Yogyakarta - Kerja sama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (SUKA) Yogyakarta diharapkan tidak hanya terkait Riset Indeks Kualitas Siaran Televisi. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Hardly Stefano Pariela berharap, kerja sama dapat juga mencakup berbagai aktivitas dalam rangka menjaga dan mendorong peningkatan kualitas siaran televisi. Hal tersebut diungkap Hardly saat penandatanganan Nota Kesepahaman antara KPI dengan UIN SUKA yang dilaksanakan sebelum Workshop Area Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi, di Yogyakarta (13/4).

Selain Riset, ungkap Hardly, agenda prioritas KPI saat ini adalah Literasi Media. Kegiatan ini bertujuan agar semakin banyak masyarakat yang peduli dan kritis terhadap media, mampu memilah dan memilih program siaran, melaporkan konten yang buruk kepada KPI, serta mereferensikan program siaran yang baik pada orang lain. Tentu saja, dalam literasi ini, data yang digunakan adalah hasil dari Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang dilakukan di 12 kota besar di Indonesia, ujarnya. 

Hardly juga menyinggung bahwa tahun lalu, KPI pernah menggelar Literasi Media di UIN SUKA. Harapannya, literasi ini dapat dijalankan kembali secara bergulir ke depan baik secara tatap muka atau pun memanfaatkan teknologi secara online. 

Dalam kesempatan ini, Hardy mengemukakan pula agenda digitalisasi penyiaran sebagai amanat undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurutnya, sosialisasi digitalisasi penyiaran harus dilakukan lebih gencar agar masyarakat paham konsekuensi dari Analog Swich Off (ASO) atau perpindahan sistem penyiaran dari analog ke digital pada bulan November 2022 yang akan datang. “Digitalisasi penyiaran ini lebih dari migrasi sistem penyiaran,” ujarnya. 

Konsekuensi paling nyata dari penyiaran digital adalah saluran televisi yang semakin banyak dan memberikan ruang yang lebih besar bagi masyarakat dalam memilih konten siaran yang sesuai kebutuhan. Di samping itu, era TV Digital ini juga membuka peluang besar bagi pelaku industri kreatif dalam memproduksi konten untuk disalurkan pada kanal-kanal TV Digital. Yogyakarta adalah kota dengan kekuatan sumber daya manusia (SDM) kreatif yang berlimpah. Hardly berharap peluang dalam penyiaran digital ini dapat direbut dan dimanfaatkan oleh insan kreatif di Yogyakarta. “Sehingga saluran televisi digital kita juga diisi dengan konten yang berkualitas, menghibur dan juga memiliki daya jual tinggi,” ujarnya. Hardly pun meyakini, SDM penyiaran termasuk para pembuat konten di Indonesia, khususnya di Yogyakarta, dapat menghadirkan konten siaran yang memiliki kualitas serupa dengan konten-konten siaran dari luar negeri.

 

 

Jakarta -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat  Agung Suprio, menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Perguruan Tinggi (PT) yang telah bekerjasama dalam pelaksanaan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2021. 

"KPI berterima kasih kepada 12 Universitas, termasuk juga UPN, dalam kerjasama pelaksaan riset ini. Komitmen Universitas luar biasa dalam pelaksanaan riset," katanya saat membuka Workshop Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV 2021 di Jakarta, Selasa (13/4/2021).

Menurutnya, komitmen perguruan tinggi bisa mendorong pelaksanaan riset sebagai ruang diskusi ilmiah untuk memberikan masukan-masukan kepada KPI. "Riset yang beberapa tahun terakhir dilaksanakan, hasilnya bisa membenahi program siaran," lanjutnya.

Saat ini, KPI Pusat tengah melaksanakan workshop sebagai tahapan pelaksanaan riset indeks tahun ini. Selain dengan UPN Jakarta di saat hampir bersamaan juga digelar Workshop yang sama di Kota Bandung, Yogyakarta, dan Medan. Workshop susulan akan digelar di Kota Padang, Semarang, Surabaya, Denpasar, Ambon, Makassar, Pontianak dan Banjarmasin. Selain workshop, KPI dan 12 Perguruan Tinggi melaukan penandatanganan perpanjangan kerjasama pelaksanaan riset indek tahun 2021. 

