Banyumas – Sensor tayangan di televisi tak harus mengandalkan lembaga sensor yang ada. Peran sensor itu dapat dimulai dari masyarakat dengan kemampuan memilihkan tayangan yang pantas untuk keluarga khususnya anak-anak. 

Hal itu disampaikan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah Asep Cuwantoro, di sela acara Nonton Bareng Layar Tancap dan Pertunjukan Rakyat di Desa Baseh, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (15/6/2019) malam. Kali itu, Asep menyempatkan ‘manggung’ di tengah penampilan guyon maton dari Warung Ndeso, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai tayangan televisi di Indonesia.

Menurutnya, saat ini masih ada tayangan di televisi yang kurang pas disaksikan anak-anak. Asep menunjuk contoh, sinetron dengan adegan kekerasan, tayangan musik dengan goyangan yang aduhai, bahkan film anak-anak atau kartun pun ada yang meloloskan adegan pukul-pukulan.

Pria itu mengibaratkan, jika dulu para pendahulu menghadapi penjajahan dari bangsa lain, namun sekarang justru masyarakat Indonesia seolah dijajah media. Semua produk yang dipakai oleh masyarakat adalah hasil pengaruh dari media.

“Saat ini kita dijajah oleh media, bukan bedil lagi. Dari ujung rambut sampai ujung kaki dipengaruhi oleh media,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Asep mengajak masyarakat Desa Baseh untuk lebih cerdas dan selektif dalam memilih tayanyan yang layak dikonsumsi, khususnya bagi anak-anak. Hindari tontonan yang saru dan mengandung unsur sadis.

“Ini harus kita sadari, Bapak dan Ibu yang ada di desa ini jangan sampai menjadi korban media. Jadilah masyarakat yang cerdas dalam mengonsumsi media,” jelasnya.

Besarnya pengaruh media disadari oleh Dumini (36), warga Desa Baseh. Ibu dari dua anak ini merasa diingatkan jika tayangan televisi bisa berbahaya, terutama untuk anak bungsunya Indi (7), termasuk pada film kartun yang sangat disukai putrinya. Sehingga Dumini berinisiatif mendampingi putrinya.

“Jadi tau kalau ternyata tayangan di televisi itu ada unsur bahayanya, walau di film kartun. Harus didampingi dan dikasih tahu mana yang baik dan tidak,” ungkap Dumini.

Sementara, Suimah (47) justru mengungkapkan kesulitannya menyuruh anaknya untuk belajar di malam hari ini. Sebab, masih ada film kartun yang tayang di malam hari. Dia berharap adanya pembatasan waktu tayang tontonan anak-anak.

“Anak saya sukanya Upin Ipin, bagus sih, agak mendidik, cuma tayangnya ada yang mulai maghrib sampai malam. Apalagi ada salah satu channel kartun (tayang) terus sampai malam,” ungkapnya.

Komisoner KPI Pusat Dewi Setyarini mengapresiasi kegiatan sosialisasi semacam itu. Tak hanya mengedukasi, tapi juga menjaga kearifan lokal. Tayangan di televisi dan radio pun diharapkan bisa mengangkat kearifan lokal menjadi global. Terlebih di era globalisasi saat ini, di mana suatu tayangan tidak hanya bisa dinikmati oleh daerah tertentu saja.

“Penyiaran kita harus menjadi tonggak budaya lokal menjadi budaya global. Seperti budaya Banyumas dengan ngapaknya bukan berarti menjadikan minder, tapi bisa menjadi totonan yang menarik. Terlebih tayangan lokal bisa didengar dan dilihat oleh siapa saja di seluruh dunia melalui streaming,” tandas Dewi. Red dari Diskominfo Jateng

 

Dari kiri: Atase Penerangan, Sosial dan Politik Kedubes RI di Washington DC Yudo Sasongko, Maruli Matondang, Chairman FVV Ajit V Pai, Yuliandre Darwis, Mayong Suryo Laksono, Sekretaris Kedua Kosuler Kedubes RI Denny.

Washington - Dunia terus berubah, dan kita dituntut untuk terus menuesuaikan diri dengan perubahan itu. Tidak di Indonesia, tidak juga di Amerika Serikat (AS). Pemahaman bersama itu tersirat dalam pertemuan antara Ketua KPI Yuliandre Darwis dengan Chairman Federal Communications Commission (FCC) Ajit V Pai di kantor FCC, Washington DC, Jumat (14/6/2019). Pertemuan itu merupakan lanjutan pertemuan keduanya di forum penyiaran dunia di Las Vegas, 2017. Ikut serta dalam delegasi RI adalah Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran Mayong Suryo Laksono dan Sekretaris KPI Maruli Matondang.

Pai menjelaskan, berbeda dengan KPI, bahwa pekerjaan lima orang Komisioner FCC termasuk juga mengatur tata niaga penyiaran.

“Masa kerja kami lima tahun, keseluruhan staf kami 250 orang, namun tidak mengawasi siaran televisi terus-menerus,” kata Pai.

“Selain karena sistem penyiaran kami sudah matang, para penyelenggara siaran sudah tahu akan batasan dan aturan yang tetap ada meski tidak untuk mengekang kebebasan dan kemerdekaan bersiaran, masyarakat kami sudah cukup sadar sehingga merekalah pemantau siaran kami, bahkan tak jarang ada yang kirim email atau menelepon saya secara langsung kalau ada masalah dengan siaran televisi.”

