Jakarta - Seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Papua periode 2019-2022 telah melewati uji kepatutan dan kelayakan di Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua. Panitia seleksi menetapkan 11 nama ditambah 3 orang petahana dari KPI Papua, untuk mengikuti seleksi tahap akhir yang ditentukan oleh DPR tersebut. Hal tersebut disampaikan oleh Tan Wie Long, Wakil Ketua Komisi I DPR Papua saat memimpin delegasi dari Papua ke KPI Pusat, (14/10). 

Dalam kesempatan tersebut delegasi Papua yang hadir terdiri atas tim panitia seleksi , Dinas Komunikasi dan Informatika, serta DPR Papua. Kehadiran mereka diterima langsung oleh Ketua KPI Pusat Agung Suprio yang didampingi Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Kelembagaan Irsal Ambia dan Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Yuliandre Darwis. 

Dalam proses seleksi ini, awalnya peminat yang mendaftarkan diri sebagai calon anggota KPI Papua mencapai 75 orang. Selama proses berjalan dengan melakukan wawancara dan uji kompetensi, panitia seleksi berhasil memilih sebelas nama yang lulus seleksi  untuk ditambah tiga orang petahana KPI Papua guna diajukan ke Komisi I DPR. Adapun nama-nama yang terpilih untuk menjadi anggota KPI Papua akan diumumkan langsung oleh DPR Papua.

Pada pertemuan ini, Agung Suprio memaparkan pola hubungan antara KPI Daerah dengan KPI Pusat yang koordinatif. Konsekuensinya adalah,  anggaran untuk KPID dibebankan pada APBD, pemilihan KPID dilakukan oleh DPRD, dan tugas pengawasan konten televisi dan radio juga meliputi televisi lokal dan radio yang bersiaran pada wilayah tersebut.  Selain itu Agung menyampaikan bahwa kondisi KPI di daerah saat ini membutuhkan support dari pemerintah provinsi, terutama masalah anggaran. Dipaparkan oleh Agung, anggaran yang dibutuhkan KPID setidaknya untuk operasional kesekretariatan, alat pemantauan untuk pengawasan isi siaran, serta untuk koordinasi dengan KPI Pusat dan KPI Daerah lainnya dalam rangka menyelaraskan pengawasan isi siaran sebagaimana amanah Undang-Undang Penyiaran. Secara khusus, Agung juga berharap, KPI Papua yang terpilih dapat memperjuangkan konten siaran di Papua yang sesuai dengan aspirasi rakyat Papua.  

Senada dengan hal tersebut, Irsal Ambia menyampaikan pula kritiknya terhadap konten siaran saat ini yang terlalu Jakarta Sentris. Selain mengingatkan tentang amanat konten lokal, Irsal juga menyampaikan harapannya agar KPI Papua memberikan support terhadap eksistensi radio di provinsi tersebut. “Bagaimana pun juga radio memberikan informasi yang jernih, lebih akurat dan terpercaya disbanding informasi di dunia maya”, ujarnya. Selain itu, support kepada radio dapat memberikan kontribusi positif baik dalam pembangunan di Papua maupun kehidupan bermasyarakat di provinsi paling timur Indonesia. 

Harapan atas dukungan pada KPI Papua juga disampaikan oleh Yuliandre Darwis, Di berharap DPR Papua memperhatikan kondisi kantor KPI Papua yang masih sewa hingga saat ini. Yuliandre juga merinci kebutuhan apa yang dibutuhkan KPID agar dapat tegak menjalankan regulasi, khususnya pengawasan konten lokal yang merupakan cerminan dari kepentingan rakyat Papua.

Sebelum kunjungan dilanjutkan dengan meninjau ruang pemantauan KPI Pusat, secara simbolis KPI Pusat menerima laporan tertulis dari proses seleksi anggota KPI Papua periode 2019-2022 yang disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, Tan Wie Liong.  

  

 

Sentul -- Sidang Pleno Rapat Pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia 2019 yang dihadiri unsur Pimpinan KPID dari 33 Provinsi menyepakati rekomendasi tiga bidang yakni Kelembagaan, Pengawasan Isi Siaran dan Pengelolaan Struktur Sistem Penyiaran (PS2P), Kamis (10/9/2019). Rekomendasi dihasilkan melalui pembahasan yang dinamis dengan antusiasme tinggi peserta menyampaikan pendapat dan pandangan. 

