Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh lembaga penyiaran khususnya TV untuk berhati-hati membahas video tak pantas yang diidentifikasikan dengan artis tertentu di ruang publik. Hal ini untuk mencegah keingintahuan publik terhadap tontonan tak pantas dan menjaga ruang publik dari pembahasan yang mengarah pada hal yang tidak sesuai dengan etika dan norma penyiaran.

Hal itu ditegaskan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menanggapi hangatnya pembahasan tentang video tak pantas yang dikaitkan dengan artis tertentu yang beredar di internet, Minggu (8/11/2020).

Menurut Reza, ruang publik harus dijaga dari informasi maupun siaran yang mengarah pada hal-hal yang merugikan atau berdampak negatif. Pembahasan yang massif tentang video panas itu dapat menyebabkan rasa penasaran penonton, baik penonton dewasa maupun remaja. Perbuatan itu juga tidak baik dan tidak pantas ada di ruang publik.

“Jangan sampai menginformasikan malah membuat orang ramai-ramai memburu videonya. Jangan sampai juga ada cuplikannya meskipun diblur. Ini justru akan makin membuat orang penasaran,” kata Reza.

Dalam kesempatan itu, Reza mengingatkan seluruh lembaga penyiaran untuk tunduk dan patuh pada aturan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI tahun 2012. Menurutnya, aturan ini sudah sangat jelas dan tegas mengatur hal-hal yang berkaitan dengan persoalan privasi dan pornografi. 

“Tolong diperhatikan juga perlindungan terhadap anak dan remaja dalam siaran. Kami sangat paham hal ini menjadi informasi yang hangat dan menarik, tetapi apakah hal ini layak dan pantas dibahas di ruang publik,” tegas Reza.

Reza juga mendorong instansi terkait yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk bertindak cepat menghapus seluruh konten mengenai video itu di internet. “Saya kira kominfo punya tim yang handal untuk membersihkan itu. Harusnya tak dibiarkan lama ada diruang publik,” tandasnya. ***/Foto: AR

 

Jakarta - Pemilihan Kepala Daerah telah memasuki tahapan kampanye. Meskipun belum masuk pada tahap kampanye di media, pemantauan langsung yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan dapat mencermati konten-konten siaran yang dinilai berpotensi mencederai demokrasi. Analis pemantauan KPI adalah ujung tombak atas hadirnya siaran Pilkada yang adil, seimbang dan tidak memihak, sehingga kualitas demokrasi yang dihasilkan dalam pemilihan kepala daerah serentak ini dapat meningkat. Ketua KPI Pusat Agung Suprio menegaskan, setidaknya tim pemantauan langsung KPI harus memiliki integritas, independen dan professional dalam memahami Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) dalam pengawasan penyiaran Pilkada ini. Hal tersebut disampaikan Agung saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis Pemantauan Penyiaran Pilkada yang digelar KPI Pusat untuk tim pemantauan langsung, pagi tadi secara virtual (06/10).  

Agung meyakini, tim pemantauan langsung yang dimiliki KPI ini sudah teruji dalam berbagai even pesta demokrasi di negeri ini. “Tim pemantau sudah berpengalaman sebelumnya memantau siaran Pemilu dan siaran Pemilihan Presiden (Pilpres),” ujarnya. Semoga ke depan Pilkada sendiri berlangsung dengan aman dan damai, harap Agung. 

Dalam kesempatan tersebut Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang pengawasan isi siaran, Mimah Susanti yang menjadi narasumber Bimtek mengingatkan beberapa masalah krusial dalam penyiaran Pilkada. Menurut Santi dalam pemberitaan Pilkada ada potensi terjadinya ketidakberimbangan. “Coba cek framing dan penggiringan opini,” ujarnya. Jangan sampai pemberitaan Pilkada menjadi tidak adil dan condong pada kandidat tertentu. Kalau memang ditemui ada potensi pelanggaran seperti itu, Santi berharap tim pemantauan KPI dapat segera memberikan tanda (tagging) untuk dapat ditindaklanjuti. 

