Sydney - Konsul Jenderal Republik Indonesia di Sydney, Heru Hartanto Subolo didampingi oleh Konsul Penerangan, Sosial dan Budaya KJRI Sydney menerima kunjungan Komisioner KPI Pusat, Kamis (20/9/2019). Delegasi KPI Pusat dipimpin Hardly Stefano Fenelon Pariela, Komisioner KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran.
“Hubungan Indonesia dan Australia sudah meningkat lebih jauh ke tahap yang lebih luas, dapat dilihat dari ditandatangani nya Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada Maret lalu oleh kedua belah pihak. Hubungan Bilateral Indonesia dan Australia juga sudah berjalan selama 70 tahun, walaupun melewati berbagai tantangan. Kami ingin memaksimalkan berbagai aspek untuk mempromosikan Indonesia ", Konjen Heru Subolo menginformasikan.
Konjen Subolo lebih lanjut mengapresiasi kunjungan delegasi Komisioner KPI yang dinilai akan menjadi bagian dari upaya penguatan lebih lanjut hubungan Indonesia-Australia, khususnya antara otoritas penyiaran kedua negara.
“Kami berterima kasih atas sambutan yang hangat oleh Konjen RI dan staff terkait KJRI. Tujuan dari kedatangan kami adalah untuk melihat bagaimana Australia dalam mengatur mengenai penyiaran dan kemudian dapat dibandingkan dengan Indonesia. Kami juga ingin mengetahui mengenai ketertarikan media Australia tentang Indonesia. Kami berharap adanya peluang kerja sama agar konten mengenai Indonesia dapat disampaikan melalui media di Australia," ungkap Delegasi Komisioner KPI Pusat.
Dalam bincang-bincang telah dibahas mengenai ketertarikan media Australia tentang Indonesia yang cukup tinggi, tidak hanya dibidang politik, tetapi juga dibidang lainnya seperti film, pariwisata, pembangunan, dan entertainment. Hal ini menjadi bukti bahwa Indonesia menjadi suatu perhatian bagi media Australia. Mengenai pertukaran konten, memerlukan suatu kerangka kerja sama sehingga dapat mengetahui konten yang diminati.
Pertemuan berlangsung dengan baik dan lancar serta diakhiri dengan sesi foto bersama antara Konjen RI Sydney dengan Delegasi KPI Pusat. Red dari KJRI di Sydney
Ketua KPI Yuliandre Darwis memberi salam bersama pimpinan lembaga dari negara lain pada malam perjamuan the International Bradcasting Co-production Conference di Seoul, 19-20 Juni 2019.
Seoul – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak negara-negara Asia-Pasifik saling bekerja sama dan bertukar program siaran, selain agar terjadi pemerkayaan budaya banyak negara, juga untuk meredam dominasi penyedia konten dunia yang tidak mau bekerja sama. Itulah sebagian kesimpulan yang tercetus dalam rangkaian diskusi kelompok pada acara tahunan yang digelar oleh Korea Communications Commission dan Korea Information Society Development Institute di Seoul, Korea Selatan, 19-20 Juni 2019.
Acara yang berlangsung di dua tempat, Hotel Stanford dan Nuritkum Square, Seoul, itu dihadiri sejumlah perwakilan badan dan regulator bidang telekomunikasi dan penyiaran dari negara-negara Asia Pasifik antara lain; Turki, Selandia Baru, India, Thailand, Vietnam, Indonesia, Malaysia, China, Jepang, dan Inggris sebagai salah satu pemateri seminar.
Dibuka oleh Wakil Ketua KCC Hur Wook pada 19 Juni malam, tuan rumah menyambut hangat kehadiran peserta termasuk Ketua KPI Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan perjamuan.
Hari kedua, acara praktis penuh sejak pagi. Setelah pidato pembukaan oleh Ketua KCC Lee Hyo-seong, acara dilanjutkan dengan beberapa pidato ucapan selamat dari beberapa peserta, penganugerahan KCC kepada sejumlah tokoh penyiaran dan film Korea, disambung dengan presentasi dan seminar mengenai kerja sama program di era perubahan global.
