- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 8554
Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta seluruh lembaga penyiaran tidak menampilkan materi yang menstimulasi pernikahan usia muda dalam program siaran. Lembaga penyiaran seharusnya mendorong dan mendukung upaya pemerintah untuk menekan angka perkawinan di bawah usia dewasa yang masih tinggi di Indonesia.
Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengatakan pernikahan usia muda di bawah 18 tahun adalah persoalan yang sangat krusial di negara ini. Berdasarkan data penelitian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan ada sekitar 36,62 persen anak perempuan menikah untuk pertama kali pada usia 15 tahun atau kurang. Kemudian, menikah di usia 16 tahun ada 39,92 persen dan 23,46 persen kawin di usia 17 tahun.
Dari data tersebut menunjukan betapa anak perempuan yang menikah di usia muda masih sangat tinggi di Indonesia. Menurut Nuning, menikah di usia muda atau di bawah 18 tahun akan menimbulkan dampak negatif bagi pelaku baik secara fisik maupun psikologis.
“Salah satu dampak buruk yang akan mereka rasakan khususnya bagi anak perempuan adalah pendidikan. Bagi anak-anak perempuan yang pernah menikah dini atau bercerai muda biasanya akan kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan. Ada juga yang tidak mau melanjutkan sekolahnya karena berbagai sebab antara lain karena tanggung jawab merawat anak atau malu karena status pernikahannya,” jelas Nuning,
Selain itu, lanjutnya, kebijakan kebanyakan sekolah di Indonesia akan menolak anak perempuan yang sudah menikah untuk mengeyam kembali bangku sekolah. “Dampak jangka panjang yang akan dirasakan oleh mereka diantaranya adalah hilangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak karena hilangnya kesempatan mengenyam pendidikan formal. Dengan mengakhiri sekolah, semakin kecil kesempatan untuk bekerja bagi para perempuan tersebut,” tegas Nuning.
Dengan beberapa pertimbangan yang dijelaskan oleh Nuning di atas, KPI meminta lembaga penyiaran agar memperhatikan dua poin di bawah ini:
1. Program siaran harus turut serta dalam mengurangi tingginya jumlah perkawinan anak dan mengurangi dampak dari menikah muda dengan tidak menayangkan program siaran yang menstimulasi masyarakat untuk menikah di usia muda atau menikahkan anak di usia muda seperti menghadirkan narasumber anak atau pasangan nikah muda, mengeksploitasi dan bahkan menyajikan nikah muda sebagai sesuatu yang lumrah, dan disajikan tanpa perspektif bahaya atau dampak buruk dari pernikahan anak. Pasalnya, hal itu sangat tidak memiliki perspektif perlindungan kepada anak dan remaja.
2. Mengajak lembaga penyiaran untuk menjadi salah satu elemen yang terlibat dapat upaya menekan tingginya angka pernikahan anak.
Dalam kesempatan itu, Nuning menyampaikan banyaknya keluhan dan pengaduan terhadap program acara yang mengundang pasangan menikah yang salah satunya masih di berusia muda untuk dieksploitasi dan jadi bahan candaan. “Kami telah mendapat banyak aduan terkait tayangan tersebut dan hal ini menjadi salah satu alasan kami memerintahkan lembaga penyiaran untuk tidak lagi memberi ruang bagi tayangan yang menstimulasi penikahan di usia muda,” tandas Nuning. ***