Jakarta – Setelah melalui proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and propertest, beberapa waktu lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) akhirnya menetapkan tujuh Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Papua (KPID Papua) periode 2019-2022. Ke tujuh nama yang terpilih yakni Rusni Abaidata, Iwan Solehudin, Eveerth Zacharias Joumilena, Liboria G Atek, Melkias Mansoben, Jefri Simanjuntak, dan Dr Nahria. DPR Papua juga menetapkan tujuh nama cadangan.

Keputusan penetapan tersebut disampaikan langsung Anggota Komisi I DPR Papua, John Wilil, saat menyampaikan surat tembusan hasil keputusan DPR Papua tentang uji kelayakan dan kepatutan Anggota KPID Papua di Kantor KPI Pusat, Senin (4/11/2019).

Dia mengatakan, hasil dari keputusan pemilihan Anggota KPID telah melalui uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi I DPR Papua telah diumumkan secara terbuka kepada publik pada pekan lalu di Jayapura. “Surat tembusan dan buku laporan hasil proses pemilihan kami sampaikan ke KPI Pusat,” katanya yang pada saat itu ditemui langsung Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas, Umri.

Setelah menerima buku laporan dan surat keputusan DPR Papua, Umri mengharapkan agar penetapan Anggota KPID yang terpilih segera dibuat surat keputusan dan dilantik oleh Gubernur.  

Sebelumnya, di Jayapura, Ketua DPRP, Yunus Wonda, saat membacakan surat keputusan menyatakan, mereka lolos atas persetujuan DPRP terhadap hasil uji kepatutan dan kelayakan calon Anggota KPID Papua periode 2019-2022 yang bersamaan dengan pemilihan Anggota Komisi Informasi.

“Hasil ini juga berdasarkan surat keputusan Gubernur Nomor 480/11072/SET perihal Fit and Proper Test calon anggota KI Papua periode 2019-2023 dan KPID Papua periode 2019-2022 pada 18 september 2019 lalu. Serta berita acara Rapat Pleno Komisi 1 DPRP tentang uji kelayakan dan kepatutan Nomor 02/KOM-1/DPRP/2019,” jelas Yunus di Kantor DPRP, Selasa (29/11/2019) lalu. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, menyampaikan buku laporan riset indeks kualitas program siaran TV periode pertama.

Medan --  Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD Panel Ahli Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode II Tahun 2019 digelar kembali di Medan, Sumatera Utara, Rabu (30/10/2019). Delapan kategori program dibahas oleh tim ahli yang berasal dari kalangan akademis dengan latar belakang keahlian dan keilmuan. 

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, ketika membuka diskusi dan riset indeks di wilayah Kota Medan menyatakan, program riset dan diskusi panel ini untuk memperkokoh energi positif guna mewujudkan program siaran berkualitas yang memberi manfaat bagi publik maupun untuk bangsa ini. 

“Pelaksanaan riset indeks kualitas program siaran televisi ini merupakan amanah dari Negara dan sekarang sudah memasuki tahun ke lima sejak 2015. KPI dengan dukungan pemangku kepentingan penyiaran berupaya semaksimal mungkin untuk tetap mempertahankan dan menguatkan riset indeks kualitas program siaran televisi ini,  baik dari sisi metodologi, pelaksanaan, maupun manfaat atau urgensi riset,” jelas Irsal.

Kerja sama riset indeks dengan perguruan tinggi, salah satu bentuk upaya mendorong mutu siaran agar makin meningkat. Bagi perguruan tinggi, kerjasama ini merupakan wujud implementasi tri dharma perguruan tinggi yakni penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat. “Hasil penelitian di bidang penyiaran dapat dimaksimalkan karena pengaruh informasinya, apalagi informasi yang tersebar melalui frekuensi publik begitu luas jangkauannya hingga masuk ke ruang-ruang privat yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa,” tutur Irsal. 

Irsal berharap, riset ini memicu lembaga penyiaran meningkatkan kualitas tayangannya. Tayangan televisi tidak hanya berisi hiburan atau sekadar mengikuti rating. Pasalnya, publik membutuhkan tayangan mendidik dan menuntun mereka ke arah yang lebih baik. “Masyarakat menginginkan tayangan-tayangan yang menginspirasi dengan karya bermutu. Program siaran yang menguatkan karakter manusia Indonesia seutuhnya,” papar Komisioner bidang Kelembagaan ini.  

