Tangerang - Percepatan digitalisasi penyiaran harus didorong dan dilanjutkan realisasinya meski Indonesia masih menghadapi wabah virus Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Mengingat Indonesia sudah sangat tertinggal dari negara lain yang sudah lebih dahulu melakukan migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital. Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Aswar Hasan, menilai perlu ada dorongan kuat dari pemerintah agar digitalisasi ini benar-benar dapat terwujud. Hal tersebut dikatakan Aswar saat memberikan sambutan pada Sosialisasi dan Publikasi Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Televisi Digital yang digelar secara virtual untuk masyarakat di wilayah Kepulauan Riau, (16/11). 

Aswar  mengatakan, masih ada waktu dua tahun ke depan hingga tahun 2022 untuk mempersiapkan realisasi penyiaran digital, baik itu dari sisi infrastruktur dan sumber daya manusia. “Ägar saat Analog Switch Off 2022 benar-benar kita sudah siap dari segala lini baik infrastruktur dan juga sumber daya manusia,“ujar Aswar. Digitalisasi penyiaran diyakini dapat menghasilkan kualitas penyiaran yang lebih efisien dan optimal untuk kepentingan masyarakat. Selain itu, penyiaran digital juga akan  memberikan lebih banyak peluang usaha, yang tak hanya untuk pelaku industri penyiaran, tetapi juga untuk masyarakat di perbatasan seperti Batam, yang saat ini kerap kali menerima luberan atau spill over siaran dari negara tetangga. 

Pada kesempatan itu anggota Komisi I DPR RI Mayjend (Purn) Sturman Panjaitan turut hadir menyampaikan arahan sekaligus membuka acara. Menurut Sturman, siaran televisi digital di Indonesia sudah tidak dapat terelakkan lagi keberadaannya. Hal ini dikarenakan melalui digitalisasi terdapat peningkatan kapasitas layanan dengan efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensi radio. Dengan penyiaran digital ini, televisi tidak hanya menyalurkan data gambar dan suara, tapi juga layanan multimedia seperti layanan interaktif dan informasi peringatan dini bencana. 

Sturman menilai, pemerintah dan DPR perlu mengeluarkan effort dalam rangka percepatan digitalisasi penyiaran di Indonesia yang belum merata terutama di daerah perbatasan antar negara. Dia mencontohkan seperti di provinsi Kepulauan Riau yang merupakan gerbang terdepan Indonesia yang berbatasan dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Brunei, Vietnam, Kamboja dan Singapura. 

Secara regulasi, ujar Sturman, digitalisasi sudah diatur melalui undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Keberadaan regulasi ini, tambahnya, dalam rangka memberikan kemudahan  bagi masyarakat terutama pelaku usaha untuk mendapatkan perizinan berusaha dan mengatur ekosistem penyiaran digital di Indonesia.  Harapannya dapat memberikan output terbukanya lapangan kerja baru di daerah-daerah serta tumbuhnya pelaku-pelaku usaha penyiaran lokal yang berbasis kearifan lokal.

Sosialisasi ini diselenggarakan KPI Pusat bekerja sama dengan Badan Aksesibilitas dan Telekomunikasi Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Hadir pula secara virtual, anggota Komisi I DPR RI Jazuli Juwaini, yang menjadi narasumber bersama Komisioner KPI PUsat Yuliandre Darwis, Komisioner KPID Kepulauan Riau Muhammad Rofiq, dan Direktur Utama Nusantara TV Randy Tampubolon.

Dalam kesempatan itu, Yuliandre memaparkan tema penyiaran digital sebagai strategi menghentikan luberan siaran asing. Menurutnya, tidak meratanya sinyal siaran di Indonesia, khususnya di beberapa daerah perbatasan antar negara, memiliki pengaruh terhadap budaya dan juga kearifan lokal di daerah tersebut. Di wilayah kabupaten Meranti misalnya, ujar Andre, masyarakat lebih mudah mengakses siaran luar negeri daripada siaran dalam negeri lantaran ketiadaan infrastruktur yang dapat memancarkan siaran televisi lokal. Kondisi ini, ujar Andre, kerap ditemui di beberapa daerah perbatasan. 

