Mamuju - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dorong Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) siap menghadapi tantangan era digital dan berani kritisi kebijakan pemerintah.

Hal tersebut diungkapkan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Saut Situmorang, saat menerima kunjungan inspiratif dari Pengurus Persatuan Radio TV Publik Daerah Seluruh Indonesia (PERSADA.ID) dan sejumlah Kepala Dinas Kominfo Provinsi di Kanal Radio TV KPK Lantai VI Gedung KPK Jakarta, Selasa (27/8/2019) kemarin.

"Insan penyiaran daerah harus berani mengungkapkan dan mengkritisi kebijakan pemerintah apabila dianggap salah dan tidak sesuai ketentuan perundang-undangan," kata Saut Situmoran dalam rilis KPID Sulbar, Rabu (28/8/2019).

"Jangan pernah berpikir pesan yang disampaikan tidak bermanfaat untuk orang lain. Dalam setiap pesan pasti ada yang menerima manfaat dan bisa menjadi modal utamanya meraih kesuksesan," sambungnya.

Dalam upaya mencegah tindakan korupsi, KPK membuka peluang kerjasama dengan LPPL, sebagai salah satu media yang efektif.

"KPK ke depan bekerjasama dengan lembaga penyiaran di daerah agar setiap kunjungan pejabat atau komisioner KPK harus berkesempatan diwawancarai baik secara live atau tidak, ini bentuk penguatan KPK kepada LPPL untuk ambil bagian mencegah Korupsi," ujar Saut.

Menanggapi hal itu, Komisioner KPID Sulbar Busrang Riandhy, menyambut baik langkah KPK menjadikan Radio dan TV Publik Lokal sebagai media sosialisasi pencegahan korupsi.

"Kita mengapresiasi langkah yang akan dibangun PERSADA.ID dengan KPK, ini suatu inovasi dan langkah kreatif, tentu sebagai KPID akan mendorong itu dan mengingatkan lembaga penyiaran bukan hanya LPPL tetapi LPS serta Lembaga Penyiaran Komunitas agar ambil bagian dari program pencegahan korupsi demi kemajuan daerah," terang Busran.

Sementara itu, Urwa, Komisioner KPID Sulbar yang ikut dalam pertemuan di KPK dan RRI mengatakan saat ini di tengah masyarakat, kurang kesadaran terhadap media, padahal betapa pentingnya media yang kita miliki selama ini.

"Jika tidak ada radio di rumah dan kantor, ada HP yang memiliki radio, sisa colok hadset dan cari otomatis frekuesni di wilayah itu maka informasi akan muncul," jelas Komisioner Asal Polman ini.

Ia mengharapkan, para pengelolah LPPL untuk tidak takut, ketika sedikit banyaknya pendengar radio. Sebab, dari itu akan bermunculan SDM yang mampu menjaga bangsa dan negara ini lewat berbagai inovasi baru. Red dari KPID Sulbar

 

Nunukan - Mengantisipasi luberan nilai-nilai asing melalui penyiaran, maka keberadaan penyiaran nasional di daerah perbatasan menjadi penting dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Adanya siaran TV dan Radio penting didorong agar ideologi tetap terjaga di wilayah batas negara. Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam Launching Penyiaran Digital di Perbatasan, di Nunukan, MInggu (31/8/2019). 

"Penyiaran di perbatasan adalah upaya mensosialisasikan nilai-nilai ideologi bangsa," tuturnya dalam acara yang mengangkat tema "Menjahit Indonesia dari Perbatasan" itu.

Pria yang akrab disapa Agung ini juga mengatakan bahwa digitalisai sudah bergema dan harus disambut dengan kolaboratif. "Sistem penyiaran di perbatasan kita akan semakin baik melalui digitalisasi. Informasi akan semakin merata. Tentu saja ini tidak lepas dari kerja-kerja kolaboratif antar pihak," lanjut Agung.

Selain Agung, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner sekaligus Koordinator bidang Kelembagaan Irsal Ambia, Kordinator dan Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Mohamad Reza dan Aswar Hasan.

Selain menghadiri acara Digital di Perbatasan, KPI juga melakukan koordinasi dengan Dinas Kominfo Provinsi Kalimantan Utara. Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua KPI Pusat menegaskan penting keberadaan KPID di Kaltara. "Kalimantan Utara menjadi satu-satunya Provinsi yang belum ada KPI Daerah-nya," ujar Mulyo. 

