- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 11952
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat mengisi materi di Seminar Jurnalistik Nasional dengan tea “Menciptakan Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan memiliki wawasan intelektual di bidang Jurnalistik di Aula Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (22/1/2020)
Jakarta -- Tak dipungkiri, revolusi digital saat ini sangat mempengaruhi seluruh elemen kehidupan. Tak ayal, ini menjadikan teknologi bagian dari sebuah proses demokrasi dan ini sedang terjadi. Lalu, apa yang akan terjadi pada kita terutama bagi demokrasi Indonesia khususnya dalam demokrasi digital.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, berpandangan perkembangan industri media digital dari tahun ke tahun selalu mengalami fluktuatif. Menurutnya, pergeseran mode gaya digital masyarakat kita saat ini sangat dimanjakan teknologi. Sebagai contoh teori revolusi industri 4.0 yang semakin hari semakin terasa.
Fenomena ini melahirkan kata candu dalam penggunaan teknologi. “Ya, setiap individu saat ini bisa dipastikan merasakan dampak dari teknologi yang seakan bebas tanpa batas. Dalam sisi demokrasi, peran teknologi digital harus didukung dengan adanya regulasi dan aturan yang jelas,” kata Yuliandre saat menjadi pemateri dalam acara seminar Jurnalistik Nasional dengan tea “Menciptakan Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan memiliki wawasan intelektual di bidang Jurnalistik di Aula Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (22/1/2020)
Andre menilai media sosial dapat dengan mudah mempengaruhi ideologi dan pandangan seseorang. Demokrasi kini memiliki dua alam, alam nyata dan alam maya. Menurutnya, ini akibat kurangnya regulasi yang mengatur arah demokrasi yang lahir dari dunia media sosial yang cenderung memiliki dampak negatif.
Dia mencontohkan saat pesta demokrasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 lalu dan apa yang terjadi di media sosial. Bagi masyarakat yang hidup berdampingan dengan internet begitu merasa dorongan yang memaksa setiap pengguna internet untuk berfikir kritis dalam menerima informasi dan mengekspresikan diri.
Bahkan, keberadaan Netflix di tanah ait terus menuai kontroversi. Selain dikritik karena memuat konten negatif seperti SARA, pornografi dan LGBT, layanan over-the-top (OTT) itu dituding belum pernah melaporkan keuangan perusahaan dan membayar pajak kepada negara. Sebelumnya, pemerintah mengatakan pemungutan pajak badan perusahaan asing di Indonesia, seperti Netflix dan Google, akan menunggu omnibus law perpajakan.
Andre melanjutkan, regulasi baru bisa dijadikan dasar para penegak hukum untuk menertibkan Netflix cs, seandainya mereka masih tidak mematuhi regulasi yang berlaku di Indonesia. "Aturan baru kiranya bisa menaungi kekosongan hukum yang ada, yang nanti menjadi dasar penegak hukum. Ini salah satu contoh regulasi yang bisa disiapkan," ujar Andre yang juga pakar komunikasi ini.
Menurut data yang dirilis oleh We Are Social tahun 2019, setidaknya dapat lihat betapa pertumbuhan internet hampir berkejaran dengan pertumbuhan populasi penduduk dunia. Sampai akhir 2019, populasi Indonesia mencapai 268 juta orang, sedangkan pengguna internet di Indoneisa sudah 150 juta orang. Angka ini menandakan pergeseran sebuah kebiasaan masyarakat dunia tengah terjadi.
Sementara, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A mengatakan dampak positif dari adanya konvergensi media adalah terjadinya perluasan cakupan dalam skala kecil maupun skala besar. Selain itu, konvergensi media akan membawa perluasan jaringan hingga perluasan interaksi yang muncul dan membuat media lama serta yang baru saling berinteraksi dan saling berdampingan. Dampak negatif dari adanya konvergensi adalah berubahnya gaya hidup masyarakat.
“Sebagai contoh adanya konvergensi media ialah saat ini kita dapat mengakses berita dari media mana saja yang dengan mudah dapat kita jangkau seperti youtube dan banyak pula website yang melaporkan berita lokal maupun internasional,” katanya. *