Sementara itu, Rektor UPN Jakarta, Erna Hernawati, menyampaikan terimakasih kepada KPI yang masih memberikan kepercayaan kepada pihaknya untuk terlibat dalam riset ini. Dia berharap hasil riset ini dapat menjadi infomasi bagi dunia pendidikan dan perlibatan kalangan akademisi diharapkan menjadikan hasil riset jadi lebih kompeten. 

“Kami pun berharap hasil riset ini bisa didiseminasikan sehingga masyarakat banyak yang mengetahuinya. UPN akan membantu desimenasi dengan menyampaikan informasi ini dalam kegiatan konferensi internasional. Dengan begitu, informasi tentang kualitas penyiaran di indoensia dapat diketahui dan ini menjadi masukan untuk konferensi tersebut,” tutur Erna. ***/Met/Foto: Agung R

 

Jakarta -- Program siaran “Good Morning Hard Rocker’s Show (GMHR Show)” yang disiarkan Radio Hard Rock FM Jakarta pada 09 Maret 2021 pukul 08.50 WIB kedapatan memuat percakapan asosiatif antara dua orang pria yang bernuansa dewasa atau menjurus pornografi. Akibat siaran itu, KPI memutuskan menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada program bersangkutan. Demikian ditegaskan KPI dalam surat teguran ke radio Hard Rock FM Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Adapun bentuk percakapan dua orang tersebut yakni: ..mulut gue ngga enak ni bleng..”, “..kenapa sih?..”, “..niup balon kepleset mulu..”, “..coba liat balonnya kok beda sih?..”, “..ada yang baru, gue nemu tadi di kolong lemari bapak gue, gue lagi mau ngembat duit kok ada kotak, ya gue pikir permen karet eh taunya balon..”, “..coba liat karetnya sini, balonnya..”, “..licin ni, berminyak..”, “..ini biar ngga meledak aja, buatan Taiwan ini, “..oh ni minyaknya kalau misalnya ditusuk jarum nembus ya, kayak pesulap..” “..tiup bleng, gue mau main volley..”, “..tunggu-tunggu gue pernah nih liat beginian kemarin di kamarnya abang gue, sama tapi di kolom tempat tidur tapi udah kebuka, gue tiup berair dalemnya..”, “..elo ngiler kali tuh..”, “..bleng balon kan bukannya polos ya, kok ini ada buntutnya?..”, “..balon intel ni, ada buntut..”. Percakapan yang sama juga ditemukan Tim Analis Pemantauan KPI Pusat pada tanggal 02 Maret 2021 pukul 08.41 WIB.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan pihaknya tidak akan mentolerir semua bentuk percakapan yang mengarah kepada hal-hal yang asosiatif, baik itu di TV maupun radio. Hal ini jelas telah melanggar aturan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

“Percakapan asosiatif yang terpantau tim pemantauan radio kami dinilai telah melanggar empat pasal khususnya terkait dengan aturan menghormati nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat. Selain itu, percakapan asosiatif ini jelas mengesampingkan perlindungan terhadap anak dan remaja dalam setiap aspek siaran,” jelas Mulyo. 

Menurut Mulyo, percakapan asosiatif itu tidak pantas masuk dalam ruang publik yang besar kemungkinan didengarkan oleh khalayak semua kalangan.  Ruang publik ini, semestinya diisi dengan konten atau informasi yang baik, mendidik, dan memberi banyak manfaat bagi masyarakat termasuk remaja dan anak.

“Kita harus memastikan apa yang tersiar ke masyarakat itu tidak hanya sekedar menghibur tapi juga harus benar-benar aman, nyaman dan baik. Radio sekarang banyak didengarkan di mobil. Di dalamnya seringkali ada anak-anak dan remaja. Mereka harus dilindungi. Jadi, kami berharap hal ini tidak terulang lagi dan menjadi perhatian untuk semua lembaga penyiaran radio,” tandasnya. ***

Jakarta - Penghormatan terhadap kelompok  tertentu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) memang belum mengatur secara spesifik untuk masing-masing kelompok. Revisi P3 & SPS yang tengah dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) saat ini, diharapkan dapat merumuskan aturan yang lebih komprehensif. Selain ramah bagi semua golongan juga  memberikan perlindungan bagi berbagai kelompok minoritas, termasuk kelompok orang dengan gangguan kesehatan jiwa. 