Selain itu Santi juga menyampaikan harapannya kepada lembaga penyiaran, dalam kontribusinya pada  perhelatan politik ini. “Televisi dan radio harus dapat menjadi barometer informasi pilkada bagi masyarakat, karena kontrol atas pemberitaan yang disajikan lebih terjaga daripada media sosial,” ujar Santi. Selain itu, televisi dan radio juga harus senantiasa menjaga independensi dan netralitas dalam menyajikan berita dan bersikap adil pada semua pihak. Yang tak kalah penting adalah lembaga penyiaran diharapkan turut serta menjaga kondusivitas di masa tenang serta tidak mempengaruhi preferensi pemilih pada hari pemungutan suara. 

Narasumber lain yang juga hadir pada Bimtek tersebut adalah staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Prof Henry Subiakto. Kontribusi media dalam mendukung kelancaran Pilkada ini salah satunya dapat dilakukan dengan memahami betul aturan-aturan yang ditetapkan penyelenggara pemilu tentang pelaksanaan PIlkada saat ini. Henry menjelaskan, Pilkada yang digelar di tengah pandemi ini tentunya memiliki aturan yang lebih khas dibanding Pilkada sebelumnya. Aturan-aturan seperti ini tentunya harus dipahami betul oleh para jurnalis, sebelum menyampaikan kembali pada publik. Selain itu Henry juga mengingatkan agar lembaga penyiaran jangan jadi bagian dari konflik yang terjadi selama Pilkada. “Karena itu liputan haruslah coverboth side,” ujarnya.  

Narasumber lain yang turut hadir adalah HM Eberta Kawima Deputi Bidang Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam Bimtek ini, Wima menyampaikan beberapa aturan teknis tentang Pemilu, termasuk tentang tahapan kampanye di media. Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo menyampaikan materi tentang potensi pelanggaran dalam penyiaran Pilkada yang berpotensi muncul. Bimtek ini sendiri dipandu Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang kelembagaan, Irsal Ambia. 

 

Cirebon -- Dua tahun lagi, tepatnya di 2022, Indonesia memasuki era penyiaran digital. Meskipun terlambat dan tertinggal dengan negara lainnya, migrasi siaran ini akan memberi banyak manfaat bagi masyarakat salah satunya peningkatan ekonomi.

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan digitalisasi tak hanya mengubah tatanan penyiaran di tanah air tapi juga kehidupan masyarakat. Salah satunya yakni memicu peningkatan perekonomian masyarakat di daerah. 

“Penyiaran digital akan menciptakan banyak peluang usaha. Peluang ini tidak hanya untuk pelaku industri penyiaran, tapi juga untuk masyarakat daerah seperti masyarakat di Cirebon,” kata Agung dalam sambutan membuka kegiatan Sosialisasi dan Publikasi Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Digital kerjasama KPI dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (7/11/2020).

Menurut Agung, peningkatan ekonomi ini disebabkan oleh mudahnya masyarakat daerah menerima seluruh informasi dari lembaga penyiaran. Sistem siaran digital memiliki kemampuan menutup wilayah-wilayah yang sulit terjangkau siaran atau blank spot yang ada di tanah air. 

“Dalam catatan kami, baru 53 persen wilayah Indonesia yang baru terlayani siaran. Masih ada sekitar 47 persen wilayah yang belum mendapatkan siaran dari lembaga penyiaran lokal maupun nasional. Dengan sistem siaran digital, daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau siaran ini sudah dapat menikmati siaran. Pemerataan informasi jadi terwujud,” ujar Agung.

Sistem baru ini juga dapat meningkatkan daya saing industri penyiaran. Kemunculan TV-TV baru dalam penyiaran digital akan menciptakan keragaman isi siaran. Jika pelaku usaha baru berasal dari daerah, hal ini akan memberi dampak positif pada daerah tersebut.

“Siaran digital akan menciptakan peluang besar bagi daerah untuk dapat dikenal baik iu potensi pariwisata, pertanian, perkebunan, peternakan dan sumber daya alamnya oleh daerah lain bahkan luar negeri. Ini termasuk tanggungjawab kami untuk juga menumbuhkan industri penyiaran di tanah air,”jelas Agung.

Dalam kesempatan itu, Agung mengatakan, keberadaan lembaga penyiaran di daerah, baik TV maupun radio, sangat penting. Salah satunya sebagai media penjernih terhadap informasi-informasi di media social yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

“TV dan radio memiliki mekanisme dan SOP yang jelas. Bahkan ada payung hukumnya. Sedangkan media sosial tidak jelas dan tidak ada aturannya,” kata Agung Suprio. 

