Pangkalpinang – Belakangan ini kata Industry 4.0 sering didiskusikan banyak orang. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengerti apa itu Industry 4.0 dan bagaimana hal itu dapat memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa ini.

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan anak muda di Indonesia sekarang harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan kompetensi terutama yang berbasis platform digital. Selain itu, generasi sekarang harus saling bersinergi. 

“Kami berharap terus ada sinergi antara para lulusan dan kampus untuk pengembangan kampus di masa yang akan datang. Sekarang ini, kita dituntut untuk selalu mengaplikasikan apa yang didapat selama kuliah dan terus mengikuti perkembangan era digitalisasi,” kata Yuliandre dalam paparannya saat mengisi sebuah acara Kuliah Umum di Universitas Terbuka, Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (2/11/2019) lalu.

Pria yang akrab disapa Andre ini mengatakan, pertumbuhan ekonomi dan penyiaran dalam revolusi industri kini memasuki babak baru. Segala penunjang hidup dan hajat manusia, semuanya ada dalam genggaman. Akses itu membuat hidup manusia seakan lebih mudah. 

“Tapi kita harus ingat, era ini menuntut kewaspadaan dan kecermatan karena pelayanan digital suatu saat bisa menjerumuskan kita berperilaku konsumtif,” ucapnya.

Andre mengungkapkan, saat ini telah terjadi euforia disrupsi dan ini akan makin terasa di tahun mendatang. Salah satu buktinya, anak-anak yang seharusnya bermain di lapangan terbuka kini lebih asyik memainkan telepon pintarnya. “Entah itu bermain game online, bermedia sosial dan masih banyak lagi,” katanya.

Andre juga melihat arah globalisasi menjadi sebuah fenomena bagi masyarakat dunia. Sebab itu, nasib media konvensional pun menjadi tanda tanya besar di masa depan. Beberapa tokoh media meramalkan media konvensional akan tenggelam saat ini. Namun nasib media tersebut sepertinya akan tetap eksis sejalan dengan era digitalisasi media. Beberapa faktor penyebab yang terkuat adalah media konvensional sudah memiliki pangsa tersendiri di masyarakat, baik sebagai media informasi, hiburan, dan lainnya.

“Jadi, di tengah era revolusi industri 4.0 yang mengubah wajah media massa, media konvensional akan tetap eksis dan melakukan perubahan serta berubah. Sebab dalam media konvensional dan media digital saat ini berjalan beriringan karena banyak media konvensional yang mengubah sajian ke bentuk digital,” ucapnya

Dampak terburuk dari era ini adalah terjadinya pergeseran atau alih fungsi deskripsi pekerjaan di tengah masyarakat. “Saat ini, telah banyak pekerjaan yang tersingkir atau diganti oleh robot atau sistem otomatisasi. Ke depannya, tentu makin banyak kejutan yang akan kita rasakan seiring kemajuan teknologi digital,” pungkas Andre. ***

 

Jakarta  - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz mengatakan, digitalisasi penyiaran harus segera dilaksanakan sehingga pihaknya mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran harus segera disahkan menjadi UU.

Menurut dia, saat ini Komisi I DPR sedang menanyakan sikap masing-masing fraksi terkait RUU Penyiaran yang belum selesai proses pembahasannya di DPR periode 2014-2019.

"Saat ini kita juga sambil menanyakan kepada sikap fraksi masing-masing seperti apa keinginannya terhadap RUU Penyiaran ini supaya digitalisasi penyiaran bisa langsung lebih cepat lagi kita laksanakan," kata Meutya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Menurut dia, digitalisasi merupakan sesuatu yang harus dihadapi secara cepat, termasuk digitalisasi penyiaran.

Dia menilai, payung hukum dari digitalisasi penyiaran itu harus segera dibuat sehingga hal itu menjadi fokus utama kerja DPR periode ini maupun pemerintah. "Digitalisasi penyiaran sudah mulai dijalankan dan kami menunggu payung hukum yang lebih kuat daripada hanya Peraturan Menteri yang ada saat ini," ujarnya.

Dia mengatakan, RUU Penyiaran di era DPR periode 2014-2019 belum berhasil disahkan menjadi UU dan saat itu proses pembahasannya di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Menurut dia, ke depannya bisa saja RUU Penyiaran tersebut diajukan pemerintah atau menjadi usul inisiatif DPR untuk dibahas, sehingga proses mana yang lebih cepat, maka itu yang ditempuh. "Kita cari cara yang lebih cepat, siapa yang lebih dahulu. Apakah pemerintah atau DPR yang lebih siap, silahkan saja," katanya.