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah mengatakan hal tersebut saat menerima kedatangan Yayasan Insan Teman Langit yang menyampaikan masukan kepada KPI terkait tayangan televisi, (12/4). Benny Prawira selaku advisor Yayasan Insan Teman Langit menyayangkan minimnya edukasi pada publik tentang kesehatan jiwa di televisi. Ditambah lagi, dalam beberapa program siaran di televisi ditemukan stigma terkait kesehatan jiwa yang berpotensi mencederai kelompok masyarakat yang memiliki gangguan kesehatan jiwa.   

Dalam kesempatan tersebut, perwakilan Yayasan Insan Teman Langit mengemukakan pengalaman sebagai penyintas depresi selama beberapa tahun. Menurutnya, banyak tayangan di televisi yang justru memperparah kondisi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), lantaran informasi yang disampaikan cenderung bias dan menambah stigma negatif pada ODGJ.

Nuning sendiri menyadari bahwa konten siaran yang bias terhadap ODGJ ini tersebar pada banyak program siaran. “Kita bisa menemukan konten seperti ini di sinetron, variety show atau bahkan di program berita,” ujar Nuning. Di program sinetron misalnya, kita sering melihat anak-anak yang depresi namun tidak ditangani dengan cara yang benar oleh orang tua. Atau di variety show, cenderung menyederhanakan permasalahan depresi. 

Benny mengatakan, pihaknya akan memberikan masukan pada KPI yang tengah melakukan revisi P3 & SPS. Harapannya, dengan masukan dari Yayasan Insan Teman Langit ini, televisi dan radio  dapat mengemas isu kesehatan jiwa agar tidak bias dan mencederai pihak lain. KPI sendiri menyambut baik niat dari Yayasan Teman Langit Indonesia tersebut. “Dalam revisi P3 & SPS ini tentu saja KPI terbuka dengan masukan dari berbagai pihak,” ujar Nuning. Beberapa kelompok lain dari masyarakat juga sudah menyuarakan hal serupa untuk dapat diatur dalam P3 & SPS. Tentunya, kita berharap revisi aturan ini selain memberi perlakuan yang lebih adil, juga  melindungi semua kelompok masyarakat, pungkas Nuning. 

 

 

Jakarta -- Perkembangan teknologi berdampak besar pada perubahan perilaku masyarakat dalam mengakses informasi. Pada tahun 2002, saat Undang-Undang Penyiaran ditetapkan, konsumsi informasi masyarakat sangat tinggi melalui radio dan televisi. Bahkan, televisi saat itu menjadi keluarga baru yang tidak disadari kehadirannya.

“Radio dan Televisi waktu itu ada di dalam ruangan rumah kita. Ia seperti keluarga baru yang tidak disadari kehadirannya. Kadang, komunikasi antar keluarga tampak lebih kecil daripada menghabiskan nonton televisi,” ucap Agung Suprio saat menjadi Narasumber Webinar Pekan Komunikasi 2021 Institut Bisnis dan Informatika Kasogoro, Sabtu (10/4/2021).

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat ini juga menyampaikan, bahwa era revolusi 4.0, medium informasi kian beragam, bahkan lebih canggih daripada sebelumnya. “Ia tidak hanya menjadikan khalayak sebagai konsumen, tetapi juga produsen konten, lalu menstribusikannya sendiri,” lanjutnya.

Dengan kemudahan ini, Agung mengajak kaum millenial dapat mengambil peran menjadi konten kreator yang menyampaikan pesan-pesan positif serta berkolaborasi untuk menyebarkannya. 

“Kita perlu kolaborasi, saling follow atau reshare pesan-pesan bekualitas, tidak kaleng-kaleng dan edukatif. Hindari pesan-pesan yang memicu sentiment SARA dan  hoaks,” tutupnya.*/Met/Foto: Tedy

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.