Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Hadi Prabowo, menegaskan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah merupakan lembaga daerah yang dibuat di tingkat pusat lewat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002. Merujuk pada undang-undang tersebut pula, pembiayaan KPID menjadi tanggung jawab negara, dan hibah merupakan bagian dari pembiayaan negara tersebut. Hal tersebut disampaikan Hadi saat audiensi dengan KPI Pusat, siang tadi (4/10). 

Pada pertemuan ini, Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyampaikan permasalahan kelembagaan KPID terkait pembiayaan dan dukungan kesekretariatan. Diantara permasalahannya adalah pembiayaan KPID melalui mekanisme hibah. Tidak hanya itu, Agung juga memaparkan jumlah anggaran KPID yang bervariasi yang dianggap tidak sepadan dengan amanah regulasi ditanggung lembaga ini dalam mengawasi penyiaran. Padahal dalam waktu dekat akan digelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung yang tentunya membutuhkan kontribusi KPID dalam pengawasan konten siaran Pilkada agar tercipta ruang publik yang sehat dalam kompetisi politik tersebut. 

Selain Agung, hadir pula pada audiensi ini Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia, Komisioner KPI Pusat Koordiantor Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris KPI Pusat Cecep Ahmed Feisal, dan Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas KPI Pusat, Umri.

Menanggapi permasalahan yang disampaikan KPI tentang mekanisme hibah dalam pembiayaan KPID, Hadi Prabowo menekankan bahwa sangat mungkin hibah itu diberikan berulang setiap tahun. Apalagi untuk sebuah lembaga negara yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Hadi mengakui memang ada pembatasan hibah yang berulang, seperti organisasi kemasyarakatan. Namun untuk KPID yang proses seleksinya demikian ketat dan melibatkan DPRD, tidak ada pembatasan. “Apalagi KPID di-SK-kan oleh Gubernur,”ujar Hadi. 

Masih terkait pembiayaan, Hadi juga menilai pemberian hibah untuk KPID dapat langsung melalui Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), sepanjang ajuan proposal diserahkan ke BPKD dan dievaluasi badan tersebut. Dia memberi contoh beberapa organisasi yang menerima hibah langsung dari BPKD. “Kita nanti pertegas dalam edaran, bahwa KPID harus diberikan alokasi dana melalui APBD didasarkan atas UU 32 tahun 2002 dan pembiayaan meliputi atas kebutuhan untuk perizinan, monitoring, evaluasi, pengawasan dan sekretariat,”. Sifat pemberian bantuan adalah hibah yang disalurkan langsung dari badan, dinas, biro pengelolaan keuangan, selaku pejabat pengelola keuangan daerah, tegasnya. Arahan Sekjen Kemdagri ini akan ditegaskan lagi dalam Pedoman Penyusunan APBD 2021. “Kalau perlu dibunyikan lagi tiap tahun!” ujarnya. 

Hadi sendiri  menilai, eksistensi KPID sangat penting dalam menjaga penyiaran di daerah, termasuk di dalamnya mengawal pelaksanaan PIlkada baik dalam pengawasan siaran ataupun sosialisasi ke masyarakat. Bahkan Hadi menyatakan, masalah penganggaran untuk KPID ini akan menjadi salah satu bahan evaluasi APBD dari 34 provinsi, yang rutin dilakukan Kemdagri tiap tahun. Ketua KPI mengapresiasi arahan dari Kemdagri dalam menguatkan kelembagaan KPID. Agung berharap, kiprah KPID ke depan semakin besar dalam berkontribusi pada kehidupan berdemokrasi di negeri ini.

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi teguran kedua untuk program siaran “Anak Langit” SCTV. Teguran ini diberikan karena program sinetron yang tayang tiap hari ini kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

Berdasarkan penjelasan sebagaimana tertuang dalam surat teguran KPI Pusat Nomor 550/K/KPI/31.2/09/2019 tertanggal 12 September 2019, program siaran “Anak Langit” menampilkan adegan kekerasan (pukulan dan tendangan dengan visualisasi eksplisit) dalam perkelahian beberapa orang pria pada tayangan tanggal 26 Agustus 2019. Adegan itu dinilai KPI Pusat telah melanggar sejumlah pasal dalam P3SPS.

“Ada empat Pasal P3SPS yang dilanggar antara lain Pasal 14 ayat 2 P3 tentang kewajiban lembaga penyiaran memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran, Pasal 21 ayat 1 tentang lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara, Pasal 15 ayat 1 tentang program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja dan Pasal 37 ayat 4 tetang program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo.

Menurut Mulyo, adegan perkelahian berupa pukulan dan tendangan dalam sinetron dengan klasifikasi R (Remaja), beresiko ditiru penonton Remaja dan Anak-anak. Mestinya untuk tontonan dengan klasifikasi R, adegan perkelahian atau kekerasan dalam bentuk lain sangat dibatasi atau diminimalisir. Jika harus ada adegan tersebut maka itu karena kebutuhan jalan cerita dan bukan sekedar bumbu yang terus menerus dimunculkan pada setiap episode. Perkelahian jangan sampai dipandang sebagai kelaziman dalam setiap berkonflik. Sudut pengambilan gambar pada adegan seperti itu juga harus diperhatikan. 

