Ambon - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pattimura Ambon menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion) Panel Ahli Survei Indeks Kualitas Siaran Televisi Periode I yang digelar di Swiss-BelHotel Kota Ambon, Jum'at (22/5).

Diskusi bertujuan untuk memperbaiki kualitas program siaran televisi. Program siaran televisi diharapkan bukan sekadar memenuhi standar penilaian pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran, tetapi juga dapat melihat analisis pengaruh dari suatu tayangan program televisi.

Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat, Ubaidillah berharap kerja para intelek ini hasilnya kelak benar-benar bermanfaat untuk masyarakat secara luas serta menghasilkan masukan yang mendalam mengenai berbagai program acara yang di sajikan oleh lembaga penyiaran sesuai dengan tujuan UU Penyiaran yaitu ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sementara Dekan FISIP Universitas Pattimura Prof. Dr. Tonny Pariela MA. Menyampaikan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang di lakukan oleh KPI Pusat bersama 12 Perguruan Tinggi ini adalah sebagai salah satu alat penentu kebijakan yang di keluarkan KPI.

Dengan Diskusi ini Unpatti berharap masyarakat mempunyai opsi terbaik dalam hal tayangan yang disajikan lembaga penyiaran sehingga unpatti mendorong pada diskusi kali ini mendapatkan pemikiran yang produktif sehingga pada saatnya nanti mendapatkan nilai yang konferhensif demi masa depan bangsa.

Diskusi ini menghadirkan sejumlah ahli dari daerah Maluku yaitu: Antasari Bandjar, SS., M.I.Kom dan Said Lestaluhu., S.Sos., M.Si. Kategori Berita dan Talkshow, Sandra I. Telussa S.Sos., M.Si dan Vransisca Kissya, SE., MA. Kategori Sinetron dan Anak, Fatmawati Rumra, S.Sos. M.Si. dan Selvianus Salakay, S.Sos Kategori Religi dan Wisata Budaya, Dra. D. L. Y. Lopulalan M.Si. dan Yustina Sopacua kategori Variety show dan Infotainment. Ujar Isma Dwi Fiani 

Para ahli tersebut hadir sesuai dengan kualifikasi yang diberikan oleh KPI yaitu orang-orang yang paham mengenai metodologi komunikasi, komunikasi massa, religi, sosial-budaya, psikologi, dan politik. Sambung Isma.

Pada diskusi yang di lakukan sebagian besar para panelis ahli berpandangan bahwa tayangan berkategori berita, sinetron dan infotainment memiliki efek yang kurang baik terhadapan masyarakat, sehingga memerlukan perhatian lebih khusus lagi. Tutup Achmad Zamzami pada penutupan Diskusi. ZA

 

 

Medan - Program berita di televisi masih sangat terlihat adanya kecenderungan afiliasi pada pilihan politik pemiliknya. Hal tersebut dianggap membuat pemberitaan di televisi hanya mempertajam polarisasi dan segmentasi masyarakat. Itulah swbagian dari catatan para panelis ahli dalam Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi saat membahas program siaran berita, dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) Panel Ahli di Medan, (23/5).

Muba Simanihuruk, sosiolog dari Universitas Sumatera Utara, salah satu panel ahli dalam FGD tersebut menyatakan, dirinya melihat adanya kecenderungan pemberitaan di televisi terlihat seragam. “Meskipun ada beragam televisi, tetapi pada dasarnya isinya sangat seragam,” ujar Muba. Muba juga melihat adanya kecenderungan televisi melakukan kapitalisasi polarisasi masing-masing kubu, yang disebabkan adanya koalisi dari pemilik televisi dan pimpinan partai politik.

Muba memahami bahwa televisi sulit menghindar dari keberpihakan. “Tapi basic true harus jelas disampaikan,” ujarnya. Tak heran kalau kemudian banyak yang merasa bahwa televisi menyajikan kebohongan secara telanjang pada publik. Muba pun mempertanyakan standar kompetensi dari para jurnalis di televisi, karena sangat terlihat jelas biasnya pemberitaan.

