Jakarta  - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafidz mengatakan, digitalisasi penyiaran harus segera dilaksanakan sehingga pihaknya mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran harus segera disahkan menjadi UU.

Menurut dia, saat ini Komisi I DPR sedang menanyakan sikap masing-masing fraksi terkait RUU Penyiaran yang belum selesai proses pembahasannya di DPR periode 2014-2019.

"Saat ini kita juga sambil menanyakan kepada sikap fraksi masing-masing seperti apa keinginannya terhadap RUU Penyiaran ini supaya digitalisasi penyiaran bisa langsung lebih cepat lagi kita laksanakan," kata Meutya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Menurut dia, digitalisasi merupakan sesuatu yang harus dihadapi secara cepat, termasuk digitalisasi penyiaran.

Dia menilai, payung hukum dari digitalisasi penyiaran itu harus segera dibuat sehingga hal itu menjadi fokus utama kerja DPR periode ini maupun pemerintah. "Digitalisasi penyiaran sudah mulai dijalankan dan kami menunggu payung hukum yang lebih kuat daripada hanya Peraturan Menteri yang ada saat ini," ujarnya.

Dia mengatakan, RUU Penyiaran di era DPR periode 2014-2019 belum berhasil disahkan menjadi UU dan saat itu proses pembahasannya di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Menurut dia, ke depannya bisa saja RUU Penyiaran tersebut diajukan pemerintah atau menjadi usul inisiatif DPR untuk dibahas, sehingga proses mana yang lebih cepat, maka itu yang ditempuh. "Kita cari cara yang lebih cepat, siapa yang lebih dahulu. Apakah pemerintah atau DPR yang lebih siap, silahkan saja," katanya.

Meutya yang merupakan politisi Partai Golkar itu mengingatkan bahwa RUU Penyiaran tidak menjadi salah satu RUU yang dilanjutkan pembahasannya atau carry over di era DPR periode 2019-2024.

Karena itu, menurut dia, pembahasannya berlangsung dari awal lagi sehingga masing-masing fraksi dan anggota DPR belum diketahui sikapnya karena akan dibahas bersama. (ANTARA)

 

Bukittinggi – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan sosialisasi tentang penanggulangan bencana pada masyarakat memerlukan peran tokoh dan insan media. Peran itu dilakukan melalui penyampaian informasi terkait kebencanaan yang cepat dan akurat.  

“Penanggulangan bencana di tanah air membutuhkan sinergi semua pihak antara lain pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha dan media massa,” kata Andre, saat diminta menjadi pemateri dalam Pelatihan Jurnalistik dan Peningkatan Kualitas Media Cetak dan Elektronik se- Sumatera Barat, yang diselenggarakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumbar di Bukittinggi, Kamis (24/10/2019) lalu. 

Terkait hal itu, Andre, sapaan akrabnya, meminta para jurnalis untuk mengacu pada kode etik jurnalistik dalam menyebarkan informasi. Berita yang disampaikan jangan yang menakuti masyarakat. Jurnalis harus mampu melihat dampak dari sebuah informasi yang akan disampaikan. 

“Wartawan harus pandai melihat keadaan, jangan takut dikejar deadline berita, namun lihat dampak psikologis yang di timbulkan dari beritanya,” tukas Andre.

Kebiasaan masyarakat memanfaatkan media yang saat ini berubah membuat perusahaan media harus berinovasi. Andre menilai, pergeseran kebiasaan tersebut terjadi sangat cepat. “Masyarakat kini lebih cenderung ingin memperoleh informasi yang cepat dan praktis. Luasnya jangkauan dunia digital tentu membawa kemudahan dalam mengakses sebuah informasi,” tambahnya.

Kecepatan informasi sampai ke masyarakat diharapkan dibarengi dengan kebenaran sumber informasi. “Popularitas media mainstream semakin menurun akibat makin populernya media sosial. Dan, dalam kaitan pemberitaan bencana yang cepat jangan lupa untuk tetap mencari sumber informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Andre berharap kegiatan yang diikuti kalangan jurnalis di Sumbar dapat meningkatkan kompetensi tentang penanggulangan bencana. Apalagi, wilayah Sumatera Barat menjadi salah satu daerah rawan  bencana.