Pada sesi seminar dan presentasi ini, muncul kesadaran bersama untuk menyongsong lansekap baru penyiaran di satu sisi, namun pada sisi lain juga timbul keinginan untuk mengatur penyedia konten global seperti Netflix yang tidak mau berkolaborasi dengan lembaga penyedia konten siaran di sebuah negara.
Sesi kedua pagi itu, dilanjutkan diskusi Vision Round Table dan setelah jeda makan siang berlanjut dengan seminar dan diskusi dalam sejumlah kelompok kecil berdasarkan tema. Di sela-sela acara peserta dapat menikmati pameran dengan aneka booth tentang penyiaran, tentang aturan, globalisasi media, teknologi, dan lainnya.
Mayong Suryo Laksono menjadi salah satu panelis Vision Round Table pada International Broadcasting Co-production Conference di Seoul, Kore, 19-20 Juni 2019, yang tahun ini bertema Collaboration Across Borders and Technologies.
Dalam Vision Round Table, Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, menjadi panelis bersama dengan Chris Payne (Kepala Hubungan Internasional NZFC Selandia Baru), Col. Natee Sukonrat (Wakil Ketua NBTC Thailand), Ebubakir Sahin (Presiden RTUK Turki), You Xian Gong (Ketua CTPIA dan CEO pada Beijing-Jingdu Century Culture, China) dan acara dipandu oleh Wakil Ketua KCC Suk-jin Kim.
Mengenai kerja sama program, kata Mayong, di penyiaran Indonesia telah lama terjadi. Di luar acara televisi Amerika, penonton televisi Indonesia sejak lama sudah menggemari serial Oshin dari Jepang, F4 dari Taiwan, Winter Sonata dari Korea, dari India, Turki, Malaysia, Thailand, dan lainnya. Semua berlangsung antarpelaku bisnis, bahkan tanpa keterlibatan pemerintah. Kalaupun kemudian berkembang menjadi produksi bersama, beberapa lembaga penyiaran kita sudah langsung bekerja sama dengan beberapa negara termasuk Korea.
Mayong menegaskan, KPI berperan memberi dukungan bagi berjalannya kerja sama itu, bukan mengeluarkan izin atau surat keterangan untuk kemudahan produksi atau keringanan pajak misalnya, karena itu bukan kewenangan KPI.
“Kalau ada kesulitan atau masalah, KPI akan membantu menghubungkan pihak yang bekerja sama dengan instansi yang berwenang di Indonesia. Dan kami berharap, tidak hanya lembaga penyiaran kami yang menyiarkan program anda-anda, namun juga sebaliknya, berikan juga kemudahan bagi penyedia konten kami untuk berproduksi dan menawarkan produk siarannya kepada Anda,” kata Mayong dalam forum itu. Laporan MSL dari Korea Selatan
Setelah selesai konferensi KCC melakukan pembicaraan bilateral dengan KPI. Ketua KCC Lee Hyo-seong didampingi Direktur Jenderal Kang menerima delagasi KPI yang terdiri atas Yuliandre Darwis, Mayong Suryo Laksono, Sekretaris Maruli Matondang, dan Anggun, staf atase bidang penerangan, pendidikan, dan kebudayaan KBRI di Korea.
Yogyakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Daerah Istimewa Yogyakarta menerima kunjungan kerja Komisi A DPRD dan KPID Provinsi Jawa Tengah dengan agenda mendiskusikan optimalisasi pembinaan lembaga penyiaran, Senin (17/6/2019). Kunjungan diterima Ketua dan Komisioner KPID DIY di Kantor Dinas Kominfo Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di awal pertemuan, Ketua KPID DIY, I Made Arjana Gumbara memperkenalkan profil singkat KPID DIY serta memaparkan secara singkat regulasi DIY tentang penyiaran yakni Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2016 dan Peraturan Gubernur No 37 & 38 Tahun 2017. Dia juga memberikan gambaran jumlah Radio dan Televisi yang berizin di Yogyakarta.
