangan siaran hipnotis, hipnoterapi, relaksasi, dan sejenisnya. Hal ini berkaitan orang-orang yang bersangkutan dalam video tersebut dalam keadaan terhipnotis pada saat mengungkapkan privasinya.  Walau telah terpublikasi melalui media lain, privasi tetap tak boleh diumbar dalam program siaran. 

“Kami minta seluruh program infotaimen untuk memperhatikan hal ini. Jadikan kasus ini sebagai pelajaran dan evaluasi untuk membenahi tayangan infotainmen. Semoga ke depan tayangan infotainmen kita dapat lebih baik dengan menyajikan info-info positif, inspiratif, dan bernilai baik,” tandas Mulyo. ***

 

 

Polewali - Media Penyiaran menggunakan spektrum frekuensi yang merupakan milik publik. Penggunaan ranah publik ini, mengharuskan adanya komitmen lembaga penyiaran melakukan literasi bagi masyarakat.

Hal itu dikemukakan Komisioner KPI Pusat Aswar Hasan dalam paparannya pada Webinar bertajuk "Literasi Media dan Daya Dukung Lembaga Penyiaran Lokal", yang dilaksanakan Forum Masyarakat Peduli Media (FMPM) bekerjasama dengan Program Studi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam (IAI) DDI Polman, Sabtu (25/07/2020) siang.

Menurut Aswar, literasi dalam perspektif media penyiaran itu penting, mengingat sifatnya yang wajib. "Karena frekuensi yang digunakan itu adalah miliknya publik. Dia dipinjamkan melalui proses administratif melalui KPI atau KPID, sehingga sebenarnya frekuensi yang digunakan oleh media penyiaran adalah sebenarnya bersifat pinjaman. Nah, oleh karena itu harus digunakan semaksimal mungkin demi kepentingan masyarakat," jelasnya.

Literasi itu, lanjut Aswar, adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat. "Sehingga informasi yang disiarkan oleh media itu dapat dicerna dan dimanfaatkan secara baik bagi kepentingan masyarakat itu sendiri," ungkapnya.

Wakil Ketua DPRD Sulbar, Usman Suhuriah, juga mengungkapkan hal senada. Menurutnya, literasi saat ini memang menjadi kebutuhan, di tengah kondisi yang dihadapi saat ini, di mana terjadi simpangsiur informasi.

"Hakekat dasar dari literasi media itu memang hadir untuk mengedukasi para pendengar atau pembaca di dalam hal-hal apapun yang berkaitan dengan informasi ini," kata Usman.

Direktur Fajar TV Makassar, Muhammad Yusuf AR, yang juga tampil sebagai narasumber mengakui, hingga saat ini defenisi literasi media masih lebih dominan sasarannya diarahkan pada pemirsa atau pendengar. Padahal baginya, literasi juga sangat penting bagi pekerja media yang merupakan pihak yang justru bertanggungjawab terhadap produksi medianya.

"Yang harus diedukasi untuk literasi terhadap media adalah pekerja media. Kita sudah terlalu lama percaya dan sangat percaya pada media bahwa media adalah sumber informasi seluruhnya baik dan bermanfaat bagi orang lain dan bagi kita," kata Yusuf.

Padahal, kata dia, kenyataannya tidak seperti itu. Terutama setelah era reformasi, di mana begitu banyak bermunculan pekerja media, dan bahkan media itu sendiri yang menjadi sangat mudah untuk dibuat. 

Arah literasi itu sendiri bagi Yusuf, terangkum dalam apa yang disebutnya empat "B" atau empat benar atau kebenaran. "Yang pertama memahami media dengan benar. Kemudian menyikapi media dengan benar, kemudian memihak kepada isi media yang benar. Lalu yang keempat ini ada pada pekerja media, bukan pada pemirsa memproduksi siaran yang benar dan bermanfaat," katanya.

Webinar ini juga menghadirkan Kepala LPPL Radio Mammis FM Anugrawaty M Sila yang menjelaskan peranan lembaga penyiaran publik lokal dalam mendorong kegiatan literasi. Kegiatan ini dipandu moderator Pegiat Literasi Sulawesi Barat Agung Hidayat Mansur.