Adanya keberpihakan dalam pemberitaan di televisi juga diamini oleh panel ahli lainnya, Marina Azhari Nasution selaku praktisi media yang juga dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan. Dalam penilaiannya atas sample tayangan program berita, Marina memaparkan adanya keberpihakan tersebut. Catatan lain dari Marina adalah prinsip cover both side yang tidak lagi dilaksanakan dengan konsisten, narasumber yang tidak selalu ada, bahkan acap kali tidak lengkap 5W+1H-nya. “Anehnya, ketiadaan nara sumber justru pada pemberitaan  tentang kepentingan publik seperti berita bencana alam,” ujar Marina.

Marina juga menunjukkan pula program-program berita mana saja yang punya kecenderungan pada partai politik yang terafiliasi dengan pemilik televisi. “Media memang beragam, tapi apakah berita juga beragam?” tanya Marina. Selain itu Marina juga mencatat bahwa sudah ada televisi yang menyuarakan kelompok masyarakat yang tidak dapat bersuara, voice of the voiceless. Namun sayangnya masih berdurasi pendek saja.

Jika dikaitkan dengan kondisi sosial politik terkini Muba menilai hal ini ada kaitannya dengan akumulasi kebencian terselubung yang dibangun bertahun-tahun oleh media. Dia berharap agar pengelola televisi melakukan filter yang berlapis dalam menyajikan berita di tengah publik. Dengan demikian televisi tidak sekadar informatif, tapi juga memberikan edukasi pada publik, yang melampaui kepentingan politik dan kelompok. Nauli

 

 

Medan – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap hasil kajian panel ahli dalam riset indeks kualitas program siaran televisi 2019 mampu menghasilkan standar tinggi tayangan yang diproduksi lembaga penyiaran. 

“Pertemuan ini merupakan langkah untuk mencermati kualitas berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan terhadap tayangan televisi kita,” kata Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, saat membuka diskusi kelompok terpumpun atau FGD Panel Ahli Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI 2019 di Medan, Kamis (23/5/2019).

Mayong mengungkapkan, riset indeks kualitas siaran kali ini mengambil sampel tayangan lebih banyak dan jangka waktu pendalaman yang lebih lama dibanding riset atau survei sebelumnya. Diharapkan penilaian para ahli jadi lebih obyektif, representatif, dan mencerminkan wajah program televisi yang sebenarnya.

“Hasil riset ini akan kami sampaikan ke lembaga penyiaran, berupa hasil pengamatan dari 12 kota yang melibatkan 12 universitas. Bahkan, penilaian riset ini lebih disasar pada program siaran yang memiliki kualitas program yang baik,” tambah Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran ini.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin, mengatakan, riset indeks kualitas ini semakin baik dari kegiatan survei di waktu-waktu sebelumnya. Selain itu, riset ini bukan sebagai penanding dari riset yang sudah ada dan lebih ditujukan sebagai pelengkap data,  baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 

“Riset yang melibatkan para mahasiswa ini dimaksudkan juga sebagai pendorong untuk memberi pemahaman tayangan yang berkualitas dan tidak berkualitas. Riset indeks KPI ini dapat juga menjadi rujukan kalangan akademisi untuk melakukan pengkajian atau pendalaman data yang menghasilkan riset berkualitas.   

Sementara itu, Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang,  menjelaskan, riset indeks ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan KPI. Kegiatan riset di Kota Medan, Sumatera Utara, yang bekerjasama dengan USU telah berjalan lima tahun, dan setiap tahun dilaksanakan tiga kali. Dia berharap hasil riset ini dapat mengubah dan memperbaiki kualitas tayangan TV di Indonesia. *

 

 

 

Surabaya – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap kedalaman hasil riset indeks kualitas KPI terhadap tayangan televisi dapat menjadi acuan bagi pengiklan mencapai brand safety. Brand safety merupakan strategi agar produk iklan yang disampaikan tidak malah merusak nilai dari merek sebuah jasa pelayanan atau barang dagangan.