Sejak awal sidang yang dipimpin Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat Irsal Ambia dibuka dengan agenda pembahasan rekomendasi, para peserta langsung mengajukan berbagai masukan, pertanyaan dan sanggahan terkait rencana isi rekomendasi. Beberapa hal utama yang dikemukakan peserta menyangkut perubahan Peraturan KPI tentang Kelembagaan terkait pembentukan etika kolegial Anggota KPI. 

Menurut para peserta, keberadaan etika kolegial ini sangat mendesak untuk menguatkan kepercayaan publik dan juga kredibilitas lembaga. “Lembaga ini perlu membuat aturan tentang etika kolegial Anggota KPI. Etika ini untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga ini,” kata Wirdayanti Wakil Ketua KPID Lampung di sela-sela Sidang Pleno yang berlangsung di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat. 

Perdebatan yang tak kalah serunya terjadi saat membahas rekomendasi pelaksanaan siaran konten lokal lembaga penyiaran. Pembahasan ini menghasilkan poin menyangkut perlunya peningkatan sumber daya manusia dan industri kreatif lokal, pelibatan SDM lokal, isi konten harus berkaitan dengan sejumlah aspek seperti sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Siaran lokal harus ditayangkan secara relay dari Ibu Kota Provinsi dalam wilayah layanan siaran dan minimal satu jam tayangan disiarkan pada pukul 05.00-22.00 waktu setempat.

Namun begitu, para peserta sangat antusias dan setuju sepenuhnya dengan rekomendasi rencana revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 ditegaskan dalam rekomendasi Rapim. Bahkan, pelaksanaan revisi ini dengan membentuk tim kerja dan akan mulai berjalan awal November mendatang. 

Selain itu, rekomendasi lain yang dibahas terkait komponen penilaian evaluasi uji coba siaran atau EUCS permohonan atau perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) melalui online single submission (OSS). Poin tentang penilaian ini dapat dilihat dalam hasil Rekomendasi Rapim KPI 2019 yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio dan perwakilan Pimpinan KPID antara lain Ketua KPI Aceh, Ketua KPID Riau dan Ketua KPID Jawa Barat. 

Sidang Pleno Rapim KPI ini, hadir Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, Hardly Stefano, Mohamad Reza, Aswar Hasan, Mimah Susanti, Yuliandre Darwis dan Nuning Rodiyah. ***

Link Rekomendasi Rapim KPI 2019

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi penghentian sementara untuk program siaran “Brownis” di Trans TV. Keputusan penghentian ini diberikan lantaran program tersebut kedapatan menayangkan adegan yang dinilai melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat penghentian Nomor 451c/K/KPI/31.2/09/2019 untuk Program Siaran “Brownis” Trans TV, Selasa (24/9/2019) lalu.

Adapun tayangan “Brownis” yang melanggar ditemukan KPI Pusat pada tayangan tanggal 2 Juli 2019 karena membahas konflik antara Nikita Mirzani dengan Barbie Kumalasari. Kemudian pada tanggal 7 Agustus 2019, terdapat adegan seorang pria berkata, "..dia kalau nyanyi gigi depannya kering ngga?.." (yang ditujukan kepada seorang wanita), "..dia kalau off air nyanyi? Oh gue pikir lo grogotin kayu panggung.." (sambil menunjuk seorang wanita) dan "..ini cakep-cakep buta yaa.." (sambil menunjuk gambar seorang pria).

