- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 14704
Jakarta -- Efektifitas pendidikan politik bagi kalangan milenial maupun pemilih pemula di zaman sekarang sangat bergantung dengan isi materi yang akan diberikan. Pemilih seperti ini cenderung memilih info yang cepat dan tidak bertele-tele. Karenanya, pesan yang disampaikan ke mereka harus efisien, kreatif, inovatif serta kekinian.
Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat didapuk menjadi pembicara utama (keynote speech) dalam peluncuran channel youtube TV Bawaslu Kota Yogyakarta dan Diskusi secara daring yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Anak Nasional 2020 di Kota Yogyakarta, Kamis (23/7/2020).
Menurutnya, pendidikan politik bagi pemilih pemula dan kalangan milenial penting disampaikan secara efektif dan efisien. Apalagi dalam waktu dekat akan berlangsung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tanggal 9 Desember 2020.
“Pendidikan politik merupakan kebutuhan mendasar untuk menyiapkan generasi yang peduli terhadap dinamika demokrasi bangsa. Oleh karenanya perlu diredesign dengan mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Penyajian informasi yang kaku dan membosankan dengan menggunakan cara-cara konvensional sudah tidak cocok untuk pendidikan politik di era revolusi industri 4.0. Di era ini para pemilih pemula lebih banyak mengakses informasi dengan menggunakan media digital. Pendidikan politik harus dikemas dengan memanfaatkan media digital yang ada, baik televisi, radio, portal berita, platform sosial media lainnya. Karena jika dilaksanakan secara optimal akan menjangkau masyarakat dalam jumlah yang banyak,” kata Nuning di awal acara tersebut.
Selain itu, lanjutnya, karena pemilih pemula dan milineal memiliki bermacam karakter. Ada yang masuk kelompok pemilih ragu-ragu, kelompok pemilih yang telah menentukan pilihan, kelompok yang memilih atas pilihan orang terdekat bahkan ada juga yang berkarakter apatis. Bermacam karakter ini harus disiasati dengan penyampaian informasi yang sesuai dengan karakter tersebut.
“Ketika mereka ragu-ragu yang harus dipikirkan adalah bagaimana membuat pesan atau konten yang tepat buat kalangan tersebut. Ini butuh kreatifitas supaya mereka mau jadi vocal poin dan penyambung informasi tersebut,” tambah Nuning.
Kelompok yang ragu memiliki kecenderungan lebih rentan terpapar informasi palsu (hoax), ujaran kebencian dan politisasi SARA yang akan menjadikan keraguannya beralih menjadi apatis.
“Berdasarkan data dari kementerian komunikasi dan informatika, temuan berita hoax tentang politik pada 2019 adalah yang paling tinggi. Ini artinya harus dijaga dan perlu diantisipasi di tahun ini karena akan diselenggarakan pemilihan kepala daerah yang bisa jadi akan memiliki potensi produksi hoax sebagaimana terjadi di tahun 2019 dengan menyajikan informasi yang akurat dan benar bagi pemilih,” usul Nuning.
Di akhir pemaparannya, Nuning menyampaikan bahwa memanfaatkan media digital untuk melakukan pendidikan politik melalui media digital akan menjawab problematika sosialisasi, dan kampanye di masa pandemi covid 19. Dan lahirnya TV Bawaslu Yogya adalah salah satu upaya pemanfaatan media digital yang diharapkan dapat menjadi media informasi tentang Pemilu yang terverifikasi bagi masyarakat Kota Yogya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bagus Sarwono, berharap lahirnya media TV Bawaslu Yogya dapat menghadirkan informasi yang berkesinambungan tentang sosialisasi dan edukasi pendidikan politik untuk warga Kota Yogyakarta dan juga daerah lain. “Media seperti ini dibutuhkan masyarakat dan menjadi penyeimbang informasi dari media serupa yang melulu soal gossip atau lainnya,” katanya secara daring.
Bagus juga menyatakan kehadiran TV Bawaslu Yogya dapat memfasilitasi kalangan milineal agar terbentuk pemahaman politik yang baik. “Ini juga kalau bisa menjadi media pembelajaran yang kontinu khususnya bagi pemilih pemula,” tandasnya. ***