Harapan tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat membuka Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD Panel Ahli Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2019 area Surabaya, Kamis (23/5/2019) di Hotel Bumi Surabaya, Jawa Timur. 

Menurut Nuning, perubahan nomenklatur kegiatan dari survei ke riset diharapkan tingkat kedalaman hasil juga semakin terlihat. “Sejauh mana program siaran itu mengedepankan prinsip kepentingan publik, nilai-nilai kemanusiaan, prinsip perlindungan anak dan remaja, nir kekerasan dan nir eksploitasi," tambahnya yang diamini Ketua KPID Jatim. Afif Amrullah serta Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya, Totok Susanto.

Hasil riset indeks ini, lanjut Nuning, diharapkan jadi rujukan bagi lembaga penyiaran untuk memperbaiki kualitas program siaran. Program siaran yang mengantongi nilai indeks kualitas yang tinggi dapat dijadikan "model" bagi lembaga penyiaran lainnya dalam memproduksi progam siaran. Sedangkan program siaran dengan indeks rendah diharapkan segera melakukan perbaikan,” katanya. 

“Nilai Indeks kualitas yang tinggi ini juga dapat dijadikan referensi bagi agensi iklan dan merek untuk melindungi brand mereka, dengan meminimalkan resiko iklan brand tampil di program siaran yang tidak berkualitas,” papar Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran ini. 

Pada riset indeks KPI tahun ini, kategori program siaran yang menjadi objek survei ada 8 program siaran yaitu berita, talkshow, sinetron, anak, religi, wisata budaya, variety show dan infotainment. Sementara, tim panel ahli riset terdiri dari 8 orang yang memiliki keahlian dari berbagai bidang. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh lembaga penyiaran untuk tidak menyiarkan tayangan bermuatan kekerasaan dalam liputan unjuk rasa terkait penetapan hasil pemilu  2019, atau yang dapat mengarah pada tindakan provokatif. Dalam penyampaian berita, Lembaga Penyiaran harus senantiasa berpedoman berpedoman pada P3SPS yaitu; akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, tidak mempertetangkan SARA, serta tidak membuat berita bohong.

Hal itu ditegaskan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, di Kantor KPI Pusat, Rabu (22/5/2019). Permintaan itu telah disampaikan KPI secara langsung kepada seluruh pemimpin redaksi pemberitaan di lembaga penyiaran.

Menurut Yuliandre, situasi yang terjadi saat ini harus disikapi lembaga penyiaran dengan menyiarkan informasi yang positif dan menyejukan. Lembaga penyiaran memiliki tanggunjawab menjaga keutuhan bangsa dan menjaga rasa aman masyarakat dengan pemberitaan yang proposional. 

“Pemberitaan tentang unjuk rasa diharapkan tidak difokuskan pada konflik yang terjadi di lapangan dan menimbulkan persepsi heroik, karena penyampaian aspirasi melalui unjuk rasa merupakan hak warga negara tetapi harus tetap berada pada koridor UU dan tidak menimbulkan gangguan pada warga negara lainnya,” kata Ketua KPI Pusat.

KPI juga meminta Lembaga Penyiaran untuk menginformasikan berita yang mengarah pada kondisi pemulihan konflik dan mengedepankan nilai kesatuan dan persatuan bangsa. Porsi pemberitaan diharapkan lebih pada penyampaian informasi dengan narasumber dari pihak keamanan dan tokoh - tokoh dengan imbauan yang menyejukkan dan konstruktif.

Dalam kesempatan itu, KPI memberikan apresiasi kepada Lembaga Penyiaran yang telah menjalankan fungsi kontrol sekaligus perekat sosial melalui penyampaian informasi yang kredibel sebagai penyeimbang informasi yang beredar melalui sosial media, baik dalam bentuk live broadcast, video yang direkam dengan mempergunakan gadget, maupun deskrispi narasi yang cenderung tendensius. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.