Senada dengan Andre, Komisioner KPID Kepulauan Riau Muhammad Rofiq juga memaparkan realitas penyiaran di provinsi yang lebih dari sembilan puluh persen wilayahnya, lautan. Setidaknya ada enam puluh radio yang dapat diakses di daerah Batam dan Bintan, ujar Rofiq. Namun dari enam puluh radio itu, terbagi tiga antara radio Indonesia, radio Singapura dan radio Malaysia. Sebagai provinsi yang paling bersebelahan dengan negara tetangga, Rofiq mengungkap sudah ada tuntutan dari regulator telekomunikasi di Singapura yang saat ini tengah bersemangat untuk dengan teknologi 5G. “Singapura menuntut agar Indonesia segera bersiaran digital, karena pihaknya terganggu kalau Indonesia masih bersiaran analog,” terangnya. Selain itu Rofiq juga menyampaikan harapannya agar pemerintah memberikan effort yang lebih besar dalam penyediaan infrastruktur di daerah Anambas, Natuna dan Lingga, agar masyarakat di tiga wilayah itu mendapat layanan siaran dan informasi dalam negeri. 

Sedangkan narasumber lainnya, Randy Tampubolon berkesempatan menyampaikan kiprah Nusantara TV dalam bersiaran digital, sejak peluang usaha digital dibuka pada masa pemerintahan yang lalu. Nusantara TV sendiri merupakan salah satu pengelola televisi pertama yang mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) TV digital.  Saat ini Nusantara TV juga sudah dapat dinikmati siarannya di wilayah perbatasan seperti di Kepulauan Riau.

 

 

Tangerang - Digitalisasi penyiaran adalah sebuah konsekuensi  logis dari berkembangnya teknologi internet saat ini, sehingga hal itu menjadi sebuah kemestian yang tidak dapat dihindari lagi. Selain itu, dengan digitalisasi ini memberikan kesempatan semua pihak mendapatkan informasi secara benar dan berkualitas. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan dapat terus melakukan sosialisasi yang massif kepada seluruh masyarakat Indonesia tentang migrasi sistem penyiaran yang akan kita songsong dua tahun ke depan. Sejalan dengan itu, pemerintah pun melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) seta BAKTI (Badan Aksesibilitas dan Telekomunikasi Informasi) harus melakukan percepatan infrastruktur digital, agar akses informasi dapat merata dan setara untuk semua masyarakat di seluruh Indonesia. Anggota Komisi I DPR RI Jazuli Juwaini menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber Sosialisasi dan Publikasi Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Televisi Digital yang digelar secara virtual untuk masyarakat di wilayah Kepulauan Riau, (16/11). 

Regulasi untuk pelaksanaan penyiaran digital saat ini sudah tercantum dalam undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun harus diakui bahwa aturan tersebut baru dari sisi bisnis dan usaha saja.  Jazuli menilai regulasi yang ada masih belum cukup untuk mendukung tujuan asasi dari penyelenggaran penyiaran secara digital.  “Harus ada penyempurnaan regulasi lewat revisi undang-undang penyiaran,”ujarnya. Dibutuhkan regulasi yang lebih komprehensif dan juga lebih baik supaya dapat mengokohkan peran KPI dan KPI Daerah dalam melakukan pengawasan konten siaran saat terselenggaranya penyiaran digital. 

Jazuli menerangkan, diantara tujuan digitalisasi adalah hadirnya keberagaman konten dan kepemilikan. Selain itu, melalui digitalisasi ini diharapkan tumbuh konten kreatif untuk bangkitnya industri ekonomi kreatif lokal. “Ïnilah multiplier effect yang diharapkan dari migrasi sistem penyiaran ke digital,” ujarnya 

Senada dengan Jazuli, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Yuliandre Darwis, juga menyuarakan penguatan KPI dan KPID melalui revisi undang-undang penyiaran. Saat penyiaran digital ke depan, akan muncul lebih banyak saluran televisi sebagai akibat dari efisiensi penggunaan frekuensi. KPI sendiri tentu sudah siap sebagai lembaga yang dipercaya undang-undang dalam mengawasi konten siaran. “Kalau bicara sistem pengawasan, kami yakin dengan kapasitas KPI mengawasi isi siaran,”ujar Yuliandre. Tentunya KPI juga sudah mulai menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan juga infrastruktur dalam pengawasan siaran digital ke depan. 