“Momen bimbingan teknis ini dapat juga menjadi sinergi antara BPBD dan media sehingga bisa saling berbagi informasi, sehingga informasi yang disampaikan ke masyarakat betul-betul valid dan layak dipercaya,” tandasnya. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, ketika membuka riset dan diskusi panel ahli di Padang, Sumatera Barat, pekan lalu, mengatakan riset yang dilakukan KPI dapat menguatkan energi positif sebagai kekuatan mewujudkan program siaran yang berkualitas.

Padang - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar Forum Group Discussion (FGD) panel ahli pada kegiatan riset indeks kualitas program siaran televisi periode II di sejumlah daerah dan salah satunya di Padang, Sumatera Barat. Kegiatan riset ini menjadi program kegiatan prioritas yang di terapkan KPI setiap tahunnya. 

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam sambutannya mengatakan, riset ini dapat memperkokoh energi positif sebagai kekuatan mewujudkan program siaran yang berkualitas. KPI dapat mengambil padangan dari para ahli akademisi pendidikan untuk menjadi rujukan KPI dalam menentukan kebijakan. 

“KPI memerlukan dukungan pemangku kepentingan penyiaran dan berupaya semaksimal mungkin untuk tetap mempertahankan dan menguatkan riset indeks kualitas program siaran tv dari sisi metodologi maupun manfaat urgensi riset,” kata Yuliandre saat membuka acara FGD di Padang, Rabu (31/10/2019) lalu.

Andre, panggilan akrabnya, melihat hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan lembaga penyiaran serta menimbang pengaruh informasi yang tersebar melalui frekuensi yang luas sehingga dapat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan berbangsa. “Tayangan di televisi itu tidak selalu dan harus mengejar rating,” katanya.

Riset yang melibatkan 96 para ahli dari 12 perguruan tinggi ini juga mempunyai tugas yang mulia. Dia mengatakan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk peningkatan kebutuhan akademik dan pembuatan jurnal ataupun kajian ilmiah di perguruan tinggi. “KPI selalu bersinergi dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia demi mencerdaskan anak bangsa,” paparnya. Tim liputan riset Padang

 

Jakarta – Setelah melalui proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and propertest, beberapa waktu lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) akhirnya menetapkan tujuh Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Papua (KPID Papua) periode 2019-2022. Ke tujuh nama yang terpilih yakni Rusni Abaidata, Iwan Solehudin, Eveerth Zacharias Joumilena, Liboria G Atek, Melkias Mansoben, Jefri Simanjuntak, dan Dr Nahria. DPR Papua juga menetapkan tujuh nama cadangan.

Keputusan penetapan tersebut disampaikan langsung Anggota Komisi I DPR Papua, John Wilil, saat menyampaikan surat tembusan hasil keputusan DPR Papua tentang uji kelayakan dan kepatutan Anggota KPID Papua di Kantor KPI Pusat, Senin (4/11/2019).

Dia mengatakan, hasil dari keputusan pemilihan Anggota KPID telah melalui uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi I DPR Papua telah diumumkan secara terbuka kepada publik pada pekan lalu di Jayapura. “Surat tembusan dan buku laporan hasil proses pemilihan kami sampaikan ke KPI Pusat,” katanya yang pada saat itu ditemui langsung Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas, Umri.

Setelah menerima buku laporan dan surat keputusan DPR Papua, Umri mengharapkan agar penetapan Anggota KPID yang terpilih segera dibuat surat keputusan dan dilantik oleh Gubernur.  

Sebelumnya, di Jayapura, Ketua DPRP, Yunus Wonda, saat membacakan surat keputusan menyatakan, mereka lolos atas persetujuan DPRP terhadap hasil uji kepatutan dan kelayakan calon Anggota KPID Papua periode 2019-2022 yang bersamaan dengan pemilihan Anggota Komisi Informasi.

“Hasil ini juga berdasarkan surat keputusan Gubernur Nomor 480/11072/SET perihal Fit and Proper Test calon anggota KI Papua periode 2019-2023 dan KPID Papua periode 2019-2022 pada 18 september 2019 lalu. Serta berita acara Rapat Pleno Komisi 1 DPRP tentang uji kelayakan dan kepatutan Nomor 02/KOM-1/DPRP/2019,” jelas Yunus di Kantor DPRP, Selasa (29/11/2019) lalu. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.