"Dari webinar, kita semua sadar bahwa dibutuhkan penguatan kerja literasi media semakin massif baik dari dukungan civil society, pemerintah, KPI, dan khususnya lembaga penyiaran, terutama akan komitmen memperhatikan aspek konten lokal," kata Ketua FMPM Sulawesi Barat, Firdaus Abdullah, sekaligus Komisioner KPID Sulbar Periode 2015-2018, saat memantik diskusi webinar tersebut. Red dari siaran pers FMPM

 

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai revisi undang-undang Penyiaran sangat mendesak untuk segera dilakukan, terutama terkait tentang pengaturan bagi penyiaran berbasis pada internet. Hal ini dikarenakan kepentingan publik harus dilindungi atau diproteksi, selain juga terkait keadilan berusaha dalam ekosistem penyiaran. Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyampaikan sikap KPI tersebut dalam Webinar yang diselenggarakan Inews TV secara virtual, dengan tema “Menyoal UU Penyiaran dan Penyiaran Berbasis Internet”, (24/7). 

Revisi undang-undang penyiaran memang tidak lagi masuk dalam program legislasi nasional di tahun 2020. Namun menurut Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari yang turut hadir sebagai narasumber, Komisi I tetap mengagendakan pembahasan revisi tersebut pada Oktober 2020. Harapannya, ujar Kharis, dapat disahkan pada awal tahun 2021 mendatang. 

Bicara soal substansi, Komisi I telah menyiapkan revisi untuk mengantisipasi ketidakadilan dalam dunia penyiaran. Investasi yang sudah dilakukan media mainstream saat ini dengan effort yang cukup besar tiba-tiba harus berhadapan dengan pendatang baru yang tidak terikat dengan aturan sama sekali. “Tapi mampu meraup keuntungan yang sangat besar,” ujarnya. Selain itu, Komisi I juga melihat adanya potensi penerimaan negara yang demikian besar tapi hilang tanpa mampir sama sekali di keuangan negara, di sektor media baru ini. Padahal, keuntungan tersebut didapat dari potensi yang ada di masyarakat Indonesia. “Inilah yang menjadi concern Komisi I,” tegas Kharis. 

Ketidakadilan ini juga sangat dirasakan oleh pelaku industri penyiaran. Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution mengatakan televisi saat ini selain harus tunduk pada aturan yang ketat terhadap konten siaran, juga memiliki kewajiban membayar pajak kepada negara. Sementara media baru dapat bersiaran tanpa sensor, tanpa kewajiban tunduk terhadap P3 & SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) juga tidak perlu membayar pajak. "Kita mendapat teguran, surat peringatan, sampai ada masalah kita dihentikan tayangannya, begitu ketatnya. Sementara dari sisi televisi yang berbasis internet tadi tidak ada," ujar Syafril. Penyiaran berbasis internet ini, tambahnya, tidak memberikan sumbangan apapun ke negara. Padahal ada pendapatan iklan yang diperoleh dari dalam negeri, tapi tidak membayar pajak kepada pemerintah. 

Terkait pengawasan konten untuk media baru, kekosongan regulasi yang ada saat ini berdampak pada kepentingan publik yang terabaikan. Agung mengatakan, jika televisi berbuat salah dan melanggar P3 & SPS, maka yang dipanggil KPI adalah lembaga penyiarannya. Mereka harus bertanggungjawab terhadap setiap konten yang disiarkan. Sementara di media baru saat ini, kontennya sangat bebas. “Jika di media baru ada konten pornografi yang diciduk adalah pembuat konten, penyelenggara platformnya tidak terjangkau hukum sama sekali,” ujarnya. 

Terkait pengawasan penyiaran, Kharis menegaskan pada dasarnya semangat Komisi I melakukan revisi undang-undang penyiaran dan mengikuti perkembangan teknologi, tidak akan mengubah secara mendasar infrastruktur pengawasannya. “Tetap ada KPI dan KPID,” ujarnya. Pada prinsipnya, tambah Kharis, bunyi pasal yang mengatur KPI itu tetap dan dipertahankan, hanya saja cakupan pengawasannya yang ditambahkan. 

 

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.