Jakarta - Literasi media merupakan usaha intervensi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menghadirkan program siaran yang berkualitas baik di televisi dan radio. Lewat literasi media ini, masyarakat diedukasi tentang program-program mana yang layak untuk ditonton dan mana yang tidak. Harapannya dengan hadirnya kesadaran yang baik ini, selera konsumsi masyarakat pun jadi lebih baik, hanya menonton program yang berkualitas baik. Hal ini disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan,Hardly Stefano Pariela, pada Seminar Literasi Media yang dilaksakanakan dalam rangka Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa oleh KPI Pusat di Universitas Negeri Surabaya, Jawa Timur (06/02). 

Dalam kesempatan tersebut, Hardly menjadi pembicara bersama dengan Sekjend Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar serta artis senior sekaligus sutradara sinetron Deddy Mizwar. Turut hadir pua memberikan sambutan kunci, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz. 

Di hadapan peserta seminar yang didominasi kalangan akademisi dari perguruan tinggi dan sekolah menengah ini, Hardly menjelaskan penyebab program siaran di televisi dan radio masih kerap kali melangar regulasi penyiaran. Pertama, kualitas pembuat konten (content creator) yang rendah. Kedua, sistem proses produksi yang kejar tayang. Ketiga, tim produksi kurang memahami regulasi penyiaran.  Keempat, kelalaian dari lembaga penyiaran dalam menjaga kualitas siaran. Serta yang kelima adalah program tersebut disukai pemirsa yang dibuktikan dengan peroehan share dan rating yang tinggi. “Pada poin kelima inilah, literasi media hadir untuk mengintervensi selera masyarakat,” ujar Hardly. 

 

 

 

Masyarakat harus paham juga bahwa masih banyak program-program siaran di televisi yang memiliki kualitas baik. Namun konsumsi siaran televisi hingga saat ini justru masih didominasi pada program hiburan yang justru kecenderungan untuk terjadi pelanggaran regulasi siaran lebih banyak. Selain itu, terhadap program-program yang menjadi favorit dan dianggap memberi banyak inspirasi, Hardly berharap dapat lebih sering dibicarakan lewat ruang-ruang publik. Apreasiasi publik terhadap program-program yang baik ini menjadi feedback yang sangat berharga untuk kalangan televisi. “Apresiasi masyarakat terhadap program berkualitas, akan meningkatkan kepercayaan diri para pelaku di industri penyiaran untuk terus memproduksi program tersebut secara berkesinambungan,”ujarnya. 

Hardly juga memberikan tips singkat untuk menjadi penonton yang cerdas di hadapan media. Tips tersebut adalah, perhatikan klasifikasi program siaran, pilih siaran yang bermanfaat, batasi dan dampingi anak dalam menonton, laporan program siaran yang buruk, serta apresiasi dan viralkan program siaran yang baik. Tips ini, menurut Hardly, dapat menjadi sebuah kontribusi dari masing-masing individu untuk melanggengkan hadirnya program-program berkualitas di layar kaca dan getar radio kita. Hardly pun terus mengajak publik untuk terus bergerak karena mewujudkan konten siaran yang baik dan berkualitas adalah tanggung jawab bersama. 

 

Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, dan Deddy Mizwar di acara peluncuran "Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa" di Auditorium Kampus Universitas Negeri Surabaya, Kamis (6/2/2020).

Surabaya -- Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz mengatakan, kemajuan teknologi informasi termasuk teknologi penyiaran harus dibarengi dengan pendidikan atau literasi di dalamnya, sehingga industri penyiaran dapat bertahan. Menurutnya, dua hal ini yakni kemajuan teknologi dan literasi, merupakan satu kesatuan yang tak boleh dipisahkan.

"Kreatifitas dan Berkualitas menjadi kunci utama bagi industri penyiaran untuk bertahan, jika melihat sosial media memang mereka menghibur akan tetapi dari segi kualitas, misalnya informasi yang beredar belum terverifikasi dengan benar," kata Meutya Hafidz saat menjadi keynote speech di acara Kick Off Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa yang diselenggarakan KPI di Universitas Negeri Surabaya, Kamis (6/2/2020).

Dalam kesempatan itu, Meutya berharap dari literasi ini masyarakat dapat menyeleksi dan memilah tayangan yang baik dan berkualitas. Menurutnya, semakin masyarakat memilih tayangan yang baik dan bermutu itu, jumlah tayangan tersebut semakin berkembang.

Dia juga berharap tayangan hiburan yang jumlah banyak di layar kaca kita dapat menjadi tayangan yang informatif dan mencerdaskan. “Kita pun meminta peran masyarakat untuk kritis dan membantu KPI melakukan pengawasan terhadap tayangan.Saya juga berharap peran akademisi untuk mewujudkan tayangan Indonesia yang cerdas, menghibur dan mempersatukan kita,” kata Meutya.

