Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat memberi orientasi Anggota KPID NTT Periode 2019-2022 di Kupang, NTT, Kamis (12/12/2019).

Kupang – Komisi Penyiaran Indoneia (KPI) Pusat berharap Komisioner KPID NTT Periode 2019-2022 mampu memahami posisi mereka adalah wujud peran serta masyarakat dalam penyiaran yang diimplementasikan melalui wewenang, tugas dan kewajiban sebagaimana diatur dalam UU no.32/2002 tentang Penyiaran. Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, dalam orientasi untuk Anggota KPID NTT terpilih Periode 2019-2022, di Kupang, NTT, Kamis (12/12/2019).

Menurut Hardly, wewenang KPID adalah mengawasi lembaga penyiaran dan menegakkan regulasi yang tertulis dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. Selain itu, KPID turut membangun komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah, masyarakat serta lembaga penyiaran. “KPID harus mampu mengidentifikasi berbagai kepentingan stakeholder penyiaran, dan merumuskan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat secara luas,” katanya. 

KPID juga diharapkan dapat mendorong lembaga penyiaran untuk berkontribusi dalam pembangunan provinsi NTT, melalui penyebaran informasi yang benar dan hiburan yang sehat. Selain itu, lanjut Hardly, KPID perlu menumbuhkan kembangkan konten lokal dalam rangka melestarikan budaya, mengembangkan pariwisata dan industri kreatif, serta penyampaian berbagai kebijakan pemerintah daerah.

Di era disrupsi digital, ujar Hardly, posisi media massa telah berkembang dalam berbagai bentuk atau multi platform. Padahal, kewenangan KPI masih sebatas pada media penyiaran yang menggunakan spektrum frekuensi secara langsung. “Media baru itu menggunakan layanan data atau over the top (OTT) dan hal itu bukan menjadi kewenangan KPI. Akan tetapi tantangan yang dihadapi akibat itu adalah longgarnya pengaturan konten melalui berbagai platform OTT,” tuturnya. 

Terkait itu, Hardly berharap KPID dapat bergerak seirama dengan KPI Pusat yang sudah mencanangkan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa, dengan menyebarkan virus “Bicara Siaran Baik”. “Harus disampaikan kepada masyarakat tentang berbagai konten siaran baik, yang jumlahnya jauh lebih banyak dari konten siaran yang buruk. Untuk konten siaran yang buruk dan melanggar P3SPS, harus tetap menjadi tanggung jawab KPI Pusat dan Daerah untuk menertibkan,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Hardly mengapresiasi pemerintah provinsi NTT yang berkomitmen menjaga eksistensi KPID dan telah memfasilitasi proses seleksi serta menetapkan 7 orang anggota KPID NTT periode 2019 – 2022. Dia berharap pemerintah daerah dapat memberikan dukungan  berupa pendanaan, sarana dan prasarana, serta staf atau pegawai untuk menunjang kinerja KPID.

Hardly berharap seluruh Komisioner KPID NTT dapat bekerjasam sama dengan baik sesama mereka dan juga seluruh stakehoder penyiaran, khususnya Pemerintah Provinsi NTT. “Karena mewujudkan konten siaran yang baik dan berkualitas adalah tanggung jawab seluruh stakeholder penyiaran,” tandas Hardly. **

 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio dan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, berfoto bersama dengan Anggota KPID NTT Periode 2019-202 usai dilantik di Kupang, NTT, Kamis (13/12/2019).

Kupang --  Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Agung Suprio, berharap Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur memberi dukungan penuh kepada KPID untuk menjalankan tugas dan fungsinya secara baik. Hal itu disampaikannya saat menghadiri pelantikan Anggota KPID NTT terpilih untuk periode 2019-2022 di Kupang, NTT, Kamis (12/12/2019).

"NTT ini adalah provinsi kepulauan. Karena itu, KPID dalam menjalankan tugasnya butuh banyak amunisi. Karenanya, kami minta dukungan pemerintah sehingga KPID NTT dapat menjalankan tugas dan fungsi secara baik," ujar Agung.

Dia juga menyampaikan beberapa tugas KPID yakni membangun infrastruktur penyiaran sesuai UU 32/2020, serta tugas lain adalah ikut memberi izin atas berdirinya lembaga penyiaran.