Pada masa pandemi covid-19 ini, peran TV makin penting untuk membantu proses belajar anak dari rumah. Sayangnya, tidak semua masyarakat Indonesia menerima siaran TV teresterial. Hal ini tentunya menghambat proses belajar anak dari rumah. “Siaran TV sangat membantu kelanjutan pendidikan mereka yang tidak bisa diselenggarakan di sekolah. Karenanya, jika digitalisasi ini sudah berjalan, tidak akan ada lagi hambatan bagi anak-anak untuk belajar lewat layer kaca,” tandas Agung Suprio.

Dalam kesempatan itu, turut hadir Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Al Masyhari, sekaligus membuka kegiatan yang berlangsung secara daring dan juga dihadiri peserta dengan jumlah terbatas sesuai protokol kesehatan. Para peserta juga menjalani proses rapid untuk memenuhi syarat ikut serta dalam kegiatan secara off line. Sosialisasi ini diisi talkshow dengan narasumber Anggota DPR RI, Dave Laksono, Direktur Penyiaran Kemkominfo, Geryantika, Sekretary SCM, Gilang Iskandar, dan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza. Adapun moderator acara talkshow, Novi Aprillia. *** 

 

 

Cirebon -- Komisi I DPR RI berharap migrasi siaran TV analog ke digital segera dilaksanakan. Pasalnya, hanya tinggal beberapa negara saja termasuk Indonesia yang belum melakukan Analog Switch Off (ASO) atau kebijakan penghentian siaran TV analog. 

“Ketika kita ketemu negara lain. Kita sering disentil-sentil kapan Indonesia melakukan ASO. Karena hanya beberapa negara di muka bumi ini yang belum swtich off. Indonesia sebagai negara besar, saya kira akan segera mengakhiri era penyiaran analog,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, saat membuka acara “Sosialisasi dan Publikasi Menjaga Perbatasan Melalui Penyiaran Digital’’ yang berlangsung di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (7/11/2020).

Soal adanya dampak dari percepatan migrasi siaran ini, Kharis menyatakan dipikirkan solusinya. Namun begitu, dirinya yakin hal itu akan dapat diatasi termasuk pergantian televisi analog ke televisi digital. 

“Apakah dengan menggunakan alat set top box yang digunakan untuk mengkonversi dari analog ke digital atau memang sekarang sudah terjadi evolusi atau perubahan dari TV yang dijual sekarang yang telah siap digital,” tambahnya. 

Kharis berharap kegatan sosialisasi penyiaran digital benar-benar dapat menyentuh para penggerak di masyarakat. Oleh karena itu, yang mengikuti kegiatan ini adalah orang-orang yang terpilih dari lingkungannya sehingga nanti mampu menyampaikannya ke masyarakat. 

Karena kita tidak mungkin menyampaikannya satu per satu kepada seluruh masyarakat. Jadi saya rasa orang yang ikut sekarang adalah tokoh masyarakat yang akan menyampaikan soal pentingnya penyiaran digital,” ujar Kharis.

Dia juga berharap kegiatan ini dapat diadakan di tempat lain. Pasalnya, masa dua tahun itu bukan waktu yang lama. “Jadi jangan tiba-tiba kaget kok sudah dua tahun,” kata Kharis.  

Menurutnya, KPI harus bertanggungjawab ketika sudah dua tahun masyarakat masih terkaget-kaget soal siaran digital. Karena itu, sosialisasi dan publikasi tentang digital atau ASO harus diperbanyak. Bahwa konsekuensinya dibutuhkan anggaran tambahan, pihaknya siap mengawal. 

“Kita punya kepentingan. Jangan sampai tiba-tiba TV mati terus kemudian menyalahkan. Ini kenapa, ini gimana , kok TV ini tidak bisa menangkap siaran. Siaran sudah tidak ada lagi. Ternyata sudah switch off menuju ke digital,” tandasnya yang dilanjutkan secara lisan membuka kegiatan sosialisasi tersebut. ***

 

Bogor - Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berlangsung pada 2-3 November 2020 melahirkan rekomendasi yang terdiri atas tiga bidang, pengawasan isi siaran, kelembagaan, dan pengelolaan struktur & sistem penyiaran. Dalam sidang pleno Rakornas KPI, seluruh anggota KPI dan KPID yang hadir dalam momen rakornas yang digelar secara daring ini menyepakati butir-butir rekomendasi tersebut sebagai amanat lembaga yang harus dijalani bersama, antara KPI Pusat dan KPI Daerah se-Indonesia. Adapun rekomendasi dari tiap bidang adalah sebagai berikut:

