Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo.

Jakarta – Inisiatif Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk melakukan pengawasan terhadap media baru diapresiasi salah satu anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo. Agus yang juga Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga & Luar Negeri Dewan Pers mengatakan, regulasi media baru seperti Youtube, Netflix, IGTV ataupun Facebook TV memang sangat dibutuhkan di era digital saat ini. Meski demikian, Agus menilai inisiatif terkait pengawasan media baru ini haruslah efektif agar tidak menimbulkan fireback kepada KPI sebagai sebuah institusi negara. Hal tersebut disampaikan Agus, saat diwawancara redaksi www.kpi.go.id, di kantornya, (13/8). 

Agus memaparkan, media baru saat ini merupakan medium yang sangat luas dan kompleks sehingga membutuhkan peraturan yang komprehensif dan multilayer.  Menurutnya yang diatur tidak hanya konten di media baru. Tapi juga ada beberapa aspek lain yang patut mendapat perhatian serus. Diantaranya kedudukan media baru sebagai korporasi, pajak, hak cipta serta penggunaan user behavioral data.  Di beberapa negara lain, menurut Agus, masalah media baru telah mendapat perhatian serius. Sedankan di Indonesia, masih belum ada aturannya. 

Terkait dengan usulan mewajibkan media baru berkantor di Indonesia, Agus melihatnya sebagai usaha mengintegrasikan perusahaan media sosial ini sebagai bagian subyek hukum di Indonesia. “Biar mereka tidak stateless!”, ujarnya. Mereka memang harus dimasukkan, diinkorporasikan dalam hukum Indonesia. Artinya, media baru ini bisa melakukan bisnis, namun juga dengan responsibility atau tanggung jawab yang harus dijalani. 

Pada prinsipnya Agus memandang pengaturan media baru sebagai suatu hal yang urgent. Khusus tentang Netflix dan Youtube, Agus  sepakat bahwa terdapat unsur penyiaran pada keduanya. “Ada kemungkinan praktek Netflix dan Youtube merupakan praktek broadcasting meskipun menggunakan teknologi internet”, ujarnya. Hal ini memang suatu area yang harus diatur, dengan tetap didasari studi yang komprehensif dan jangan terburu-buru. Dia menilai pembuatan aturan ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak agar dapat menghasilkan aturan yang lebih komperensif serta mengakomodir berbagai kepentingan. “Guna menciptakan regulasi yang tepat maka para stekeholder harus duduk bersama untuk merumuskan dan menyusunnya”, pungkas Agus. 

 

SIARAN PERS:

No: 03/KPI/HM.02.02/08/2019

Komitmen Awasi Televisi dan Radio, KPI Ajak Publik Rumuskan Aturan Yang Adil di Media Baru

Jakarta - Menyikapi wacana yang berkembang terkait pengawasan media baru seperti Netflix, Youtube dan sebagainya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menerima berbagai respon, masukan dan juga aspirasi dari beberapa kelompok masyarakat. Diantaranya  Koalisi Anak Madani Indonesia, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI),  Sahabat Yatim Indonesia (SAYATI), Forum Lestari Hutanku, dan Sahabat Anak Indonesia (SAI). Termasuk juga masukan dari warganet yang menyalurkan aspirasi melalui kanal Change.org. Untuk itu KPI menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas respon yang disampaikan publik terhadap wacana pengawasan dan pengaturan media baru ini. 

Sebagai wujud peran serta masyarakat yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran, KPI berkomitmen untuk bekerja berlandaskan pada Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Diantaranya dengan melakukan pengawasan optimal terhadap isi dari siaran televisi dan radio, termasuk melakukan revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), serta penegakan sanksi terhadap pelanggaran aturan tersebut. 

Adapun dengan dinamika perkembangan media baru melalui sistem over the top (OTT) yang terjadi saat ini, KPI menilai tetap membutuhkan perhatian dari semua pihak. Karenanya KPI akan menjadikan wacana ini sebagai bahan kajian untuk pengambilan kebijakan. Selain itu, KPI pun mengajak seluruh pihak untuk ikut menyumbangkan gagasan dalam pengaturan media baru ini. KPI berharap, dengan adanya kajian komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, akan menghasilkan pengaturan yang adil terhadap media baru. Sehingga keberadaan media baru pun ikut memberikan informasi yang berkualitas, serta kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat. 

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, sedang memaparkan materi penyiaran hadapan 1062 Mahasiswa yang ikut dalam kegiatan Pengenalan Kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku, di Ibukota Provinsi Maluku, Ambon, Senin (19/7/2019). 