Irsal Ambia menambahkan, jika KPID Kaltara terbentuk akan semakin memudahkan koordinasi antara KPI Pusat dan daerah. "Ada banyak hal yang menjadi fokus KPI saat ini. Jika KPID sudah ada di Kaltara tata kelola penyiaran akan semakin baik. Ini juga sesuai amanat Undang-undang Penyiaran," kata Irsal.

Senada dengan Mulyo dan Irsal, Mohamad Reza menyampaikan tentang perlunya kehadiran KPID di setiap Provinsi. "Kalimantan Utara ini berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Sehingga isu-isu penyiaran perbatasan juga harus diperhatikan. Ini juga alasan kenapa KPID Kaltara harus dibentuk," ungkap Komisioner dari Gorontalo ini. 

Terkait hal itu, Dinas Kominfo Kaltara mengatakan kendala pembentukan KPI Daerah di Kaltara adalah PP 32 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan penyiaran sebagai kewenangan pusat.  Karena itu, Kepala Dinas Kominfo Kaltara, Syahrullah Mursalin berharap kendala ini segera dicarikan solusi agar KPID Kaltara segera terbentuk. 

"Kami sadar meskipun tidak banyak, penyiaran di wilayah Kaltara  penting dikelola agar bukan penyiaran negara tetangga yang justru leluasa mengisi ruang-ruang keluarga di Kaltara ini," ungkapnya. ***

 

Nunukan - Mandeknya pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyiaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membuat pemerintah mulai habis kesabaran. Pemerintah membuka wacana untuk mengeluarkan aturan alternatif terkait industri penyiaran di Indonesia.

“Saya tidak keberatan untuk mengeluarkan aturan baru terkait penyiaran. Bahkan kolega saya di DPR menyarankan agar pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk kemudian minta persetujuan parlemen,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara usai meresmikan digitalisasi penyiaran bagi daerah perbatasan di GOR Dwikora, Nunukan, Kalimatan Utara, Sabtu (31/8/2019).

Rudiantara mengungkapkan, idealnya pemerintah menunggu DPR untuk dalam melakukan pembahasan revisi UU No.32/2002 tentang Penyiaran. Hal ini terutama berkaitan dengan digitalisasi siaran televisi. Namun hingga jelang berakhirnya masa jabaran anggota DPR periode 2014-2019, RUU tersebut belum juga disahkan.

“Sejak awal saya menjadi menteri hingga hampir berakhir, pembahasan RUU-nya tidak juga tuntas,” ujarnya.

Terkait digitalisasi siaran TV, Rudiantara mengungkapkan, proses inisiasi TV digital sudah mulai sebelum 2010. Selain itu, pemerintah juga sudah menguji coba siaran TV digital lebih dari dua tahun.

“Persoalannya untuk menyelenggarakan penyiaran digital secara penuh, analognya dihilangkan dan pindah ke digital harus merevisi UU Penyiaran,” ujarnya.

Bahkan apabila dimungkinkan, tambah Rudiantara, pemerintah bisa membuat regulasi terkait digitalisasi siaran televisi ini tanpa mengacu ke UU Penyiaran. Hal ini pernah terjadi ketika pemerintah menerapkan aturan mengenai layanan ojek online yang tidak mengacu ke UU mengenai transportasi.

“Ojek online saja tidak ada aturannya, tapi bisa diterapkan. Kenapa tidak kita coba untuk digitalisasi siaran televisi ini. Toh publik juga tidak dirugikan,” ujarnya.

Menurut Rudiantara, penggunaan siaran tv digital akan lebih mengefisiensikan penggunaan frekuensi ketimbang siaran analog. Di samping itu, siaran TV digital bisa memberikan ruang untuk penggunaan frekuensi untuk kebutuhan lain di samping kualitas gambar yang lebih baik.

“Kelebihan frekuensi itu bisa untuk broadband dan sebagian untuk (teknologi antisipasi) kebencanaan,” paparnya. Red daru mediaindonesia

 

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat bertemu Dubes RI untuk Ethiopia, Al Busyra Basnur, Senin (2/9/2019).