Yuliandre menilai, sebenarnya kita sudah siap melaksanakan penyiaran digital. Baik dari sisi masyarakat maupun dari segi infrastruktur yang telah diupayakan BAKTI Kominfo di berbagai wilayah terluas, terdepan dan tertinggal, termasuk di daerah perbatasan antar negara yang sudah terbangun tower pemancar untuk siaran digital. “Harus tidak ada alasan tentang ketidaksiapan,”tegasnya. 

Andre berharap di tahun 2021 mendatang, ekosistem untuk penyiaran digital sudah terbangun rapi. Masyarakat juga pasti lebih senang dengan kualitas audio visual di televisi yang lebih tajam, lebih jernih dan selaras dengan perkembangan teknlogi di dunia yang sudah menggunakan 4K. Di sisi lain, Andre juga berharap realiasi atas penguatan kelembagaan KPI melalui regulasi, agar dapat menghasilkan kebijakan strategis dalam mengawal transformasi sistem penyiaran ini. Sehingga mampu menciptakan ekosistem digital yang sehat dan berkualitas terhadap konten siaran di Indonesia, pungkasnya.

Sosialisasi dan publikasi yang merupakan kerja sama antara KPI Pusat dengan BAKTI Kominfo juga menghadirkan anggota Komisi I DPR RI dari daerah pemilihan Kepulauan Riau, Mayjend (Purn) Sturman Panjaitan, yang menyampaikan arahan dan membuka acara. Adapun sambutan acara disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Aswar Hasan. Narasumber lain dalam kegiatan ini adalah Komisioner KPID Kepulauan Riau, Mohammad Rofik dan Direktur Utama Nusantara TV, Randhy Rampubolon.  

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong asosiasi perusahaan iklan dan pengiklan agar menjadikan hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV 2020 yang dilakukan KPI bersama 12 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai salah satu acuan untuk menempatkan produk iklan dipasang pada program-program siaran TV. Program TV yang dimaksud tentunya yang selaras dengan hasil rekomendasi riset yakni baik secara penilaian dan berkualitas secara isi. 

Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, usai membuka forum diskusi Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode II tahun 2020 untuk wilayah Jakarta yang bekerjasama dengan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jakarta, yang berlangsung secara daring, Jumat (13/11/2020).

“Hasil riset indeks KPI semakin lama semakin baik dan bagus. Hal ini tentunya dapat menjadi bahan pertimbangan yang menarik bagi para pengiklan selain hanya berpatokan pada share penonton saja untuk menempatkan produk iklannya di sebuah program acara,” kata Agung.

Tidak dipungkiri jika saat ini para pengiklan lebih memilih menggunakan data rating dari salah satu lembaga survey untuk menempatkan produk iklannya. Salah satu yang menjadi pertimbangan mereka adalah jumlah penonton atau share penonton dari sebuah program acara. Semakin banyak penonton dari program acara tersebut, efektifitas sebuah produk iklan makin tinggi menjangkau tujuan ekonominya.

“Ini memang menjadi catatan klasik. Mestinya pertimbangan kualitas dari sebuah acara menjadi acuan tambahan ketika pengiklan mau memasang produk iklannya. Riset KPI ini kan metodeloginya mengedepankan unsur kualitas, jadi akan sangat baik jika hal ini menjadi salah satu barometer para pengiklan beriklan di TV,” jelas Agung.

Dia menambahkan, permintaan agar pengiklan menjadikan hasil riset indeks kualitas KPI ini sebagai acuan beriklan juga sebagai bentuk dukungan terhadap esksitensi program acara berkualitas di TV. Jika produk iklan makin banyak ditempatkan di program acara yang baik, acara-acara ini akan bertahan dan makin bertambah.