Ambon – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak civitas akademika khususnya Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) melakukan Gerakan Siaran Sehat dengan ikut mengkampanyekan program siaran berkualitas dan positif lembaga penyiaran kepada masyarakat. 

“Gerakan ini tidak hanya melaporkan apabila menemukan siaran yang bertentangan dengan P3SPS tapi juga turut mengkampanyekan berbagai program siaran positif yang diproduksi lembaga penyiaran,” kata Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, di hadapan 1062 Mahasiswa yang ikut dalam kegiatan Pengenalan Kampus Universitas Kristen Indonesia Maluku, di Ibukota Provinsi Maluku, Ambon, Senin (19/8/2019). 

Hardly menjelaskan, pada 2018 lalu, KPI telah mengidentifikasikan 105 program siaran televisi yang menjadi nominasi pada berbagai ajang penghargaan lembaganya. Menurutnya, ini merupakan bukti bahwa industri penyiaran mampu memproduksi program siaran yang berkualitas. “Namun hal ini membutuhkan dukungan dan perhatian dari pemirsa televisi, agar program siaran yang berkualitas juga mendapatkan rating dan share yang tinggi, sehingga bisa tetap dipertahankan,” katanya.

Sebelumnya, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan ini menjelaskan kepada seluruh mahasiswa tentang wewenang, tugas dan kewajiban KPI berdasarkan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Dia menyampaikan bahwa KPI adalah lembaga independen sebagai  wujud peran serta masyarakat dalam di bidang penyiaran, agar konten siaran dapat senantiasa ditujukan untuk membangun karakter bangsa. 

Sayangnya, kata Hardly, dalam upaya mewujudkan siaran yang berkualitas tersebut, pihaknya seringkali harus berhadapan dengan kepentingan industri yang lebih mementingkan popularitas dengan ukuran rating dan share penonton. 

Dengan berbagai upaya yang dilakukan KPI selama ini, Hardly menilai sudah banyak program siaran yang mematuhi regulasi P3SPS KPI, meskipun masih ada beberapa program siaran yang harus secara serius dibenahi. Beberapa program yang perlu perbaikan antara lain kategori program variety show, sinetron dan infotainment.  

Dalam pemaparannya, Hardly menyampaikan bahwa perkembangan teknologi informasi saat ini telah menghantarkan pada masa disrupsi digital. Setiap individu, lanjut dia, dapat mengakses informasi apapun dari gadget atau perangkat yang berada dalam genggaman. “Untuk menghadapi dinamika tersebut, dan juga mendorong peningkatan kualitas program siaran maka dibutuhkan kesadaran kritis dari masyarakat sebagai pengguna media,” tegasnya.  

Menurut Hardly, literasi media adalah kunci untuk membuat masyarakat memiliki kemampuan menggunakan media dengan bertanggung jawab dengan memilih dan menyebarluaskan konten yang berkualitas, selain juga melaporkan apabila menemukan konten yang negatif. 

“Pengguna media yang cerdas itu akan menghasilkan konten informasi yang berkualitas dan sebaliknya konten yang berkualitas akan mencerdaskan pengguna media. Dan, di era disrupsi digital seperti ini, literasi media menjadi penting bukan saja untuk menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat sebagai penerima informasi, namun juga mendorong masyarakat untuk menghadirkan konten positif, paling tidak melalui media sosial,” tandasnya. ***

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan langsung jawaban yang ditunggu kalangan warganet terkait petisi #KPIJanganUrusinNetflix ke penggagas petisi, change.org dan remotivi di kantor KPI Pusat, Rabu (21/8/2019). Jawaban ini merupakan janji KPI yang disampaikan saat menerima petisi tersebut, Rabu pekan lalu.

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, saat menyampaikan jawaban tersebut mengatakan, pihaknya menyadari memang belum ada kewenangan KPI untuk melakukan pengawasan media baru karena tidak diatur dalam Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Menurutnya, wacana pengawasan media baru ini merupakan bentuk perhatian KPI terhadap kedaulatan bangsa, perlindungan masyarakat, adanya potensi ekonomi seperti pajak untuk negara dan keinginan membangun kesadaran publik terhadap media tersebut. 

“Karena itu, kami membuka diri atas semua masukan masyarakat terkait wacana pengawasan media baru. Masukan ini akan jadi kajian mendalam sebelum menghasilkan kebijakan yang dilandasi argumentasi yang benar dan membangun. Karena itu, kami menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas masukan ini,” kata Irsal Ambia yang didampingi Ketua KPI Pusat, Agung Suprio dan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo.

Irsal juga menegaskan, kritikan publik terhadap KPI akan menjadi pelecut untuk bekerja lebih keras dan sebaik mungkin. “Kita berkomitmen untuk menjadikan KPI lebih baik lagi,” tuturnya di depan awak media yang ikut menyaksikan pertemuan tersebut.

