Jakarta – Berkembangannya teknologi termasuk penyiaran yang begitu cepat menjadi tantangan besar untuk Indonesia. Kehadiran regulasi yang baru dan modern menjadi sebuah keniscayaan agar kita tidak tertinggal dari dinamika teknologi tersebut. 

Pendapat tersebut mengemuka dalam kegiatan literasi secara daring bertajuk Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP)  dengan tema “Urgensi RUU Penyiaran” yang diselenggarakan KPI Pusat, Jumat (10/7/2020).  

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, mengatakan kehadiran regulasi baru merupakan kebutuhan di saat kemajuan teknologi makin cepat dan dinamis. Regulasi yang baru ini harus mampu memberikan kepastian dan kejelasan hukum bagi siapa pun dan platform mana pun termasuk penyiaran dan media baru. 

“Teknologi kedepan akan makin maju terlebih dunia penyiaran. Ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia terutama terkait ruang regulasi kita yang dinilai tertinggal dengan dinamika itu. Karena itu, perlu sebuah regulasi atau sistem yang lebih modern,” kata Irsal disela-sela presentasinya. 

Menurut Irsal, penyiaran adalah sebuah proses yang dinamis dan melibatkan teknologi. Hal ini menyebabkan orang makin berpikir lebih inspiratif dan kreatif. Karenanya, perlu regulasi yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan tersebut.

“Kami beharap kedepan ini bisa dijawab. Pemerintah dan legislatif diharapkan bisa menciptakan regulasi yang modern,” ujarnya berharap yang langsung diamini moderator acara, Mohamad Nurhuda. 

Senada dengan Irsal, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menuturkan bahwa proses revisi UU Penyiaran dapat menjadi pintu masuk untuk mewujudkan sistem regulasi yang dinamis dan modern di Indonesia. RUU ini akan mencatumkan poin peralihan teknologi penyiaran analog di tanah air menjadi digital. Peralihan ini akan mengubah sistem penyiaran di Indonesia menjadi lebih baik dan maju. 

Selain itu, meskipun pembahasan revisi UU ini berlanjut tahun depan, diharapkan DPR dapat mengakomodasi adanya aturan terhadap media baru. Menurutnya, pengaturan media ini sangat berkait dengan perlindungan publik dari akses informasi dan juga terhadap aspek keadilan berusaha bagi siapapun. 

“Ruang publik kita sekarang sudah dikuasai. Publik spare kita menjadi makin kritis. Karenanya, sangat penting media baru diatur karena ada pengaruh di ruang publik. Saya berharap ini dapat masuk ke dalam RUU Penyiaran atau UU lainnya seperti Omnibuslaw. Ini bicara aspek keadilan bagi siapapun. Ini untuk kepentingan publik,” tegasnya. 

Sementara itu, narasumber literasi yang juga presenter Trans 7, Taufik Imansyah, mengatakan dalam menghadapi media baru, sistem penyiaran yang ada sekarang harus bertransformasi.  Oleh sebab itu, lanjutnya, TV konvensional harus beralih secepatnya  ke digital. “Mestinya hal ini sudah kita lakukan dari dulu,” katanya. 

“Kelebihan TV konvesional kita punya aturan yang jelas yakni P3SPS KPI yang jika meleceng kena semprit. Dan, jika kita pindahkan ke media baru, tayangan tersebut harus ikuti aturan. 

Dukungan agar RUU Penyiaran agar segera dibahas pada awal tahun depan disampaikan Ketua KPID NTB, Yusron Saudi.  Menurutnya, daerah membutuhkan teknologi penyiaran yang cukup canggih dan ini perlu segera dibuat regulasinya. “Maka itu kita berharap RUU Penyiaran segera terealisasi untuk mencapai tujuan tersebut,” tandasnya. ***/Foto : Agung R

Jakarta - Survey Minat Kepentingan dan Kenyamanan (MKK) Publik yang diamanatkan oleh Undang-Undang, merupakan instrumen yang dipakai dalam proses awal perijinan penyelenggaraan penyiaran. MKK diyakini dapat menjadi sebuah terobosan mewujudkan demokratisasi penyiaran melalui keberagaman konten siaran.  Hal ini mengemuka dalam diskusi kelompok terpumpun/ Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan KPI tentang Minat Kenyaman dan Kepentingan Publik Tentang Pendirian Lembaga Penyiaran, (9/7).