Lalu, KPI menemukan pelanggaran lain pada tayangan “Brownis” tanggal 13 Agustus 2019 berupa adegan seorang pria menoyor kepala temannya. Pada “Brownis” tanggal 13 Agustus 2019, KPI menemukan tayangan yang membahas kehidupan pribadi (Dewi Sanca) yang hamil di luar nikah. Pada tanggal 15 Agustus 2019 program tersebut menampilkan adegan seorang pria yang berkata, "..kakinya pendek sih jadi ngga nyampe-nyampe..". Dan yang terakhir, pada tanggal 22 Agustus 2019, KPI mendapati “Brownis” menampilkan adegan dua orang wanita (Duo Serigala) yang menari dengan menggoyangkan bagian payudara.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan siaran tersebut melanggar sejumlah Pasal di P3SPS KPI seperti penghormatan terhadap hak privasi  dan nilai atapun norma kesopanan serta kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. “Sepatutnya hak privasi atau pribadi seseorang itu dihormati dalam setiap program siaran. Kehidupan pribadi itu berkaitan dengan kehidupan perkawinan, perceraian, konflik keluarga, konflik pribadi, perselingkuhan, hubungan asmara, keyakinan beragama, dan rahasia pribadi. Terlebih persoalan yang dibahas di program tersebut tidak berkaitan dengan kepentingan publik,” katanya.

Selain itu, lanjut Mulyo, setiap program wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat. Hal ini berkaitan dengan agama, suku, budaya, usia, dan atau latar belakang ekonomi. “Kami sangat menekankan kehati-hatian agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat,” jelas Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran ini. 

Dia juga mengingatkan bahwa terdapat aturan dalam SPS KPI bahwa lembaga penyiaran yang memuat adegan seksual dilarang mengeksploitasi dan atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu seperti paha, bokong, payudara, secara close up dan atau medium shot. “Berdasarkan hal itu, kami menilai adegan dua orang wanita atau Duo Serigala yang menari dengan menggoyangkan bagian payudara sebagai bentuk pelanggaran,” tegasnya.

Mulyo menyampaikan penghentian sementara ini berlaku dua hari penayangan. Dia berharap penghentian ini menjadi pembelajaran Trans TV dan semua lembaga penyiaran agar berhati-hati dalam menayangkan setiap program acara. “Jadikanlah P3SPS KPI sebagai acuan untuk membuat program siaran,” tutupnya. ***

 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan sambutan awal pembukaan acara Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2019 di Istana Wapres, Rabu (9/10/2019).

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio, menilai penguatan eksistensi dan kredibilitasb KPI dapat dilakukan melalui dua cara yakni penguatan secara regulasi dan penguatan secara kelembagaan. Karena itu, pengesahan Undang-undang Penyiaran mendesak dilakukan untuk mendorong penguatan tersebut.

Hal itu disampaikan Agung Suprio, ketika memberi sambutan awal acara pembukaan Rapat Pimpinan KPI 2019 di Istana  Wakil Presiden, Rabu (9/10/2019).

“KPI memandang perlu pengesahan RUU Penyiaran untuk disegerakan. Ini menyangkut pengawasan serta tugas fungsi lainnya. Mengingat tantangan kita ke depan, hal ini sangat berbeda dari pada tahun 2002 yang lalu. Kita harus menyadari bahwa perkembangan dalam lanskap penyiaran sudah sangat pesat,” papar Agung Suprio di depan Wapres Jusuf Kalla dan tamu undangan pembukaan Rapim KPI.

Selanjutnya, yang tak kalah penting dan menjadi prioritas adalah penguatan kelembagaan KPID. Hal ini terkait banyaknya KPID yang membutuhkan supporting operasional dari Pemerintah Daerah. Bantuan berupa keberadaan sekretariat serta alokasi anggaran untuk menjalankan tugas dan fungsinya. “Keberadaan KPI, baik pusat maupun daerah, selain sangat besar perannya juga sudah diamanahkan dalam UU Penyiaran kita,” tuturnya. 

Dalam kesempatan itu, Agung berharap dukungan maksimal terhadap lembaganya guna melaksanakan tugas-tugas penyiaran untuk meneguhkan integrasi nasional sesuai amanah UU Penyiaran. “Karenanya, pengesahan revisi Undang-Undang Penyiaran dan penguatan kelembagaan KPID sangat penting untuk disegerakan guna mewujudkan hal itu,” pintanya.

Di sela-sela laporannya ke Wapres, Ketua KPI Pusat menyampaikan Rapat Pimpinan yang digelar 2 hari kedepan akan mengangkat tema “Penguatan Eksistensi dan Kredibilitas KPI untuk Penyiaran yang Bermartabat”. Tema ini berangkat dari respon kita terhadap keadaan nasional maupun global yang mempunyai pengaruh strategis dalam dunia penyiaran.