Namun sebagai lembaga yang bekerja atas dasar hukum dan peraturan, FCC sering juga menghadapi kendala karena perubahan peraturan atau peraturan yang terlambat mengantisipasi teknologi dan segala perubahan. “Ada kalanya situasi berubah cepat namun pembahasan di Parlemen lambat,” tambah Pai.

Mengenai media-media baru dan media sosial, menurut Pai, FCC mengalami kendala, bahkan belum memutuskan langkah yang pasti akan diatur seperti apa. “Sebab mereka berdalih di balik kebebasan dan hak untuk mendapat informasi, dan itu tidak boleh dihalang-halangi.”

Maka yang dilakukan adalah memgupayakan tata niaganya agar adil bagi siapa saja, baik masyarakat penonton maupun sektor bisnisnya. “Ini yang sedang kami upayakan.”

Pai tidak heran ketika mendapat penjelasan dari Yuliandre, bahwa situasi Indonesia kurang-lebih sama. “Selain mengantisipasi digitalisasi dan media-media baru, kami juga harus menjaga prinsip keragaman isi dan keragaman kepemilikan lembaga penyiaran,” Mayong menambahkan.

“O begitu ya? Kalau kami keragaman pemilikan itu dibatasi dan diatur oleh undang-undang. Tapi soal kecanggungan menghadapi media baru, kita berada di posisi yang sama, hahaha...,” jawab Pai.

Pertemuan berlangsung hampir 60 menit, dan diakhiri dengan pertukaran cendera mata, sambil saling mengingatkan. “Kalau suatu saat Anda buat acara dan mengharapkan keterlibatan dan kehadiran saya, dengan senang hati saya akan datang. Mungkin saya bisa sekalian pergi ke Bali,” kata pria 46 tahun ini dengan ramah. Laporan MSL dari Washington

Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah tengah mempersiapkan pembuatan Rekor Muri Baru Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) di Semarang, Rabu (12/6/2019).

Wakil Ketua KPID Jawa Tengah Asep Cuwantoro mengatakan, pihaknya ingin membuat rekor muri baru yaitu siaran terpanjang dan terbanyak dalam bahasa jawa. “Pembuatan rekor muri sendiri sudah dilakukan KPID Jawa Tengah pada tahun 2014 siaran terpanjang dengan waktu 2 jam siaran secara langsung,” lanjutnya.

KPID Jateng, lanjutnya, mengajak Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Radio seluruh Jawa Tengah untuk berkerja sama dalam pembuatan rekor muri ini.

“Pembacaan berita akan dilakukan para pejabat yang ada di wilayah Jawa Tengah seperti Gubernur, Kepala Diskominfo, Bupati, Wakil Bupati, dan tokoh masyarakat,” ujarnya.

Pelaksanaan pembuatan rekor muri sendiri dilaksanakan pada Selasa (18/6) yang akan dikordinasi oleh LPP RRI Semarang. Red dari berbagai sumber

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tengah mempersiapkan Anugerah Syiar Ramadhan 1440 H. Rencananya, pemberian apresiasi bagi program siaran Ramadhan terbaik di tahun 2019 ini akan diselenggarakan pada awal Juli 2019 mendatang.

Ketua Panitia Anugerah Syiar Ramadhan 1440 H sekaligus Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengatakan anugerah ini merupakan agenda rutin KPI dan MUI serta Kemenpora dalam memberi penghargaan terhadap program acara berkualitas bertema Ramadhan, baik acara regular maupun non reguler. 

“Kami ingin menumbuhkan kesadaran bagi lembaga penyiaran dalam membuat program siaran yang berkualitas melalui program anugerah ini. Kami juga ingin mendorong penyiaran yang edukatif, informatif dan mengedepankan nilai-nilai religious,” kata Nuning.

Nuning mengatakan, anugerah kali ini akan memperlombakan belasan program kategori antara lain program sinetron, program dokumenter, program talkshow, program pencarian bakat, wisata budaya ramadhan, program realty show, program ceramah, program kultum dan lembaga penyiaran yang konsern terhadap program ramadhan. 

Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi Infokom MUI, Masduki Baidlowi, menyinggung salah satu program ramadhan yang betemakan wisata budaya karena lebih mengedepankan unsur budaya luar ketimbang lokal. Menurut dia, penggambaran nilai-nilai toleransi dalam program tersebut masih kurang. “Sebagian besar hanya fokus ke negara yang Islamnya minoritas saja,” katanya.

Sementara itu, wakil dari Kemenpora, Mustadin menyampaikan, pihaknya akan berperan aktif dalam Anugerah Syiar Ramadhan dengan ikut memberikan tambahan penghargaan untuk dai muda inspiratif, host inspiratif dan beberapa penghargaan lainnya. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengucapkan selamat atas terpilih dan dilantiknya Ketua dan Anggota Dewan Pers masa bakti 2019-2022. KPI berharap kepengurusan baru Dewan Pers tetap menjaga kemerdekaan pers serta meningkatkan profesionalitas insan pers di tanah air.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, saat menghadiri pelantikan dan pengenalan pengurus baru Dewan Pers di Hotel Sari Pan Pasifik, Rabu (13/6/2019). Turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin.

KPI juga mengucapkan selamat dan sukses untuk pengurus Dewan Pers periode 2016-2019 di bawah kepemimpinan Yosep Adi Prasetyo. 

Terpilih sebagai Ketua Dewan Pers 2019-2022 Mohammad Nuh, dengan Anggota yakni Arif Zulkifli, Hendry Ch Bangun, Jamalul Insan, Ahmad Djauhar, Agung Darmajaya, Asep Setiawan, Agus Sudibyo, dan Hassanein Rais. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.