- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 3880
Jakarta -- Pertarungan kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 di masa pandemi Covid-19 besar kemungkinan akan lebih banyak berlangsung di media terutama media mainstream, TV dan Radio. Hal ini disebabkan TV dan Radio masih menjadi media yang kebenaran informasinya dapat dipertanggungjawabkan sekaligus dipercaya publik.
Siaran tentang Pilkada yang aman akan Covid-19 melalui TV dan Radio dinilai dapat mendongkrak angka partisipasi pemilih untuk datang ke TPS (tempat pemungutan suara) yang dikhawatirkan menurun akibat khawatir terhadap virus mematikan ini. Kualitas pemilihan kepala daerah sangat bergantung dari tingginya partisipasi pemilih.
Pendapat tersebut mengemuka pada saat pelatihan praktis secara daring yang diselenggarakan Indonesian Broadcasting Foundation (IBF) bersama Nurani Istitute Indonesia dengan tema “Sukses Pemasaran Politik dalam Pilkada 2020”, Sabtu (22/8/2020).
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, yang menjadi salah satu narasumber pelatihan mengatakan, suksesnya penyelenggaran Pilkada 2020 sangat bergantung dari massifnya informasi dan sosialisasi soal Pilkada yang aman saat pandemi ke masyarakat. Dan, fungsi ini dapat dilakukan media penyiaran.
“Kita dapat mengambil contoh dari kesuksesan pemilihan umum di Korea Selatan di saat pandemi. Angka partisipasi pemilih di Korea Selatan tetap tinggi karena mereka berhasil mengendalikan kurva penyebaran covid sebelum Pemilu dan berhasil mensosialisasikan rasa aman saat melakukan pencoblosan lewat media,” kata Agung.
Berdasarkan data yang diperoleh Agung dari berbagai sumber, dari 18 negara yang melaksanakan pemilu di saat pandemi, sebanyak 16 negara mengalami penurunan partisipasi pemilih karena gagal mensosialisasikan rasa aman saat melakukan pencoblosan. Angka partisipasi pemilih di Perancis menurun dari 63.6% menjadi 44.7%. Kemudian Australia dari yang sebelumnya 83% menjadi 77%. Lalu, Iran dari sebelumnya 60.09% menjadi 42.32% dan Mali dari 42.7% menjadi 7.5%.
Lepas dari kesuksesan Korsel meningkatkan partisipasi pemilih dalam Pemilu, Agung menilai peran media penyiaran sangat tepat dan efektif untuk melakukan edukasi soal Pilkada di tengah pandemi ketimbang oleh media baru seperti youtube. Selain jangkauannya yang luas, keberadaan TV dan radio telah dipayungi hukum serta etika siaran yang hal ini belum ada di media baru. “Selain itu, orang lebih percaya dengan TV dan radio ketimbang youtube,” tambah Agung.
Selain sosialisasi, kata Agung, upaya lain untuk menggenjot angka partisipasi pemilih dengan meningkatkan porsi kampanye positif oleh peserta di media penyiaran. Namun usaha ini harus diikuti dengan penyamarataan kesempatan untuk tampil. “Media harus memberi waktu yang sama dan proporsional untuk semua peserta. Tidak boleh ada pembedaan kesempatan,” ujarnya.
Menurut Agung, penyelenggara Pilkada maupun peserta dapat memanfaatkan seluruh media penyiaran, TV dan radio, lokal maupun jaringan untuk sosialisasi, kampanye maupun iklan. “Kemungkinan waktu kampanye di media penyiaran akan diperpanjang dari yang sebelumnya hanya 14 hari. Mudah-mudahan perpanjangan ini akan meningkatkan angka partisipan sekaligus menguntungkan finansial lembaga penyiaran,” ungkapnya.
Sementara itu, di waktu yang sama, Direktur Utama Metro TV, Don Bosco Selamun, menyatakan sepakat jika media mainstream masih lebih dipercaya ketimbang media baru. Hal ini tidak lepas dari kegaduhan atau maraknya info hoax di media baru.
“Selain juga efektif, media penyiaran itu terikat dengan etika. Hal ini juga dapat dilihat dari share yang tinggi meskipun dari pemasukan iklan tidak naik karena ekonomi saat pandemi. Ini tanda bahwa masyarakat masih percaya dengan media penyiaran,” kata Don.
Dalam kesempatan itu, Don berharap Pilkada 2020 menghasilkan pimpinan yang berkualitas dan cerdas. “Saya harap masyarakat dapat memilih pemimpin yang bisa bekerja untuk mereka. Hanya dengan begitu bangsa kita akan naik kelas. Mari ikutkan masyarakat untuk cerdas memilih,” tandasnya. ***