Kadis Kominfo Pemprov Sumut, Muhammad Ayub, mengatakan diskusi riset ini sangat strategis dalam upaya memperbaiki kualitas program siaran televisi. Harapannya, program siaran televisi tak hanya sekedar memenuhi standar penilaian pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran, tetapi juga dapat melihat analisis pengaruh dari suatu tayangan program televisi.

“Televisi seharusnya menjadi media paling ampuh untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat. Untuk itulah, program yang diproduksi haruslah memuat tayangan yang memiliki nilai keteladanan,” kata Ayub.

Menurut Ayub, TV memiliki pengaruh besar dan karena dampaknya yang luas terdapat amanah bagi para pengelola televisi untuk ikut membangun demokrasi, membangun karakter bangsa dengan menyuguhkan siaran yang menarik, sehat dan berkualitas. “Saya harap riset ini memberikan perspektif baru yang mampu memberikan advokasi dan edukasi pada publik tentang kualitas siaran yang baik,” pintanya. 

Rencananya, hasil riset yang melibatkan 96 para ahli dari 12 perguruan tinggi selain bertujuan meningkatkan program siaran televisi juga digunakan untuk kebutuhan akademik seperti penelitian, pembuatan jurnal, buku, artikel, maupun kajian-kajian ilmiah. Kontribusi perguruan tinggi di bidang penyiaran dapat disinergikan dengan peran KPI sebagai regulator penyiaran. Tim liputan riset indeks kualitas Medan

 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat membuka diskusi kelompok terpumpun Panel Ahli Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV di Semarang, Sabtu (2/11/2019).

Semarang - Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi program TV. Meskipun belum bisa menggeser keberadaan rating, setidaknya indeks kualitas ini dapat menjadi acuan peningkatan kualitas program siaran. “Saya yakin pengelola TV tetap membaca hasil riset kualitatif ini. Namun karena di mata industri riset ini belum praktis menunjukkan respon publik hingga rating masing-masing program, maka hasil riset ini menjadi penyanding,” ujar Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dalam sambutannya membuka Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD Panel Ahli Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI Periode II tahun 2019 di Semarang, Sabtu (2/11/2019)

Ia menambahkan, dalam huhungannya dengan peningkatan kualitas program, KPI berada dalam dua ranah yakni pertama penegakan regulasi dengan salah satunya memberikan sanksi bagi lembaga penyiaran agar melakukan perbaikan dan kedua melalui pembinaan. Ada kecenderungan potensi pelanggaran tayangan yang terdapat dalam program, maka KPI segera melakukan pembinaan. “Contoh yang baru saja dilakukan adalah pembinaan program infotainment. Kemunculan muatan mistik  di dalam program infotainment, hal ini diikuti oleh televisi lain,” kata Mulyo.

Selain itu, muatan konflik artis yang berasal dari media sosial  Instagram, Facebook, Youtube yang kebenarannya belum teruji dijadikan sebagai materi tayangan. Dalam sinetron juga demikian, kekerasan fisik marak disisipkan. “Padahal kelihatan sangat mengada-ada,” tambah Mulyo.

FGD ini juga menghadirkan pembahasan terkait indikator kepekaan sosial. Panelis menemukan konten program TV yang berisi candaan menghina, bullying baik verbal maupun non verbal. Ini sempat menjadi pertanyaan salah satu panelis ahli, apakah untuk memancing kelucuan hanya dapat dilakukan dengan menghina orang lain.

FGD Panel Ahli membahas 8 kategori program: Berita, Talkshow,Sinetron, Anak, Religi, Wisata budaya, Infotainment dan Variety Show. Diskusi diikuti 8 panelis ahli akademisi yang memiliki  latar belakang beragam ilmu, yang sebelumnya telah diberikan sampel program untuk dianalisa. 