Meutya yang merupakan politisi Partai Golkar itu mengingatkan bahwa RUU Penyiaran tidak menjadi salah satu RUU yang dilanjutkan pembahasannya atau carry over di era DPR periode 2019-2024.

Karena itu, menurut dia, pembahasannya berlangsung dari awal lagi sehingga masing-masing fraksi dan anggota DPR belum diketahui sikapnya karena akan dibahas bersama. (ANTARA)

 

Bukittinggi – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan sosialisasi tentang penanggulangan bencana pada masyarakat memerlukan peran tokoh dan insan media. Peran itu dilakukan melalui penyampaian informasi terkait kebencanaan yang cepat dan akurat.  

“Penanggulangan bencana di tanah air membutuhkan sinergi semua pihak antara lain pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha dan media massa,” kata Andre, saat diminta menjadi pemateri dalam Pelatihan Jurnalistik dan Peningkatan Kualitas Media Cetak dan Elektronik se- Sumatera Barat, yang diselenggarakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumbar di Bukittinggi, Kamis (24/10/2019) lalu. 

Terkait hal itu, Andre, sapaan akrabnya, meminta para jurnalis untuk mengacu pada kode etik jurnalistik dalam menyebarkan informasi. Berita yang disampaikan jangan yang menakuti masyarakat. Jurnalis harus mampu melihat dampak dari sebuah informasi yang akan disampaikan. 

“Wartawan harus pandai melihat keadaan, jangan takut dikejar deadline berita, namun lihat dampak psikologis yang di timbulkan dari beritanya,” tukas Andre.

Kebiasaan masyarakat memanfaatkan media yang saat ini berubah membuat perusahaan media harus berinovasi. Andre menilai, pergeseran kebiasaan tersebut terjadi sangat cepat. “Masyarakat kini lebih cenderung ingin memperoleh informasi yang cepat dan praktis. Luasnya jangkauan dunia digital tentu membawa kemudahan dalam mengakses sebuah informasi,” tambahnya.

Kecepatan informasi sampai ke masyarakat diharapkan dibarengi dengan kebenaran sumber informasi. “Popularitas media mainstream semakin menurun akibat makin populernya media sosial. Dan, dalam kaitan pemberitaan bencana yang cepat jangan lupa untuk tetap mencari sumber informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Andre berharap kegiatan yang diikuti kalangan jurnalis di Sumbar dapat meningkatkan kompetensi tentang penanggulangan bencana. Apalagi, wilayah Sumatera Barat menjadi salah satu daerah rawan  bencana.

“Momen bimbingan teknis ini dapat juga menjadi sinergi antara BPBD dan media sehingga bisa saling berbagi informasi, sehingga informasi yang disampaikan ke masyarakat betul-betul valid dan layak dipercaya,” tandasnya. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, ketika membuka riset dan diskusi panel ahli di Padang, Sumatera Barat, pekan lalu, mengatakan riset yang dilakukan KPI dapat menguatkan energi positif sebagai kekuatan mewujudkan program siaran yang berkualitas.

Padang - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar Forum Group Discussion (FGD) panel ahli pada kegiatan riset indeks kualitas program siaran televisi periode II di sejumlah daerah dan salah satunya di Padang, Sumatera Barat. Kegiatan riset ini menjadi program kegiatan prioritas yang di terapkan KPI setiap tahunnya. 

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam sambutannya mengatakan, riset ini dapat memperkokoh energi positif sebagai kekuatan mewujudkan program siaran yang berkualitas. KPI dapat mengambil padangan dari para ahli akademisi pendidikan untuk menjadi rujukan KPI dalam menentukan kebijakan. 

“KPI memerlukan dukungan pemangku kepentingan penyiaran dan berupaya semaksimal mungkin untuk tetap mempertahankan dan menguatkan riset indeks kualitas program siaran tv dari sisi metodologi maupun manfaat urgensi riset,” kata Yuliandre saat membuka acara FGD di Padang, Rabu (31/10/2019) lalu.

Andre, panggilan akrabnya, melihat hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan lembaga penyiaran serta menimbang pengaruh informasi yang tersebar melalui frekuensi yang luas sehingga dapat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan berbangsa. “Tayangan di televisi itu tidak selalu dan harus mengejar rating,” katanya.

Riset yang melibatkan 96 para ahli dari 12 perguruan tinggi ini juga mempunyai tugas yang mulia. Dia mengatakan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk peningkatan kebutuhan akademik dan pembuatan jurnal ataupun kajian ilmiah di perguruan tinggi. “KPI selalu bersinergi dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia demi mencerdaskan anak bangsa,” paparnya. Tim liputan riset Padang

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.