Jakarta - Duta Besar Republik Indonesia untuk Ethiopia, Djibouti dan Uni Afrika, Al Busyra Basnur, mengatakan tengah mengkaji perlunya peningkatan kualitas program siaran di kawasan benua Afrika. Gagasan ini disampaikan saat pertemuannya dengan Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Senin (2/9/2019) di Jakarta. 

Menanggapi itu, Yuliandre Darwis, menyatakan sangat mengapresiasi harapan dari Al Busyra untuk menghadirkan  regulator pengawas siaran televisi di tempatnya bertugas sekarang ini.

Menurutnya, penting menjaga tatanan dalam iklim penyiaran yang mengedukasi dimanapun. Ia menilai, adanya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menjaga tayangan lembaga penyiaran sangat strategi agar sesuai dengan koridor tatanan yang mendidik. 

 “Saya melihat peran regulator pengawas siaran ini sangat dibutuhkan di setiap negara. Peran dunia penyiaran yang cakupannya sangat luas, alangkah baiknya ada yang mengawasi seperti KPI yang tak henti mengawasi konten-konten siaran yang akan dikonsumsi oleh masyarakat luas,” ucap Andre.

Al Busyra mengatakan pihaknya berencana mengundang KPI untuk hadir sebagai narasumber dalam acara seminar masyarakat peduli penyiaran yang akan di selenggarakan beberapa waktu ke depan di Addis Ababa, Ibu Kota Ethiopia. 

Ia juga menekankan bahwa adanya asupan informasi yang diberikan KPI guna membuka cakrawala masyarakat yang di Ethiopia untuk peduli terhadap konten yang ada di Lembaga Penyiaran.

“Saya sangat berharap kontribusi dari KPI yang saya rasa cukup berhasil mengawal lembaga penyiaran di Indonesia. Dan saya juga berharap bisa diterapkan di Ethiopia,” jawabnya.

Di sela-sela pertemuan itu, Al Busyra mengajak komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis membuat sebuah maha karya berupa film hubungan Bilateral antara Indonesia dan Afrika. Dia mengklaim sangat bangga dapat bekerja sama dengan lembaga pemerintahan yang ada di Indonesia. 

“Afrika butuh Indonesia. Saya harapkan ini bisa didokumentasikan dalam bentuk sebuah film yang nantinya akan di produksi oleh Komisioner KPI kita, Uda Andre,” harapnya. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, bersama narasumber saat pemaparan di depan peserta Rapat Kerja Teknis (Rakernis) 2019 Humas Polri yang dihadiri seluruh Humas Polda Provinsi, di  Mabes Polri, Kamis (29/8/2019).

Jakarta – Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, mengharapkan kerjasama yang sudah digalang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait permasalahan penyiaran dapat diterapkan oleh Polda dan KPID di setiap Provinsi. Jalinan dua instasi ini akan melahirkan solusi dan kebijakan jika timbul permasalahan penyiaran di daerah. 

“Saya sangat berharap Humas Polda di setiap provinsi dapat menjalin kerjasama dengan KPID. Apalagi tahun depan akan berlangsung Pilkada di sebagian besar wilayah di negara ini. Komunikasi antara humas Polda dan KPID akan menyelesaikan kasus yang mungkin sama yang pernah terjadi di pusat,” kata Hardly di depan peserta Rapat Kerja Teknis (Rakernis) 2019 Humas Polri yang dihadiri seluruh Humas Polda Provinsi, di  Mabes Polri, Kamis (29/8/2019).

Di awal pemaparan, Hardly menceritakan bentuk kerjasama KPI dengan Polisi dalam kaitan program jurnalistik. Menurutnya, penanganan program ini akan berhadapan dengan sisi kebebasan pers karena kebebasan pers itu diartikan siapapun tidak boleh menghalang-halangi kegiatan jurnalistik atau liputan serta publikasi liputan tersebut. 

“Dalam konteks program jurnalistik ini, KPI selalu mengatakan kebebasan pers itu harus sejalan dengan kepentingan publik. Kebebasan pers itu bukan demi kepentingan pers sendiri, tetapi harus untuk kepentingan publik,” kata Hardly.

Selain itu, dalam konteks program siaran, termasuk jurnalistik, konflik merupakan hal yang menarik perhatian pemirsa. Hardly menceritakan, upaya KPI dalam menjaga situasi tetap kondusif ketika demontrasi yang berjilid-jilid imbas Pilkada DKI. 