“Pada akhirnya, tayangan di TV akan dipenuhi dengan siaran-siaran yang berkualitas dan orang-orang pun akan menjadikan tontonan baik ini sebagai kebiasaan. Dan ini akan memberi keuntungan dan nilai positif bagi pengiklan yang telah mendukung ke5beradaan program acara berkualitas bagi masyarakat. Memang ini butuh waktu, tapi jika ini dilakukan hal ini akan sangat baik bagi tumbuh kembang konten siaran kita,” ujar Agung. 

Dalam kesempatan itu, Agung menceritakan permasalahan munculnya media baru yang jadi tontonan alternatif bagi generasi mileneal. Selain itu, trend penonton dalam melihat TV saat ini cenderung turun. Menurutnya, Ini fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia dan tidak hanya di Indonesia saja. Meskipun begitu, dia menilai hal ini tidak banyak memengaruhi penonton TV di tanah air. 

“Saya melihat konten televisi Kita berbeda dengan konten televisi di luar negeri, utamanya di Asia Tenggara. Tayangan televisi Kita tidak konservatif.  Orang Malaysia dan Brunei  suka dengan tayangan lomba dangdut, bahkan banyak sinteron televisi digemari sampai ke Myanmar. Ini hal yang unik,” jelas Agung. 

Di akhir sambutannya, Agung menyampaikan ucapan terimakasih kepada para akademisi yang terlibat dalam kegiatan riset indeks ini. Dia berharap, kalangan kampus terus memberikan dukungan terhadap pengembangan riset ini sebagai masukan dan acuan KPI membuat kebijakan. 

Saat ini, mulai dari tanggal 10 hingga 16 November 2020, KPI sedang melakukan kegiatan Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode Kedua di tahun 2020. Riset ini melibatkan 12 PTN di 12 Kota di Tanah Air yakni Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran (Jakarta), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Negeri Surabaya (Surabaya), Universitas Tanjungpura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Udayana (Denpasar, Bali), Unversitas Hasanuddin (Makassar), dan Universitas Pattimura (Ambon). ***/Foto:AR

 

 

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, Kresna Dewanata mengungkapkan, era digital telah membawa suasana baru yang berbeda dengan era sebelumnya. Perubahan dan pengaruh era digital dirasakan pada semua bidang kehidupan, secara positif maupun negatif. Dia mengatakan, kemajuan teknologi saat ini harus di barengi dengan edukasi teknologi agar menjadi peluang yang dapat memudahkan sekaligus menguntungkan. 

“DPR ingin ada regulasi yang baik agar dapat melindungi hak kewajiban masyarakat dengan kemajuan teknologi, DPR juga sedang mambahas tentang RUU Perlindungan Data Pribadi sehingga masyarakat nantinya tidak perlu gusar lagi dengan keamanan identitasnya,” kata Kresna dalam diskusi berbasis daring yang diselenggarakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) dengan tema “Pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi Oleh masyarakat Sebagai Media Edukassi dan Bisnis” di Jakarta, Minggu (15/11/2020).

Terkait pola belajar anak dengan daring, Kresna memandang perlunya literasi digital dan ini dimulai dari keluarga. Hal ini menuntut tanggungjawab besar orangtua. Jika orangtua tidak dapat menerapkan litarasi digital bagi anaknya, dikhawatirkan si anak akan terkena dampak buruk dari teknologi tersebut. 

“Jika kita tidak bisa meminimalisir dampak negatif ini, maka akan berpengaruh signifikan terhadap anak. Lantas apa yang harus dilakukan orangtua terhadap anaknya agar anaknya tidak terkena dampak negatif dari era serba digital ini,” tanya Kresna

Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengungkapkan, memasuki era digitalisasi kebutuhan pokok masyarakat yang hidup di kawasan perkotaan mulai bertambah. Karenanya, peningkatan infrastruktur digital saat ini menjadi prioritas.