I. Bidang Kelembagaan

 

1. Mengawal percepatan revisi atas UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;

2. Mendorong keterlibatan aktif KPI Pusat dan KPI Daerah dalam perumusan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan turunan UU Cipta Kerja;

3. Segera melakukan revisi Peraturan KPI tentang Kelembagaan pasca UU Cipta Kerja;

4. Menjadikan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa sebagai gerakan nasional untuk penguatan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas program siaran;

5. Mendorong kepedulian publik tentang dinamika perkembangan media baru dan urgensi pengaturannya demi keadilan.

 

II. Bidang Pengawasan Isi Siaran

 

1. Dalam rangka menyukseskan pilkada dan memperhatikan wilayah yang belum terlayani siaran televisi dan radio baik SSJ maupun lokal, maka KPI merekomendasikan:

a. Penggunaan lembaga penyiaran di sekitar wilayah yang siarannya dapat diakses di daerah setempat yang melaksanakan pilkada serentak 2020;

b. Dalam hal Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) tidak dapat menjangkau wilayah yang bersangkutan maka wilayah yang menyelenggarakan pilkada dapat menggunakan LPB yang memiliki IPP.

2. Pelaksanaan pengawasan dan penindakan konten lokal televisi berjaringan dilakukan oleh KPI Daerah dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Dibuat dengan memperhatikan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan industri kreatif lokal; 

b. Dibuat dengan melibatkan SDM lokal (stasiun anggota jaringan, production house, atau pihak-pihak lain yang berdomisili di wilayah provinsi anggota jaringan tersebut); 

c. Berisi hal-hal yang berkaitan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, wilayah provinsi siaran setempat yang dapat berformat; news, feature, entertainment, dan pendidikan; 

d. Disiarkan secara relay dari ibu kota provinsi ke wilayah-wilayah layanan dalam provinsi tersebut; 

e. Disiarkan sekurang-kurangnya 1 (satu) jam pada pukul 05.00-22.00 waktu setempat dengan memperhatikan kesesuaian klasifikasi program;

f. Penayangan materi siaran yang sama (re-run) dapat disiarkan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali dalam sebulan, dan 6 (enam) kali dalam setahun;

g. Bahasa pengantar konten lokal dapat menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa daerah. 

3. Meminta pemerintah menjamin pemerataan siaran digital di seluruh wilayah Indonesia dan kualitas program siaran serta keberagaman konten siaran.

4. Meminta pemerintah menjamin kewenangan KPI dalam peraturan pemerintah dan peraturan turunan lainnya sebagai konsekuensi atas penetapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam hal pengawasan dan pemberian sanksi pelanggaran konten siaran.

5. Masukan untuk revisi P3SPS sebagai berikut:

a. Pengaturan konten lokal;

b. Mekanisme penanganan pelanggaran konten siaran berjaringan oleh induk jaringan atas:

1) Temuan

2) Pengaduan

3) Rekomendasi KPI Daerah  

c. Pengaturan program siaran yang berhubungan dengan kebencanaan dan kedaruratan;

d. Hukum acara penjatuhan sanksi terkait dengan kepastian hukum, waktu penanganan pelanggaran serta masa kadaluarsa temuan dan pengaduan dugaan pelanggaran;

e. Meninjau ulang pengaturan peliputan program siaran jurnalistik selaras dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ);

f. Memperhatikan keberpihakan terhadap kelompok disabilitas pada program siaran.

 

III. Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P)

 

1. Mendukung Analog Switch Off pada tahun 2022 dengan membentuk Tim Digital Nasional, dimana Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) termasuk anggotanya untuk menjamin diversifikasi konten dan meratanya penyiaran di seluruh wilayah Indonesia;

2. Menegaskan keterlibatan KPI dalam Peraturan Pemerintah terkait  penyelenggaraan penyiaran sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020;

3. Sosialisasi penyiaran digital ke seluruh provinsi di Indonesia dengan melibatkan KPI.

Demikian Berita Acara ini dibuat setelah dimengerti dan disepakati oleh seluruh peserta Rapat Koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2020 yang hadir secara langsung maupun secara virtual (daring). 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.