- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 3904
Jakarta - Budaya membaca yang masih rendah menyebabkan anak-anak di generasi saat ini banyak yang terdidik lewat tontonan macam sinetron dan film. Kerisauan orang tua terhadap konten sinetron dan film di televisi dinilai sangat wajar, termasuk juga kerisauan terhadap konten Over The Top (OTT), Netflix dan sebagainya yang diakses melalui internet.
Ahmad Yani Basuki, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) menyampaikan hal tersebut dalam diskusi kelompok terpumpun yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tema, “Mengembalikan Kualitas Sinetron di Indonesia”, (16/12).
Senada dengan Yani, sineas kawakan Deddy Mizwar menyampaikan pula keresahannya tentang ranah internet yang belum diregulasi. Menurut Deddy, pengelola televisi yang menghadirkan sinetron dan film di ruang-ruang publik, diatur demikian ketat oleh regulator baik itu KPI atau pun LSF. “Tidak boleh ada adegan kekerasan, tidak boleh ada konten dewasa di televisi, namun masyarakat dapat mengakses dengan mudah melalui internet”, ujar Deddy.
Kekosongan regulasi ini yang menjadikan ekosistem pertelevisian menjadi penuh dengan tantangan. Bagaimana mungkin OTT dan youtube tidak disensor, sementara Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI sangat ketat, ujar Deddy.
Padahal, ujarnya, TV konvensional atau terestrial butuh ruang untuk hidup, tapi pesaingnya saat ini yang ada di internet, tidak terjangkau oleh regulasi dari KPI dan LSF. Deddy berharap, perumusan Undang-Undang Penyiaran yang baru nanti dapat memberikan keadilan bagi televisi untuk dapat tumbuh dan hidup.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo menjelaskan tentang mekanisme penjatuhan sanksi yang ditempuh oleh KPI atas setiap aduan. Mengingat KPI adalah representasi publik, maka setiap aduan selalu ditindaklanjuti dengan cara diuji kebenarannya. “Sekalipun aduan hanya satu, jika terbukti melanggar P3 & SPS tentu akan disanksi. Namun seribu aduansekalipun jika tidak dapat dibuktikan pelanggarannya, KPI tidak mungkin jatuhkan sanksi”, ujar Mulyo. Penjelasan Mulyo ini menjawab pertanyaan dari Deddy tentang mekanisme KPI dalam menjaring aduan dari masyarakat. Dirinya juga memaparkan jumlah dan sebaran jenis aduan masyarakat yang sampai ke KPI sepanjang tahun 2019. “Sinetron merupakan salah satu program siaran yang paling banyak diaduan masyarakat lantaran sarat muatan kekerasan fisik dan verbal, serta seputar topik konflik rumah tangga dan cinta remaja.
Tentang kebijakan penjatuhan sanksi oleh KPI, dijelaskan Komisioner Bidang Kelembagaan Hardly Stefano Pariela. Dia memastikan bahwa KPI selalu melihat konteks dari sebuah tayangan, sebelum memberikan sanksi. Secara khusus Hardly memberikan contoh beberapa adegan sebuah sinetron yang diributkan oleh warganet di media sosial, padahal setelah dilihat konteksnya secara keseluruhan, tidak ada pelanggaran.
Hardly juga menyayangkan betapa warganet kerap kali ribut dengan program-program yang berkualitas buruk, namun tidak mengapresiasi program siaran yang berkualitas baik. KPI telah melaunching sebuah agenda #BicaraSiaranBaik, sebagai seruan kepada masyarakat agar menyebarluaskan program ini. “Diviralkan supaya kemudian ada lingkaran kebaikan yang kita buat”, ujarnya. Di satu sisi masyarakat juga harus diedukasi, bahwa masih banyak pilihan di televisi untuk ditonton. “Karena masih banyak siaran baik di televisi kita”, pungkasnya.
Kesadaran untuk senantiasa meningkatkan kualitas sinetron dan film adalah bagian dari menyelamatkan generasi muda. Apalagi hingga saat ini, televisi masih menjadi media yang paling banyak dikonsumsi, sehingga masih menjadi sebuah medium pembelajaran informal bagi masyarakat. Pada awal diskusi, Mulyo melihat fenomena di dunia nyata yang kerap kali menunjukkan sudah semakin jauhnya anak-anak meninggalkan adab yang baik terhadap orang tua. Dikhawatirkan, memang seperti itu pula konten di televisi khususnya pada sinetron dan film yang kerap kali dengan mudah menyihir pemirsanya.