Pemerintah melalui Kemenkominfo serta Badan Aksebilitas Telokumunikasi dan Informasi (Bakti) harus meningkatkan infrastruktur di daerah-daerah kecil yang belum ada infrastruktur telekomunikasi. Daerah-daerah kecil yang dimaksud lebih dikenal dengan sebutan 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). 

“Peran strategis BAKTI lebih memfokuskan pada pengembangan daerah-daerah pinggiran yang belum tersentuh,” ungkap Yuliandre di acara tersebut. 

Presiden OIC Broadcasting Regulatory Authorities Forum (IBRAF) periode 2017-2018 ini mengatakan, peran media internet tentu saja semakin meningkat. Dia memperkirakan computer menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan manusia di masa-masa mendatang. Tak hanya internet, saat pandemi covid 19 juga terjadi peningkatan penjualan alat olahraga, misalnya sepeda. 

“Pola kehidupan masyarakat saat ini yang meminimalisir aktivitas yang bersinggungan dengan orang lain kini mulai beralih ke olahraga yang bersifat pribadi,” kata pria yang akrab disapa Andre ini.

Lebih jauh, Andre menilai pembelajaran digital yang digadang-gadang bisa memfasilitasi pertemuan antara guru dan murid di kelas maya, ternyata tak selamanya berjalan mulus. Metoda belajar online sebagai bagian dari e-learning membutuhkan upaya dan biaya yang tidak sedikit. Untuk dapat melakukan pembelajaran jarak jauh, tentunya siswa harus memiliki gadget. 

Selain itu, untuk dapat mengakses internet setiap saat, orang tua harus menyediakan dana untuk membeli kuota. Berdasarkan data statista.com. telah terjadi peningkatan unduhan platform zoom sebanyak 3,2 juta unduhan di seluruh dunia.

“Bagaimana zoom menjadi wadah komunikasi saat ini. Dengan teknologi memudahkan dan juga menunjang aktivitas manusia untuk tetap dapat berkomunikasi,” kata Andre. Man/*

 

Cikarang - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MOU), tentang Sosialisasi Penyiaran Digital di Hotel Grand Zuri, Cikarang, Kamis (12/11/2020). Penandatanganan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Rakornas ATSDI yang dihadiri oleh para pegiat penyiaran digital, termasuk Ketua ATSDI dan Ketua KPI Pusat secara daring. 

Dengan ditandatangani Nota Kesepahaman ini, KPI dan ATSDI menunjukkan semangat dan komitmen yang sama untuk merealisasikan ASO pada tahun 2022 sebagaimana yang dicanangkan dalam UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah ditandatangani Presiden, awal bulan ini. 

“Unsur penting keberhasilan ASO adalah sosialisasi yang merata kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini dilakukan agar siaran yang sehat dan adil dapat terwujud di seluruh Indonesia khususnya di daerah yang sampai saat ini masih merupakan blankspot area,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, memberi sambutan di awal acara, Kamis (12/11/2020).

Dalam paparannya, Agung percaya bahwa lembaga penyiaran digital mampu bersaing dengan lembaga penyiaran eksisting. Beliau menyatakan asosiasi seperti ATSDI harus bisa bersaing dalam kancah penyiaran. “Content is King, but Platform is The Kingdom, meskipun konten itu adalah hal yang utama, namun platform adalah yang terutama,” katanya. 

Menurut Agung, siaran televisi digital mulai digalakkan pemerintah Indonesia pada 2012. Sayangnya, belum banyak siaran televisi digital yang mengudara. Ketertinggalan Indonesia dalam penerapan ASO menjadi latar belakang untuk menciptakan proses migrasi dari analog ke digital agar berjalan dengan baik dan memberi manfaat semua pihak. 

“Sistem penyiaran digital juga dipercaya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat indonesia disamping meningkatkan daya saing industri penyiaran. Pemerintah juga  mempunyai formula dan strategi yang tepat untuk menjamin informasi diterima dengan baik pada saat ASO (Analog Switch Off)  2022,” tutur Agung.  

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Geryantika Kurnia dari Dirjen PPI Kemkominfo, serta lembaga penyiaran digital daerah. Dwi/*

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.