“Saat ini ada 38 radio swasta dan 25 radio komunitas yang sudah berizin siaran, serta satu LPPL Radio Dhaksinarga. Untuk televisi ada 5 stasiun lokal dan 12 stasiun sistem jaringan,” kata Made.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah, Fuad Hidayat, mengutarakan bahwa banyak radio di Jateng yang aktif tetapi tidak bersiaran. Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh lembaga penyiaran di Jateng di antaranya terkait kesejahteraan penyiar di LPK yang belum baik, upah yang mereka peroleh masih belum memenuhi UMK.
Sementara permasalahan yang dihadapi LPS, seputar penayangan iklan ‘irrasional’ yang banyak meresahkan masyarakat. KPID menghadapi dilema untuk memberikan sanksi terhadap LPS karena iklan tersebut menjadi salah satu sumber pemasukan dana yang dapat menghidupi LPS, tetapi di sisi lain iklan tersebut meresahkan masyarakat. Permasalahan lainnya yang dihadapi seputar perizinan penyelenggaraan penyiaran.
Dalam kesempatan itu, Komisioner KPID DIY dan Komisi A DPRD Provinsi Jateng mendiskusikan perubahan peraturan pemerintah daerah, terkait penarikan tenaga PNS di lingkungan KPID dan perubahan anggaran hibah yang aliran dana melalui Dinas Kominfo DIY karena hal yang sama juga dialami KPID Jateng. Namun, sejauh ini KPID Jateng masih memiliki tenaga PNS, berbeda dengan KPID DIY yang sudah tidak ada tenaga PNS.
Di akhir pertemuan, Komisioner KPID DIY berharap agar terjalin sinergi antara KPID DIY dengan KPID Jateng, dan lembaga-lembaga terkait lainnya seperti Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas I DIY.
Anggota Komisi A DPRD Jateng, Joko Hariyanto, menyampaikan harapan agar peran KPI dan KPID lebih diperkuat melalui peraturan perundang-undangan supaya dapat menertibkan pelanggaran di lembaga penyiaran. Red dari KPID DIY
Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin dan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012 tentang penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan, agama, ras dan antargolongan. Termasuk diantaranya program siaran dilarang merendahkan dan/ atau melecehkan suku, agama, ras, dan/ atau antar golongan. Hal ini dinilai penting untuk disampaikan pada lembaga penyiaran, terkait adanya rencana perpindahan agama dari public figure yang disiarkan langsung di televisi.
Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin menjelaskan, dalam Pasal 7 SPS KPI 2012 mengatur bahwa program siaran wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut, diantaranya: tidak menyajikan alasan perpindahan agama seseorang atau sekelompok orang. Hal ini dikarenakan salah satu tujuan diselenggarakannya penyiaran adalah menjaga integrasi bangsa. Pengungkapan alasan perpindahan agama seseorang berpotensi mendiskreditkan sebelumnya, sehingga berpotensi pula menggangu kerukunan agama. “Larangan ini berlaku untuk semua perpindahan agama,” ujar Rahmat.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Nuning Rodiyah mengingatkan pula, tayangan perpindahan agama harus mengedepankan penghormatan terhadap berbagai agama yang ada di Indonesia. Dan penghormatan terhadap ruang asasi setiap individu untuk beragama. “Jika ada program siaran dengan materi proses perpindahan agama, harus menyesuaikan dengan nilai-nilai yang ada dalam P3 & SPS,” ujarnya.
Selat Panjang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau menggagas pembentukan Kelompok Cinta Siaran Indonesia (KCSI) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Pembentukan KCSI ini melibatkan mahasiswa dan perwakilan sejumlah organisasi.Kegiatan yang dilaksanakan di Kampus AMIK, Selatpanjang, pada Selasa (18/6/2019) dihadiri oleh ketua KPID Propinsi Riau, Falzan Surahman, Komisioner KPID, Asril Darma dan Wakil Direktur AMIK, Yeni Herayani, serta ratusan mahasiswa dan perwakilan sejumlah organisasi.