Agung juga mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati mengakses informasi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Pasalnya, tidak jarang didapati informasi dengan kandungan nilai yang bertolak belakang dengan nilai kebangsaan kita. “Ujaran kebencian, fitnah, hoaks kerap menjadi konsumsi sehari-hari kita. Akhirnya, tidak sedikit kita saling menaruh curiga antar sesama akibat informasi yang kita konsumsi dangkal dalam hal verifikasi,” ujarnya.

Fenomena itu, lanjut Agung, menjadi tantangan dan pekerjaan bagi semua pihak. Menurutnya, konvergensi media tak hanya berisi nilai-nilai positif, tapi lambat laun akan mengubah pola komunikasi dan interaksi sosial yang kadang menyajikan informasi yang justru memecah tali persaudaraan. “Untuk itu, kajian-kajian media dengan platform digital yang selama ini kita jumpai sehari-hari sangat diperlukan baik secara regulasi maupun proses pengawasannya,” tutupnya. ***

 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, diapit PLT Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, serta Pengamat Penyiaran, Nurjaman, dalam sesi Seminar Utama Rapim KPI 2019 di Sentul, Rabu (9/10/2019). 

Sentul -- Keberadaan Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dinilai sudah tidak relevan dengan dinamika yang terjadi saat ini. UU yang dilahirkan pasca reformasi ini mengalami kesulitan beradaptasi dengan teknologi yang terus berkembang. Tak hanya itu, instrumen lembaga pendukung seperti KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Derah) yang ada dalam UU ini ikut mengalami kesulitan karena tidak selaras dengan aturan lain yang terus berganti.

Pelaksana Tugas (PLT) Dirjen Politik dan Pemerintah Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, mengatakan revisi Undang-undang Penyiaran harus segera diselesaikan. Dia menilai aturan dalam UU ini ada yang tidak jelas misalnya terkait kelembagaan KPID. “Hal inilah yang menyebabkan keadaan KPID seperti sekarang. Inilah yang perlu diperbaiki karena KPI tidak masuk dalam 32 urusan daerah,” katanya saat menjadi narasumber Seminar Rapim KPI 2019 di Sentul, Bogor, Rabu (9/10/2019).

Selain itu, kewenangan hukum UU Penyiaran sekarang tidak dapat menjangkau ranah media baru. Produk hukum seharusnya dapat fleksibel dan tidak boleh terlambat mengantisipasi perkembangan media maupun teknologi. “Sudah tidak kompatibel dan ketinggal. Jangankan menjangkau ke sana, untuk bertahan saja susah,” papar Bahtiar.

Menurut Kasuspen Kemendagri ini, KPI harus menjadi lembaga yang mandiri dan tidak boleh menempel pada kementerian manapun. Ini untuk menguatkan independensi dalam mengeluarkan kebijakan dan pelanggaran. “KPI itu harus kuat karena ini bagian dari pilar demokrasi. Otoritas wewenangnya harus diperluas dan gagasan tentang media baru menjadi acuan kedepan,” tegas Bahtiar.

Bahtiar mengungkapkan merubah UU itu tidak sulit karena bisa melalui jalur Pemerintah. “Kalau kita ingin teguh membangun sistem politik lembaga ini masih diperlukan tapi harus direforma kedudukan dan tata kelolanya,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Pengamat Penyiaran, Nurjaman. Menurutnya, UU Penyiaran sekarang harus segera diubah dan pengubahan itu tidak boleh berlama-lama. “Jangan sampai ketika undang-undang hasil revisi ini disahkan jadi tidak berarti karena tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman,” tegasnya di tempat yang sama.

Nurjaman mengatakan, tugas KPI sangatlah mulia karena menjaga tontonan dari hal yang membahayakan anak anak. KPI itu bertugas memilih tayangan yang baik. “Mereka itu orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Ini betapa mulianya KPI yang memilih informasi untuk saudara kita yang menonton. KPI harus terus lakukan literasi bagaimana menonton yang benar,” paparnya.

Dalam seminar itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, yang menjadi salah satu narasumber mendorong hal yang sama. Menurutnya, penguatan kelembagaan dan kewenangan KPI dan KPID dapat melalui revisi UU Penyiaran. ***. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.