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio, dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa hasil survey MKK yang dibuat oleh KPI akan menjadi panduan bagi pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) saat memulai proses awal perijinan di sebuah wilayah layanan. Agung sendiri berpendapat, melalui survey MKK ini akan dapat mengakomodasi hadirnya konten lokal yang menjadi kepentingan utama dari masyarakat di masing-masing daerah. 

Di awal FGD, Agung memberikan arahan tentang kondisi dunia saat ini di tengah globalisasi. Mengutip pendapat dari beberapa ahli, dalam globalisasi akan muncul sebuah paradox. Dalam hal ini adalah hadirnya konten lokal  yang menjadi indah di tengah globalisasi tersebut. “Lewat survey MKK inilah, kepentingan publik akan konten lokal dapat terakomodir,” ujarnya.  

Sementara itu Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz yang turut menjadi narasumber dalam FGD yang digelar secara daring itu menegaskan tentang fungsi MKK Publik dalam penyelenggaraan penyiaran. Selain menjadi pertimbangan bagi KPI untuk melahirkan lembaga penyiaran yang sesuai kebutuhan publik, MKK juga dapat mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Meutya juga meyakini, MKK ini dapat menjadi instrumen untuk menghadirkan diversity of content dan diversity of ownership. Kegagalan dunia penyiaran saat ini adalah kurangnya menawarkan ragam isi siaran, ujar Meutya. “Meski Televisi sudah bertambah banyak, tapi isinya mirip satu sama lain,” tambahnya. Padahal sesungguhnya masing-masing lembaga penyiaran harus dapat fokus pada masing-masing peminatan publik.

Selain pemaparan dari Ketua Komisi I DPR dan arahan dari Ketua KPI Pusat, narasumber yang hadir adalah akademisi dari Universitas Padjajaran, Atwar Bajari. Dalam kesempatan tersebut Atwar menjelaskan konsep dasar dalam penyusunan instrumen sebuah survey, termasuk di dalamnya survey MKK. Atwar juga memberikan masukan terhadap instrumen survey yang sudah pernah dilakukan KPI dalam membuat MKK beberapa tahun lalu. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza menjelaskan dengan adanya survey MKK ini kita akan mengetahui format siaran macam apa yang diharapkan ada di sebuah daerah, dalam hal ini diwakili oleh wilayah layanan yang telah ditentukan pemerintah. Hasil survey ini nantinya disampaikan kepada pemerintah untuk digunakan dalam membuka peluang usaha penyiaran.

Terkait dengan digitalisasi penyiaran, Reza menilai hal tersebut sudah menjadi sebuah keniscayaan. Hadirnya survey MKK ini, menjadi sebuah instrumen untuk memastikan setiap frekuensi yang digunakan lewat dibukanya peluang-peluang usaha baru dalam penyiaran digital nanti, dapat sesuai dengan kepentingan publik, termasuk publik di daerah.FGD ini sendiri, menurut Reza, merupakan awal dari rangkaian penyusunan instrumen survey MKK. Dia berharap Komisi I DPR RI dapat memberikan dukungan yang strategis bagi KPI untuk dapat memotret MKK publik di setiap daerah di Indonesia. 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan menjatuhkan sanksi teguran untuk program siaran “Dari Jendela SMP” SCTV. Hasil dari rapat pleno penjatuhan sanksi KPI Pusat, menyatakan program siaran yang mulai tayang pada 29 Juni 2020 lalu, memuat visualisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. 

Dalam surat teguran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Rabu (8/7/2020) dijelaskan bahwa sinetron tersebut mengandung muatan cerita tentang hubungan asmara dua pelajar SMP yakni Joko dan Wulan. Dalam hubungannya, digambarkan adegan dan dialog tentang kehamilan di luar nikah, rencana pernikahan dini, serta perawatan bayi  setelah melahirkan.

Sinetron yang diadaptasi dari novel pop karya Mira W ini juga banyak dikeluhkan masyarakat melalui saluran aduan KPI Pusat. Sebanyak lima pasal P3SPS telah dilanggar tayangan sinetron “Dari Jendela SMP” yakni Pasal 14 Ayat (1) dan (2), Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Pasal 15 Ayat (1), Pasal 37 Ayat (1) dan (4) huruf a, Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012.

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan, keputusan memberi teguran untuk sinetron ini karena isi cerita dan visualisasi yang kurang pantas untuk dikonsumsi remaja atau anak-anak. “Ceritanya memberikan contoh yang tidak baik terkait pacaran di sekolahan,  perbicangan kehamilan di usia yang sangat muda tanpa ada klarifikasi-klarifikasi yang menegasikan tentang kehamilan tersebut yang bisa dipandang sebagai pendidikan reproduksi,” tegasnya.