"Jadi kalau NTT masih kurang lembaga penyiaran, maka wajib KPID NTT menyampaikan permohonan pendirian lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran publik (LPP) hanya dua yakni RRI dan TVRI ,bahkan ada juga LPP lokal serta lembaga penyiaran swasta, bahkan ada juga lembaga penyiaran komunitas (LPK)," kata Agung.

Agung menambahkan, tugas KPI setelah terbentuk lembaga penyiaran yakni mengawasi dan juga memberi sanksi ketika ada lembaga penyiaran yang siarannya tidak sesuai norma dan aturan. "KPI juga harus melakukan evaluasi terhadap lembaga penyiaran yang sudah ada" ujarnya.

Sementara itu, Gubernur NTT diwakili Asisten Administrasi Umum Setda Provinsi NTT, Kosmas Lana, meminta Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTT periode ini agar segera mengaktifkan lembaga penyiaran terutama yang ada di daerah perbatasan. 

“Provinsi ini berbatasan langsung dengan Timor Leste karenanya sangat membutuhkan lembaga penyiaran yang berkualitas, sehingga dapat memberikan edukasi terhadap kehidupan masyarakat,” kata Gubernur dalam sambutannya yang dibacakan.

Dia berharap Anggota KPID NTT sekarang dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan profesional. Gubernur juga minta KPID dapat meningkatkan semangat proaktif untuk mendorong lembaga penyiaran yang sudah ada agar tetap aksis menjalankan fungsinya dan mendorong mengaktifkan kembali lembaga penyiaran yang tidak aktif, khususnya yang ada di daerah perbatasan.

"Kita semua tahu kerja KPID menggunakan norma dan kaidah penyiaran. Ini yang akan menghasilkan nilai antara lain nilai keharmonisan, kepatutan, kesusilaan, dan nilai budaya yang harus dijunjung tinggi dan dipertahankan," katanya.

Gubernur menekankan soal keragaman yang menurutnya pantas disiarkan. Karenanya dia minta kerjasama yang baik dan selalu memperhatikan media penyiaran lewat beberapa hal seperti konten penyiaran yang patut dan pantas serta kaitan jam siaran. Hal itu agar masyarakat yang dilayani mendapat nilai terutama nilai edukatif.

Adapun ketujuh anggota KPID NTT yang dilantik, yakni Yosef Kolo, Desiana Rumlaklak,Fredrikus Royanto Bau, Gasim, Jack Lauw, Onesimus YM Lauata dan Yuliana Tefbana. Dalam pelantikan itu, turut hadir Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Irsal Ambia, Kepala Dinas Kominfo Prov NTT, Abraham Maulaka dan Kepala Stasiun RRI, Ruslan Irianto. **

Jakarta – Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV 2019 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Periode 2 menetapkan lima kategori program siaran TV berhasil memenuhi standar nilai kualitas yang ditetapkan KPI yakni sebesar 3.0 dari delapan kategori program yang menjadi kajian riset. Kelima kategori program tersebut yakni program wisata dan budaya (3.19), religi (3.09), berita (3.21), anak (3.12) dan talkshow (3.22). Hal ini melampaui hasil riset periode pertama yang hanya empat kategori program dengan nilai di atas standar. 

Sayangnya, dalam riset periode dua ini, terdapat tiga kategori program yang belum memenuhi standar antara lain program Infotainmen (2.34), variety Show (2.52) dan Sinetron (2.48). Perolehan nilai ketiga kategori program ini cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan riset KPI periode pertama yakni variety show (2.75), infotainment (2.56), dan sinetron (2.53).

Koordinator bidang Riset KPI Pusat, Andi Andrianto, mengatakan hasil riset periode dua ini menandakan adanya peningkatan cukup signifikan terutama pada lima kategori program yang nilainya telah memenuhi standar. “Perolehan pada kelima kategori itu termasuk konsisten karena dari setiap periode riset nilainya selalu memenuhi standar KPI,” katanya kepada kpi.go.id.  