“Saat itu, demontrasinya berjalan damai, tapi ketika massa dibubarkan pada sorenya, di beberapa titik terjadi konflik. Pada saat itu, ada beberapa TV yang dengan sengaja mengambil angle titik konflik tersebut untuk disiarkan. Bahkan, ada satu stasiun televisi yang dengan sengaja menampilkan visualisasi ban terbakar secara close up, sehingga dapat menimbulkan kesan Jakarta terbakar. Karena pada saat itu adalah siaran live, maka KPI langsung berkomunikasi dengan pimpinan redaksi stasiun televisi, agar dapat berhati-hati dalam memilih visualisasi maupun narasi yang akan disampaikan agar tidak menimbulkan ekses negatif,” terang Hardly. 

Kebijakan KPI lainnya terkait program siaran jurnalistik adalah pada saat demo pengumuman penetapan pemenang Pemilu 2019 di depan Bawaslu. Ada beberapa lembaga penyiaran yang menyiarkannya secara live, mulai sore hingga keesokan harinya. Hal itu, kata Hardly, membuat KPI mendapat beberapa aduan publik karena dianggap melakukan pembiaran liputan yang mengandung kekerasan.

“Saat itu, KPI memilih membiarkan, karena di satu sisi lembaga penyiaran masih cukup proporsional dalam menyampaikan peristiwa tersebut, tidak ada eksploitasi kekerasan, dan masyarakat membutuhkan update informasi tentang dinamika demonstrasi yang sedang terjadi. Di sisi lain juga beredar dan viral berbagai video amatir di media sosial, yang mengklaim sebagai rekaman dari peristiwa di sekitar kantor bawaslu. Beberapa dari video amatir yang viral tersebut terkesan tendensius dan belum tentu dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Supaya informasi tentang kejadian demonstrasi itu tetap obyektif, maka kami memilih melakukan pembiaran pada lembaga penyiaran yang melakukan liputan live. Meskipun catatan dari KPI terkait liputan itu, sampai dengan keesokan harinya seluruh liputan adalah live dari lapangan. Hampir tidak ada penyampaian informasi dari studio yang bersumber pada pihak yang memiliki otoritas memberikan penjelasan resmi. Ini juga sekaligus kritik terhadap Humas Polri,” jelas Hardly. 

Hardly meminta, pada setiap liputan live, stasiun televisi harus mencari sumber resmi untuk menjelaskan dinamika dan memberikan konteks terhadap liputan dari lapangan. 

Dalam kesempatan itu, Hardly meminta seluruh Polda untuk senantiasa mengedepankan asas praduga tak bersalah dengan tidak memberi keterangan terbuka soal identitas pelaku kejahatan. “Kadang-kadang medianya sudah patuh tetapi ketika polisi di wawancara malah menyebut nama pelaku. Harusnya jika menggunakan asas tersebut, identitasnya tidak disampaikan,” katanya. 

Kemudian pada proses pemeriksaan, di dalam P3SPS KPI diatur bahwa pemeriksaan yang sedang dilakukan oleh kepolisian, tidak boleh ditampilkan di layar kaca. “Tetapi masih saja kami temukan ada kejadian ini. Televisi justru diizinkan untuk menyiarkan proses pemeriksaan itu dan tentunya media yang diberi kesempatan, akan senang karena mendapat liputan ekslusif,” jelas Hardly. 

Tak kalah pentingnya, soal perlindungan terhadap anak dan remaja dalam kaitan kasus hukum. Hardly menegaskan, identitas anak dan remaja harus disembuyikan baik posisi sebagai pelaku maupun sebagai korban. “Indentitas mereka tidak dibuka secara luas karena alasan masa depan dan psikologis, larangan itu diatur dalam P3SPS,” tuturnya. 

Hal lain yang disampaikan Hardly soal program non jurnalistik seperti reality show tentang polisi. Dia mengapresiasi program ini dapat memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat. Tapi yang penting diperhatikan adalah jika kasusnya melibatkan anak-anak karena tidak boleh indentitasnya terbuka. 

“Terhadap program acara polisi melalui reality show sangat menarik untuk mengenalkan polisi kepada generasi milenial dan juga membuat masyarakat bisa memberi apresiasi positif pada polisi,” tandasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.