- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 2900
Jakarta - Survey Minat Kepentingan dan Kenyamanan (MKK) Publik yang diamanatkan oleh Undang-Undang, merupakan instrumen yang dipakai dalam proses awal perijinan penyelenggaraan penyiaran. MKK diyakini dapat menjadi sebuah terobosan mewujudkan demokratisasi penyiaran melalui keberagaman konten siaran. Hal ini mengemuka dalam diskusi kelompok terpumpun/ Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan KPI tentang Minat Kenyaman dan Kepentingan Publik Tentang Pendirian Lembaga Penyiaran, (9/7).
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio, dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa hasil survey MKK yang dibuat oleh KPI akan menjadi panduan bagi pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) saat memulai proses awal perijinan di sebuah wilayah layanan. Agung sendiri berpendapat, melalui survey MKK ini akan dapat mengakomodasi hadirnya konten lokal yang menjadi kepentingan utama dari masyarakat di masing-masing daerah.
Di awal FGD, Agung memberikan arahan tentang kondisi dunia saat ini di tengah globalisasi. Mengutip pendapat dari beberapa ahli, dalam globalisasi akan muncul sebuah paradox. Dalam hal ini adalah hadirnya konten lokal yang menjadi indah di tengah globalisasi tersebut. “Lewat survey MKK inilah, kepentingan publik akan konten lokal dapat terakomodir,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz yang turut menjadi narasumber dalam FGD yang digelar secara daring itu menegaskan tentang fungsi MKK Publik dalam penyelenggaraan penyiaran. Selain menjadi pertimbangan bagi KPI untuk melahirkan lembaga penyiaran yang sesuai kebutuhan publik, MKK juga dapat mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Meutya juga meyakini, MKK ini dapat menjadi instrumen untuk menghadirkan diversity of content dan diversity of ownership. Kegagalan dunia penyiaran saat ini adalah kurangnya menawarkan ragam isi siaran, ujar Meutya. “Meski Televisi sudah bertambah banyak, tapi isinya mirip satu sama lain,” tambahnya. Padahal sesungguhnya masing-masing lembaga penyiaran harus dapat fokus pada masing-masing peminatan publik.
Selain pemaparan dari Ketua Komisi I DPR dan arahan dari Ketua KPI Pusat, narasumber yang hadir adalah akademisi dari Universitas Padjajaran, Atwar Bajari. Dalam kesempatan tersebut Atwar menjelaskan konsep dasar dalam penyusunan instrumen sebuah survey, termasuk di dalamnya survey MKK. Atwar juga memberikan masukan terhadap instrumen survey yang sudah pernah dilakukan KPI dalam membuat MKK beberapa tahun lalu.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza menjelaskan dengan adanya survey MKK ini kita akan mengetahui format siaran macam apa yang diharapkan ada di sebuah daerah, dalam hal ini diwakili oleh wilayah layanan yang telah ditentukan pemerintah. Hasil survey ini nantinya disampaikan kepada pemerintah untuk digunakan dalam membuka peluang usaha penyiaran.
Terkait dengan digitalisasi penyiaran, Reza menilai hal tersebut sudah menjadi sebuah keniscayaan. Hadirnya survey MKK ini, menjadi sebuah instrumen untuk memastikan setiap frekuensi yang digunakan lewat dibukanya peluang-peluang usaha baru dalam penyiaran digital nanti, dapat sesuai dengan kepentingan publik, termasuk publik di daerah.FGD ini sendiri, menurut Reza, merupakan awal dari rangkaian penyusunan instrumen survey MKK. Dia berharap Komisi I DPR RI dapat memberikan dukungan yang strategis bagi KPI untuk dapat memotret MKK publik di setiap daerah di Indonesia.