Menurut Agung, novel yang diadaptasi menjadi sinetron harus memperhatikan faktor penonton dan juga kemungkinan efek negatifnya. Pembaca novel itu butuh usaha (effort) yang lebih daripada tontonan TV. 

“Anak-anak atau remaja yang membaca novel harus memiliki minat, kemampuan membaca, dan memahami. Jika tidak berminat, mereka akan enggan membaca bahkan menyentuhnya,” jelasnya.  

Adapun  cerita sinetron di TV bisa dinikmati dengan hanya duduk dan menangkap gambar yang pada akhirnya tersimpan dalam ingatan bawah sadarnya. Ini pada akhirnya bisa menjadi faktor pembentuk karakter dalam berperilaku. Pembiasaan dari apa yang ditonton bisa menjadi persepsi budaya pergaulan.

“Ketika sinteron tersebut ditayangkan secara berkelanjutan maka persepsi anak-anak akan terbentuk tentang pacaran, termasuk melakukannya di sekolah dan bahkan kehamilan serta pernikahan usia dini, meskipun barangkali pada akhirnya ada negasi berupa pesan atau kunci pembuka atas konflik cerita di bagian-bagian akhir.  Persepsi anak bisa terlanjur dipenuhi dengan hal-hal yang berkaitan dengan pacaran, kehamilan, pernikahan dini sebelum akhirnya menemukan pesan yang disampaikan oleh sinetron ini pada bagian akhir cerita,” tutur Agung.

Sebagai sinetron dengan asli atau adaptasi yang tayang di TV pada jam yang mestinya ramah anak harus memperhatikan  rambu-rambu dalam P3SPS. Apalagi sinetron ini dilabeli dengan klasifikasi Remaja atau R. “Seharusnya, program siaran dengan klasifikasi R mengandung muatan, gaya penceritaan dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. Ini justru bertolak belakang,” tambah Agung. 

Agung juga mengingatkan SCTV dan lembaga penyiaran lain agar tunduk dan patuh pada P3SPS terkait kewajiban memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran dan juga memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.

“Kami harap ini jadi pembelajaran dan juga masukan bagi SCTV dan lembaga penyiaran lain untuk lebih berhati-hati dalam menayangkan program apalagi ceritanya diadaptasi dari novel remaja. Jangan sampai kita menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tuntas Agung Suprio. ***

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kembali menyelenggarakan Anugerah Syiar Ramadan 2020 atau 1441 H. Ajang ini merupakan bentuk penghargaan tertinggi KPI pada program-program acara terbaik khusus bulan Ramadan 2020 di Televisi. 

Rencananya, pemberian penghargaan Anugerah Syiar Ramadan (ASR) 2020 akan digelar pada Sabtu 11 Juli 2020 pekan ini, Pukul 12.00 WIB hingga selesai di Kantor KPI Pusat, Jakarta. Pengumuman dan penyerahan penghargaan anugerah ini akan digelar secara virtual dan disiarkan secara langsung melalui sosial media KPI Pusat. 

PIC Kegiatan ASR sekaligus Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, mengatakan Anugerah Syiar Ramadan merupakan agenda rutin KPI untuk memberi apresiasi kepada program-program acara terbaik khusus Ramadan di televisi. Pemberian penghargaan ini diharapkan dapat memicu lembaga penyiaran untuk terus berkarya menghasilkan program-program acara khusus Ramadan yang baik, mendidik dan tentunya berkualitas serta enak ditonton.  

Ada sepuluh kategori program acara khusus Ramadan dari KPI yang diperlombakan dalam Anugerah Syiar Ramadan 2020 antara lain kategori Program Liputan Khusus Ramadan, kategori Program Ajang Bakat, kategori Program Dakwah Talkshow, kategori Program Dakwah Non Talkshow (Ceramah), kategori Program Dakwah Non Talkshow (Kultum), kategori Program Ramadan Future dan Dokumenter, kategori Program Ramadan Wisata Budaya, kategori Program Sinetron dan kategori Film Animasi. Selain itu, akan diumumkan kategori Televisi Terbaik Ramadan 2020.

Selain itu, akan diserahkan penghargaan untuk 12 kategori tambahan dari Kemenpora dan 2 kategori tambahan dari MUI. Total ada 23 penghargaan yang akan diserahkan dalam Anugerah Syiar Ramadan kali ini. Penilaian terhadap seluruh kategori dilakukan oleh tim juri yang kompeten berlatar belakang pengalaman dan keahlian.