Sebelumnya, perwakilan dari Remotivi, Roy Thaniago, menyampaikan sejumlah masukan terhadap KPI antara lain pengawasan iklan yang dinilai sudah melebihi 20% dan komposisi produksi tayangan asing dan lokal di lembaga penyiaran khususnya televisi.

Sementara itu, Penggagas Petisi #KPIJanganUrusinNetflix, Dara Nasution, meminta KPI lebih banyak mengadakan literasi media secara aktif. Pasalnya, apa yang diperhatikan bukan aktivitasnya tapi medianya. ***

Link Siaran Pers KPI Terkait Jawaban Petisi #KPIJanganUrusinNetflix

 

 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat dimintai keterangan pers usai pertemuan dengan Mabes Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan jajaran Pimpinan Redaksi (Pimred) lembaga penyiaran di Kantor KPI Pusat, Senin (19/7/2019) siang. 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan akan menindak tegas lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dan imbauan KPI terkait dinamika sosial yang sedang terjadi di Manokwari, Papua Barat. Kepentingan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republk Indonesia (NKRI) menjadi pertimbangan KPI melakukan tindakan tersebut untuk meredakan dan menyejukan suasana.

Hal itu ditegaskan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat dimintai keterangan pers usai pertemuan dengan Mabes Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan jajaran Pimpinan Redaksi (Pimred) lembaga penyiaran di Kantor KPI Pusat, Senin (19/8/2019) siang. 

“Pemberitaan ini akan memberikan dampak besar maka lembaga penyiaran yang mengabaikan apa yang sudah kita putuskan dalam rapat hari ini tentu akan berimplikasi pada sanksi. Karena ini untuk kepentingannya nasional, maka sanksi mungkin akan lebih berat,” tegas Mulyo Hadi Purnomo.

Dia juga menyarankan lembaga penyiaran untuk memilih narasumber yang tepat untuk memberikan pandangan kejadian di Papua Barat. “Jadi jangan hanya sensasi yang dikedepankan tapi yang lebih besar dari itu adalah kepentingan nasional yang harus dikedepankan,” tegas Mulyo.    

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo, meminta lembaga penyiaran untuk ikut meredakan suasana dengan tidak mengulang-ulang gambar yang bernuansa provokatif dan juga tidak menggunakan diksi yang justru memperkeruh suasana.

“Memilih narasi dan diksi yang betul-betul kondusif. Kita khawatir apabila pemilihan narasi dan diksi maupun pengulangan foto dan video yang berulang akan menyebabkan impact sosial yang berkelanjutan dan ini harus kita jaga bersama. NKRI harus sama-sama kita pertahankan dan junjung tinggi,” jelas Jenderal Polisi bintang satu ini. 

Dalam kesempatan itu, Dedi atas nama Polri menyampaikan terimakasih kepada KPI atas inisiasi dalam menanamkan rasa kebangsaan dalam hal penyiaran.

Sebelumnya, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, mengatakan pihaknya banyak menerima aduan masyarakat terkait tayangan tentang kejadian di Manokawari, Papua Barat. Menurutnya, ada 13 stasiun televisi bersiaran jaringan nasional yang menanyangkan kejadian tersebut. 

“Ada dampak sosial dari pemberitaan ini. Karenanya, kita harus mengingatkan tujuan penyiaran guna menjaga persatuan Indonesia. Ini kepedulian kami terhadap penyiaran,” tandas Mimah Susanti. 

Adapun lima permintaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam imbauan yang disampaikan ke lembaga penyiaran:

1. Menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang tertulis dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pasal 4 huruf (a) 

2. Menjunjung prinsip-prinsip jurnalistik: akurat, adil, berimbang, tidak berpihak, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak menyampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, dan tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, sebagaimana tertuang dalam Standar Program Siaran (SPS) pasal 40 huruf (a)

3. Menyajikan liputan/berita yang tidak menimbulkan dampak sosial lanjutan.

4. Tidak melakukan pemberitaan ulang sebagai Breaking News/Info Terkini/penyebutan lainnya dan membuat judul/head line serta keterangan/caption yang berlebihan atau provokatif, mengulang potongan gambar kekerasan dan pengrusakan yang dikhawatirkan mengesankan keadaan genting pada wilayah liputan dan dapat memicu keresahan publik di wilayah lainnya.

5. Menyajikan keberimbangan pemberitaan dengan menyampaikan informasi yang sesuai dengan langkah-langkah penanganan keamanan yang dilakukan oleh aparat berwenang. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.