Sementara itu, Dedy Mizwar, dalam pemaparannya, menyebutkan pentingnya menumbuhkan kreativitas dalam diri anak-anak kita. Menurutnya, pekerjaan yang tidak akan dimakan perkembangan teknologi adalah kreativitas.

"Pekerjaan yang tidak akan tergantikan oleh adanya robot atau mesin adalah kreativitas. Karenanya, para guru harus dapat memberi dorongan pada siswa untuk memicu berkembangannya kreativitas mereka misalnya melalui penciptaan konten-konten film pendek oleh kalangan siswa," kata Deddy.

Dedy juga mengusulkan berdirinya banyak lembaga penyiaran komunitas di setiap desa di tanah air. Kehadiran TV atau Radio Komunitas di desa akan memberi ruang bagi masyarakat membuat konten tentang desanya. Selain itu, adanya lembaga penyiaran ini dapat menjadi wadah informasi bagi masyarakat desa mengenainya daerahnya. ***

 

Surabaya – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengungkapkan bahwa era digital telah menjadi fenomena baru seiring akselerasi teknologi digital. Demokrasi digital merupakan bentuk persilangan antara demokrasi dengan digitalisasi dan itu terjadi di era Revolusi Industri 4.0 saat ini.

Yuliandre yang pernah menjabat sebagai Ketua KPI Pusat periode 2016-2019 ini menyatakan bahwa berkat kemajuan teknologi digital, proses demokrasi konvensional semakin banyak terdisrupsi. Salah satunya terkait pola relasi antarwarga negara serta antara pemerintah dengan warga negara. “Kemunculan fitur berita online menjadi peluang baru bagi media cetak. Pembaca juga semakin banyak yang menikmatinya,” kata Yuliandre saat di temui di Surabaya, Jawa Timur (5/2/2020).

Yuliandre menilai portal media baru menawarkan kemudahan dalam mencari berita kepada pembaca. Banyaknya pilihan berita dalam halaman dan disertai penggunaan navigasi yang mudah menjadi daya tarik pembaca saat ini. 

Beberapa media online saat ini juga sudah merambah dalam platform media baru. Media semakin dekat dengan kehidupan masyarakat dan mudah didapatkan dengan hanya menggunakan telepon pintarnya.

Setelah mengamati, Andre sapaan akrabnya memandang dampak perkembangan teknologi terhadap media dulu dan sekarang, maka perlu melihat bagaimana media baru di masa mendatang. Media masa kini saja masih sangat perlu diperhatikan dalam hal kemampuan wartawan yang dituntut mencari berita dengan cepat karena kebutuhan informasi secara online sangat dibutuhkan. 

“Saat ini, wartawan sudah dituntut untuk menambah skill dan kecepatan dalam mengolah berita maupun kemampuan multimedia dengan menggunakan teknologi sangat dibutuhkan media online,” ujar Andre.

Merujuk hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 mencatat bahwa jumlah pengguna internet mencapai 171,2 juta orang atau 64,8 persen total populasi penduduk Indonesia. Andre mengklaim pengguna internet akan semakin bertambah setiap tahun. 

Menyikapi hal ini, Andre berpandangan bahwa saat ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menyadari UU Penyiaran yang ada sekarang belum mengakomodasi pengawasan terhadap media baru. 

Namun KPI tetap optimis dengan langkah pertama yang pihaknya bahwa UU penyiaran baru akan memberikan wewenang pada KPI untuk mengawasi media baru tersebut. Ia menegaskan, kalaupun nantinya UU Penyiaran tak juga disahkan, UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang telah ada saat ini sebenarnya juga mengakomodir KPI untuk melakukan pengawasan terhadap media baru.*

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat member sambutan di Kick Off Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa di Kampus UNESA, Surabaya, Kamis (6/2/2020).

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meresmikan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) untuk menguatkan hak publik atas pengawasan dan peningkatan kualitas siaran televisi dan radio. Peresmian GLSP ini dilakukan oleh Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz dalam kegiatan Seminar Literasi Media di kampus Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Jawa Timur (06/02). Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan yang merupakan penanggung jawab GLSP, Nuning Rodiyah mengatakan, gerakan ini bertujuan mengajak pemirsa untuk lebih kritis menanggapi pesan media melalui televisi dan radio. “Apa yang disampaikan oleh media itu tidaklah bebas nilai, karenanya masyarakat harus punya keterampilan dalam mengonsumsi media, sehingga tidak mudah terpengaruhi jika muatan media yang hadir tidak sesuai dengan norma yang ada di tengah masyarakat,” ujar Nuning.