Rencananya, Wakil Presiden RI, K.H Ma’ruf Amin, akan memberikan sambutan sekaligus membuka acara anugerah ini secara daring. Selain itu, akan hadir Menteri Pemuda dan Olahraga dan Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz. Sebagai bintang tamu di acara ini yakni Fildan Rahayu serta Lesti Andryani Dangdut Academy. Adapun acara anugerah ini akan dipandu Reska Herlambang sebagai MC. Jadi, jangan sampai ketinggalan untuk menyaksikannya. ***

 

 

Jayapura - Televisi sebagai salah satu media penyiaran harus dapat menyajikan tontonan yang menunjukkan keragaman Indonesia. Konten siaran saat ini masih dinilai bias dengan kepentingan Jakarta dan pulau Jawa, sehingga kurang memberikan porsi yang proporsional untuk daerah lain di luar pulau Jawa, apalagi Papua. Hal tersebut disampaikan Yan Permenas Mandenas, anggota Komisi I DPR RI saat menjadi narasumber dalam kegiatan Literasi Media yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tema “Menjaga Integrasi Nasional Melalui Penyiaran”, (8/7). 

Dalam pemaparannya, Yan menegaskan bahwa konten penyiaran harus bermutu tinggi, tidak bias Jakarta, serta dapat mendidik publik mengenai keragaman identitas bangsa Indonesia. Selain itu, seharusnya pula konten siaran disi dengan wawasan mengenai ke-Indonesiaan yang meliputi dari Sabang hingga Merauke. Anggota DPR dari Papua ini mengingatkan bahwa frekuensi yanjg digunakan lembaga penyiaran adalah milik publik. Karenanya Yan menyayangkan jika perspektif publik selama ini menilai bahwa frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran dalam menjalankan kegiatan adalah perusahaan atau bahkan pemerintah. 

(Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah/ Foto: Humas KPI/ Agung Rahmadiansyah)

Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah yang hadir sebagai narasumber menyampaikan tentang peran KPI dalam mewujudkan tujuan Penyiaran, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Menurutnya, lembaga penyiaran harus memberikan kontribusi atas peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua. Diantaranya dengan mengoptimalkan fungsi informasi dan pendidikan dalam lembaga penyiaran. Secara khusus Nuning memberikan apresiasi terhadap televisi lokal di Papua yang berinisiatif memberikan program belajar dari rumah untuk masyarakat Papua. 

Nuning berpendapat, setidaknya dalam menjaga penyiaran di Papua membutuhkan pelayanan akses informasi, termasuk kesiapan untuk infrastruktur penyiaran di seluruh pelosok Papua. Sedangkan secara konten, Nuning berharap lembaga penyiaran dapat memberikan ruang terhadap masyarakat Papua. Termasuk penyajian berita dan informasi Papua yang dikemas secara positif dan memberikan harapan. “Papua ini memiliki potensi yang luar biasa,” ujar Nuning. Kita harus mendorong Papua melihat dunia dan dunia melihat Papua secara positif dan penuh harapan. 

 Narasumber lain yang turut hadir dalam literasi media adalah Yuliana Fonataba yang merupakan pembawa berita di televisi swasta. Yuli yang merupakan putra asli Papua ini menyampaikan pengalamannya selama berkiprah dalam dunia penyiaran. Menurutnya semakin banyak wajah Papua yang hadir di televisi, pastinya membuat televisi semakin beragam dan penuh warna. Yuli berharap program televisi sebanyak mungkin dapat mengeksplorasi  Papua, baik dari keindahan alamnya sebagai destinasi wisata ataupun budaya yang beragam dari ratusan suku yang tinggal di sana. 

Di akhir acara, Yan Permenas juga menyampaikan pesannya agar lembaga penyiaran membuka ruang sebesar-besarnya untuk menampilkan pesona Papua di layar kaca. Sedangkan untuk seluruh publik, Yan  berharap dapa tmembuka diri terhadap warga asli Papu. “Sama seperti orang Papua yang selalu menerima semua orang dari Sabang sampai Merauke yang ada di Papua,” tegasnya. Yan mengutip ucapan tentang Papua, “Saya itu Kau, Kau itu Saya. Kita Papua, Kita Indonesia. Indonesia Hebat,” pungkasnya.  

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.