Komisioner KPID Riau, Asril Darma mengatakan, KCSI adalah kegiatan rutin yang digelar setiap tahunnya yang bergilir setiap kabupaten/ kota. Ini merupakan bentuk komitmen KPID dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari luberan siaran negara asing.
Dia juga mengatakan, pembentukan Keluarga cinta siaran Indonesia adalah kelompok yang dibentuk menjadi ujung tombak dari gerakan kampanye yang mendorong tumbuhnya rasa cinta terhadap siaran Indonesia."Ini sesuai dengan amanat Undang-Undang. Dimana ditegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak kewajiban dan bertanggung jawab dalam berperan serta mengembankan penyelenggaraan penyiaran nasional," ungkapnya.
Ditambahkan Asril, KPI merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang memiliki kewenangan untuk mengatur hal-hal mengenai penyiaran."KPI mengurus konten dalam setiap siaran, dimana akan terjadi bahaya jika suatu siaran tidak kita sikapi dengan cerdas. Selain itu kita mengawasi siaran, namun menyelesaikan secara aturan dan tidak mengikuti otoriter dari pimpinan lembaga penyiaran dan pihak lainnya," ujarnya.
Ketua KPID Propinsi Riau, Falzan Surahman mengatakan mahasiwa sebagai agen perubahan dituntut untuk kritis melakukan gerakan dan kritik terhadap penyiaran yang tidak mencerminkan jati diri bangsa. "Mahasiswa itu harus kritis dalam melihat penyiaran kita yang terkadang tidak mencerminkan jati diri bangsa, karena hal itu sangat berbahaya. Namun harus objektif, profesional dan tidak anarkis," ujar Falzan.
Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih selektif memilih siaran TV yang sesuai nilai-nilai positif dan budaya yang ada di masyarakat saat ini tidak hilang."Saya meminta masyarakat dapat menyaring mana tayangan yang baik dan mana yang perlu diwaspadai, agar nilai positif saat ini tidak hilang. Sehingga kita bisa menikmati siaran yang berkualitas," ujarnya.
Menurutnya, banyak tayangan TV yang disiarkan oleh Televisi swasta di Indonesia tidak sesuai dengan budaya dan nilai-nilai yang ada di masyarakat, seperti sinetron yang banyak mempertontonkan gaya hidup hedonis."Gaya hidup hedonis seperti di Kota besar itu jelas tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia secara luas khususnya yang berada di perbatasan," ucap Falzan.
Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) AMIK Selatpanjang, Idris M Ali mengucapkan terimakasih kepada KPID Riau yang telah memberikan sosialiasi serta membentuk KCSI melalui pengkaderan dan membentuk komunitas.
Menurutnya KPID sebagai lembaga penyambung lidah masyarakat yang bertugas untuk menjaga karakter dan jati diri bangsa dalam hal memilah siaran yang baik.Dia mengaku banyaknya siaran televisi yang kurang sesuai dengan pribadi dan gaya hidup bangsa Indonesia saat ini.
Untuk itu dia berharap KPI dapat mengawal penayangan siaran yang sesuai dengan kondisi dan kepribadian bangsa, terutama di wilayah perbatasan. "Karena seperti yang terjadi saat ini masyarakat lebih familiar dengan tayangan TV dari negara tetangga Malaysia dan Singapura. Sebab jaringan TV Nasional belum dapat ditangkap," ujarnya.
Melalui kegiatan sosialisasi Keluarga Cinta Tayangan Indonesia ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat dalam memilih tayangan yang ideal dan baik konsumsi keluarga. "Kami harap dengan keberadaan KPID penguatan siaran Indonesia di wilayah perbatasan semakin terasa dan mampu menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap siaran Indonesia," ungkapnya. Red dari Goriau
meskipun program tersebut adalah program adaptasi dari program mic on debt off yang berasal dari thailand namun menurut saya ini adalah program yang sangat bagus dan menyentuh karena lewat program ini banyak orang yang tertolong dalam himpitan hutang, semoga tayangan ini mejadi inspirasi bagi stasiun televisi yang lain maupun masyarakat, terimakasih