Dia berharap, hasil yang dicapai kelima kategori program ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Hasil ini juga dapat menjadi acuan dan masukan bagi pengiklan untuk menempatkan iklan pada kelima kategori program yang berdasarkan hasil riset indeks KPI telah berkualitas. 

Terkait tiga kategori program yang masih di bawah standar kualitas, Andi mengatakan harus ada langkah strategis dan juga sinergi dari berbagai pemangku kepentingan penyiaran untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ketiga kategori program tersebut terutama program inforainmen.

Berdasarkan catatan KPI, dalam lima tahun terakhir, program sinetron, variety show, dan infotainmen, masih belum meningkat indeksnya. Artinya tiga kategori program siaran tersebut belum memenuhi standar kualitas KPI selama lima tahun pelaksanaan riset. 

Ada catatan yang perlu diperhatikan lembaga penyiaran, misalnya untuk program variety show yaitu aspek relevansi topiknya, kepekaan sosial, masih ada muatan kekerasan, tidak menghormati orang dan kelompok tertentu. Kemudian untuk program sinetron, riset KPI masih menemukan adanya aspek ‘kekerasan’ dan persoalan ‘relevansi cerita‘. 

“Sementara untuk program infotainmen aspek yang masih perlu mendapat perhatian adalah aspek untuk menghormati kehidupan pribadi, menghormati nilai dan norma sosial dan informative,” kata Andi. 

Meskipun masih perlu perbaikan agar sesuai dengan standar kualitas KPI, dalam tiga tahun pelaksanaan riset (2017-2019), indeks keseluruhan dalam setiap periode berbeda-beda namun beberapa program siaran menunjukan trend perubahan ke arah lebih baik. Pada periode pertama tahun 2017; 2.84 dan periode kedua 2.88. Pada periode pertama tahun 2018, 2.84, periode kedua 2.87, periode ketiga 2.81. Pada periode pertama tahun 2019, indeksnya 2.93 serta periode kedua tahun 2 indeksnya 2.90. ***

Link Buku Hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode 2 Tahun 2019

 

Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah mengeluarkan 81 sanksi atas pelanggaran isi siaran yang dilakukan televisi dan radio sepanjang tahun 2019. Ke-81 sanksi itu terdiri atas 72 teguran tertulis, 6 teguran tertulis kedua dan 3 penghentian sementara. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Mimah Susanti mengatakan, sanksi didapat dari hasil pemantauan langsung KPI Pusat terhadap 16 televisi berjaringan, 25 radio berjaringan dan 15 lembaga penyiaran berlangganan. Hal ini disampaikannya di kantor KPI Pusat, usai pelaksanaan kegiatan Refleksi Akhir Tahun KPI 2019, (11/12).

Disampaikan pula oleh Santi, dari 81 sanksi ini, pelanggaran terbanyak dari program jurnalistik sebanyak 24 sanksi, diikuti oleh program iklan, program talkshow dan program variety show yang masing-masing mendapat 10 sanksi. Sedangkan jenis pelanggaran yang dilakukan televisi dan radio, didominasi oleh pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak dan remaja, penggolongan program siaran dan penghormatan atas hak privasi. 

Santi juga menyampaikan, bahwa sepanjang Januari hingga November 2019, KPI telah menerima 4.166 aduan dari masyarakat. Aduan ini diterima KPI melalui berbagai platform, yakni email instagram, twitter, facebook, surat masuk/ tatap muka dan SMS/ whatsapp. “Aduan yang masuk ke KPI, paling banyak soal klasifikasi program, kekerasan dan hak privasi. Sedangkan untuk program yang paling banyak diadukan adalah variety show, sinetron seri dan talkshow”, ujarnya. 

Dalam menindaklanjuti aduan masyarakat ini, KPI selalu melakukan verifikasi tayangan yang diadukan lewat data pemantauan langsung yang dimiliki KPI. “Tidak semua aduan terbukti melanggar, ada juga aduan yang tidak bisa ditindaklanjuti misalnya karena data yang tidak lengkap seperti identitas dan alat bukti yang tidak cukup atau memang bukan merupakan pelanggaran terhadap regulasi siaran”, ungkap Santi.