Gerakan GLSP ini digagas KPI sebagai pelaksanaan undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang  mengamanatkan KPI bersama masyarakat untuk melakukan literasi media. Pada tahun ini literasi media akan dilaksanakan dalam berbagai format acara, seperti seminar, talkshow di televisi dan radio ataupun sosialisasi literasi media pada berbagai even publik. Sebelumnya literasi memang sudah menjadi kegiatan rutin KPI melalui seminar di berbagai daerah yang mengikutsertakan berbagai elemen masyarakat, baik dari kalangan perguruan tinggi, organisasi kepemudaan ataupun organisasi masyarakat lainnya.

Pada tahun 2020, Nuning mengatakan, KPI ikut menggandeng pengelola televisi dan radio untuk ikut serta dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa. Pada kesempatan Seminar Literasi Media di Surabaya ini misalnya, KPI menghadirkan artis senior sekaligus sutradara sinetron yang berulang kali mendapatkan penghargaan dari KPI, Deddy Mizwar. “Kehadiran Deddy Mizwar dalam Literasi Media ini sangat penting, untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa masih ada sinetron karya anak bangsa yang memiliki kualitas baik,” ujar Nuning.  Selain itu, diharapkan dapat menginspirasi para pelaku industri penyiaran untuk ikut serta membuat siaran yang berkualitas di tengah masyarakat.

Televisi hingga saat ini masih menjadi media rujukan utama masyarakat di Indonesia, sekalipun pertumbuhan internet juga sudah semakin tinggi. Karenanya KPI menilai literasi media kepada publik harus lebih dimasifkan lagi. “Dengan teknologi informasi yang semakin berkembang serta mudahnya masyarakat mengakses informasi, justru literasi media harus lebih gencar disosialisasikan,” tukas Nuning. Membekali masyarakat dengan keterampilan literasi menjadi cara melindungi bangsa ini dari konten-konten negatif seperti hoax, hatespeech, pornografi dan kekerasan yang potensial turut hadir sebagai residu dari kemajuan teknologi.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan surat teguran untuk Program Siaran “Jangan Baper: Santuy Aja Kaleeee” yang tayangkan MNC TV. Program ini kedapatan melakukan pengabaian dan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012 pada tayangan tanggal 2 Januari 2020. Demikian dijelaskan KPI Pusat dalam surat teguran ke MNC TV No. 45/K/KPI/31.2/01/2020, Jumat (24/1/2020). 

Berdasarkan keterangan di surat itu, tayangan “Jangan Baper: Santuy Aja Kaleeee” menampilkan tayangan atas nama Angel Lelga yang membuka privasi seseorang tanpa adanya upaya klarifikasi kepada pihak yang dibicarakan. Dia menceritakan tentang Vicky Prasetyo yang diduga mempunyai hubungan dengan wanita lain, keanehan yang dialami oleh Angel Lelga yang diduga pengaruh dari air minum yang didapat dari pengobatan, pengakuan Angel yang harus mentransfer sejumlah uang kepada Vicky setiap berjudi bola dan memberikan sejumlah uang kepada Ibu mertua untuk menebus sertifikat yang digadaikan oleh Vicky Prasetyo serta menceritakan dugaan kasus penipuan yang dilakukan oleh Vicky.

Menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, tayangan tersebut tidak pantas disiarkan karena menyangkut persoalan pribadi atau privasi. Tayangan itu juga bertabrakan dengan aturan tentang perlindungan terhadap anak serta remaja dan penggolongan program siaran. Persoalan privasi seseorang jangan diumbar di ranah publik. Meski mereka artis yang permasalahannya telah banyak dibicarakan, P3 dan SPS tetap melarang hal tersebut dilakukan di media penyiaran. “Ada sejumlah pasal dalam aturan P3 diabaikan oleh MNC TV antara lain Pasal 1 ayat (24), Pasal 13, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 21 ayat (1),” katanya. 

Selain itu, lanjut Mulyo, pengungkapan Angel Lelga tentang permasalahan kehidupannya dengan  Vicky Prasetyo dan perilaku-perilaku yang bersangkutan telah melanggar sejumlah Pasal dalam SPS KPI. Ada lima pasal di SPS dilanggar “Jangan Baper: Santuy Aja Kaleeee” antara lain Pasal 1 ayat (28), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 huruf b, Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4).

“Setiap siaran itu wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek isi siaran. Jangan sampai siaran tersebut justru makin memperburuk keadaan,” tambah Mulyo.

Mulyo juga mengingatkan bahwa setiap program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan remaja. Jangan sampai pengungkapan privasi dianggap sebagai hal yang wajar dan lazim. Berdasarkan data KPI, acara ini diklasifikasi R (Remaja). “Program siaran klasifikasi R itu dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta MNC TV untuk segera melakukan perbaikan internal dan menjadikan aturan P3SPS sebagai acuan ketika akan menayangkan sebuah program siaran. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.