Acara ini  dihadiri oleh Kasubdit Bidang Komunikasi Direktorat Politik dan Komunikasi, Badan Perancanaan Nasional, Dewi Sri Sotijaningsih. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi atas riset indeks kualitas yang dilakukan oleh KPI. "Dari awal sampai akhir, para panel ahli memberikan komentar mendalam atas sampel program yang diberikan. Score yang diberikan selalu dijelaskan alasannya. Intensitas pembahasan komprehensif,” katanya. 

Meskipun demikian, Bapenas meminta KPI untuk melakukan evaluasi karena riset indeks ini telah berjalan selama lima tahun. “Agar semakin baik dan bisa menjadi menjadi rujukan seperti indeks-indeks lainnya,” tandasnya. Tim liputan Riset Semarang

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, didampingi Kabag Perecanaan, Hukum dan Humas, Umri, memberi penjelasan tentang tugas dan fungsi KPI kepada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro saat berkunjung ke Kantor KPI Pusat, Jumat (1/11/2019). 

Jakarta -- Banyak orang yang belum mengetahui tugas dan fungsi Komisi Penyiaran Indonesia menyatakan, lembaga ini sebagai biang keladi atas adanya sensor dan pemburaman (bluring) terhadap tayangan di televisi. Bahkan, stigma yang sama datang dari mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang yang berkunjung ke KPI Pusat, Jumat (1/11/2019).

“Saya awalnya berpikir KPI yang melakukan sensor dan bluring terhadap tayangan televisi seperti pada salah satu tayangan kartun Spongebob. Ternyata setelah saya mendengarkan penjelasan tentang tugas dan fungsi KPI secara langsung, ternyata bukan KPI yang melakukan blur dan sensor tersebut,” kata Annisa, Mahasiswi yang ikut dalam rombongan. 

Menurut Nisa, penjelasan tentang tugas dan fungsi KPI berdasarkan Undang-Undang Penyiaran yang diterima saat berkunjung ke KPI Pusat merubah langsung pandangan dirinya terhadap KPI. “Kesan saya  setelah kunjungan ini membuat pandangan saya pada KPI lebih terbuka dan stigma tersebut jadi hilang. Saya merasa senang mendapatkan pengetahuan yang tidak saya ketahui sebelumnya dan akan sampaikan ke yang lainnya,” tuturnya.

Pendapat senada tentang KPI juga disampaikan Yuda. Awalnya, Mahasiswa Fakultas Hukum ini menanyakan perihal KPI melakukan sensor dan blur terhadap tayangan tersebut. Menurutnya, jika KPI bisa menyensor dan bluring, kenapa tidak melakukannya untuk tayangan sinetron. 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, dalam sambutannya mengatakan, KPI bekerja berlandaskan aturan dalam Undang-Undang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Berdasarkan regulasi itu, KPI tidak ada kewenangan melakukan sensor dan pemburaman terhadap tayangan. Bahkan, pihaknya tidak memiliki hak mengintervensi lembaga penyiaran saat sebelum dan penayangan. 

“Adanya sensor dan blur merupakan wujud dari rasa takut lembaga penyiaran terhadap KPI. Namun, ketakutannya ini berlebihan karena ada pemahaman yang belum tuntas terhadap aturan yang ada. Selain itu, faktor sanksi yang diberikan KPI atas pelanggaran siaran dapat membuat kerugian secara finansial,” jelas Hardly. 

Menurut Hardly, sanksi dari KPI membuat lembaga penyiaran jadi lebih berhati-hati saat bersiaran. “Meskipun ada efek jera dari sanksi yang kami berikan, sesungguhnya hal itu bagian dari upaya kami agar lembaga penyiaran memperbaiki tayangannya,” paparnya.

Dalam kesempatan itu, Hardly meminta mahasiswa menjadi agen literasi dan influencer positif bagi masyarakat. “Ceritakan pengalaman kalian setelah berkunjung dan mendapatkan pengetahuan tentang kami kepada masyarakat. Jelaskan bahwa KPI tidak hanya bekerja berdasarkan hitam di atas putih saja. Saya berharap kegiatan seperti ini diadakan di lingkungan kampus dan menjadi bahan diskusi yang konstruktif,” tandasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.