Santi juga menyadari bahwa jumlah sanksi yang dikeluarkan KPI tahun ini lebih banyak dari tahun sebelumnya. Dirinya berharap, lembaga penyiaran dapat memperhatikan betul kepentingan anak dan remaja dalam setiap konten siaran, baik itu pada program jurnalistik, variety show, talkshow atau iklan sekali pun. “Setiap bulan KPI selalu menyelenggarakan Sekolah P3SPS,”tutur Santi. Sebaiknya lembaga penyiaran memanfaatkan betul Sekolah P3SPS ini untuk memahami perspektif perlindungan kepentingan anak dan remaja yang menjadi semangat dari P3SPS KPI 2012. 

Ke depan, untuk Sekolah P3SPS ini, KPI akan memperluas jangkauannya hingga dapat diikuti oleh berbagai organisasi masyarakat dan organisasi kepemudaan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kualitas siaran, dengan memahami tata cara melaporkan konten-konten siaran yang bermasalah ke KPI.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mulai menyiapkan diri untuk menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di sejumlah daerah di tanah air pada 22 September 2020. Langkah awal persiapan dengan menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD di Jakarta, Kamis (5/12/2019). 

Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, mengatakan pihaknya ingin mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya dari lembaga penyiaran terkait agenda Pilkada 2020 lewat diskusi ini. Meskipun Peraturan KPU sudah disusun, namun secara detail dan teknis menurutnya belum dijabarkan. 

“Dari hasil ekspose buku kemarin, banyak mengevaluasi pada liputan berita dan iklan kampanye. Karenanya, kami ingin bapak dan ibu narasumber memberikan masukan dan saran dalam FGD hari ini. Sebagai alat kontrol sosial, media diharapkan dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia penyiaran,” kata Santi saat membuka diskusi itu.

Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengungkapkan aturan tahapan Pilkada 2020 tidak jauh berbeda dengan penyelenggaraan dengan Pilkada 2018 lalu. Sayangnya, penyelenggaraan Pilkada 2018 lalu belum sepenuhnya terevaluasi secara baik, namun demikian pihaknya tetap berusaha memberikan pengawasan secara maksimal.  

Narasumber diskusi yang juga Dirut dan Pemred CNN Indonesia, Titin Rosmasari, menyinggung persoalan keterbatasan slot dan regulasi yang ketat padahal lembaga penyiaran banyak mendapatkan pemasukan dari momen tersebut. Dia juga menyoroti aturan yang lebih fokus pada pemberitaan dan iklan kampanye yang dinilainya tidak ramah kepada media. 

“Masa kampanye yang singkat ini menyulitkan kami. Lalu, batasan jumlah spot yang hanya 10, apakah boleh batasan iklan ini dibicarakan lagi untuk memberikan spot lebih banyak. Kemudian, durasi spot iklan hanya 30 detik. Larangan pemberian ucapan, ini kenapa dipermasalahkan, pengucapan selamat tahun baru, dan sebagainya menjadi wajar sepanjang tidak menyapaikan visi dan misi,” ujar Titin dalam presentasinya.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Neil Tobing, berbicara mengenai batasan dan berbagai larangan yang ada dalam Peraturan KPU. Menurutnya, aturan itu membuat banyak orang tidak tidak tahu visi dan misi dari seorang calon.

Dia juga mempermasalahkan aktifitas media sosial dalam kegiatan Pemilu. Menurutnya, hal ini harus diatur secara tegas dalam PKPU. “Media sosial harus diklarifikasi. Apakah KPU tidak sadar bahwa lembaga penyiaran itu memiliki struktur yang jelas,” kata Neil, salah satu narasumber diskusi. 

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, mengatakan di banyak negara, iklan kampanye di lembaga penyiaran diatur oleh lembaga terkait. Tapi di Indonesia diatur oleh KPU. “Sebenarnya KPI yang memiliki otoritas dan mengetahai regulasi iklan kampanye lebih detail dan konkret,” tegasnya, di sela-sela diskusi. 

Irsal juga mempermasalahkan metode pendidikan politik yang hinga hari ini dinilai belum jelas. “Peraturan yang berubah-ubah menjadikan KPI sebagai follower dan hanya mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Makanya KPI perlu didorong untuk membuat sebuah regulasi yang konkret,” tandasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.