“Perlindungan terhadap kepentingan anak dan remaja menjadi perhatian utama kami. Seharusnya tayangan dengan klasifikasi R ke bawah mengandung nilai-nilai positif, mendidik, memacu untuk berprestasi, dan hal baik lainnya. Kita tidak ingin remaja atau anak-anak kita menganggap adegan kekerasan seperti itu sebagai hal biasa dan lumrah dalam kehidupan,” kata Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo mengingatkan SCTV untuk segera melakukan perbaikan internal dengan menjadikan P3SPS KPI sebagai acuan membuat sebuah program yang pantas dan berkualitas. “Kami harap teguran kedua ini menjadi pelecut untuk memperbaiki kualitas tayangan “Anak Langit” dan tidak terulang lagi kesalahan. Tim kreatif pasti bisa membuat cerita ini tetap menarik tanpa bumbu-bumbu kekerasan atau perkelahian,” tandasnya. ***

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menjadi salah satu narasumber kegiatan Literasi bertema “Kesiapan Sumber Daya Manusia di Era Revolusi Industri 4.0” yang diselenggarakan Universitas Dian Nusantara, Jakarta, Sabtu (28/9/2019).

Jakarta - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, memasuki era revolusi industry 4.0, manusia akan berhadapan dengan robot atau dengan sistem otomatisasi.  Era ini akan mempengaruhi segala urusan manusia di seluruh aspek kehidupan. 

“Kehidupan sekarang dan akan datang akan dikontrol sistem digital. Transformasi digital akan berjalan mengikuti perkembangan zaman dan akan selalu berubah. Hal ini tidak bisa dibendung dan akan berjalan apa adanya,” kata Andre, panggilan akrab nya, saat mengisi kegiatan Literasi bertema “Kesiapan Sumber Daya Manusia di Era Revolusi Industri 4.0” yang diselenggarakan Universitas Dian Nusantara, Jakarta, Sabtu (28/9/2019).

Andre mengatakan pertumbuhan ekonomi pada revolusi industri kini memasuki babak baru. Segala penunjang hidup dan hajat manusia, semuanya ada dalam genggaman. Akses itu membuat hidup manusia seakan lebih mudah. “Tapi kita harus ingat, era ini menuntut kewaspadaan dan kecermatan karena pelayanan digital suatu saat bisa menjerumuskan kita berperilaku konsumtif,” ucapnya. 

Andre mengungkapkan, saat ini telah terjadi euforia disrupsi dan ini makin terasa di tahun mendatang. Salah satu buktinya, anak-anak yang seharusnya bermain di lapangan terbuka kini lebih asyik memainkan telepon pintarnya. “Entah itu bermain game online, bermedia sosial dan masih banyak lagi,” katanya.

Dampak terburuk dari era revolusi industry 4.0 ini adalah terjadinya pergeseran atau alih fungsi deskripsi pekerjaan di tengah masyarakat. “Saat ini, telah banyak pekerjaan yang tersingkir atau diganti oleh robot atau sistem otomatisasi. Ke depannya, tentu makin banyak kejutan yang akan kita rasakan seiring kemajuan teknologi digital,” tutur Andre.

Andre yang juga praktisi penyiaran mengungkapkan kondisi penyiaran yang terdampak oleh massif perkembangan teknologi. Ada pergeseran perilaku yang biasa disebut konvergensi media. Dia mencontohkan, kini banyak masyarakat yang lebih memlih platform digital ketimbang media mainstream untuk menyaksikan program atau konten siaran. 

“Efektifitas menjadi alasan utama. Kapan saja, dimana saja, asal ada kuota semua bisa. Tak ubahnya dengan televisi analog yang membutuhkan asupan listrik,” katanya mencontohkan.

Andre berpesan, menghadapi perubahan ini, sumber daya manusia kita dituntut untuk mudah beradaptasi. “Anak muda sekarang harus kreatif serta menumbuhkan kerpercayaan diri. Tak hanya itu, anak muda Indonesia wajib memiliki mobilitas tinggi, pandai membangun jaringan dan yang tak kalah penting adalah mengikuti perkembangan zaman alias up to date,” jelasnya.

Setelah memiliki kemampuan itu, tak lupa harus pandai mencari solusi. “Anak muda Indonesia wajib memiliki pondasi ilmu yang kuat, membangun proses IT yang artinya memahami kemajuan IT yang pesat dan membangun relasi dengan teknologi yang ada,” pungkas Andre. **

 

Jakarta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara penayangan Program Siaran “Hotman Paris Show” di INews TV. Keputusan ini tertuang dalam surat sanksi KPI Pusat untuk INews TV Nomor 451/K/KPI/31.2/09/2019, Selasa (24/9/2019) pekan lalu.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menjelaskan sanksi penghentian sementara diberikan lantaran program siaran “Hotman Paris Show” menayangkan adegan kemarahan Nikita Mirzani pada Elsa Syarief di tanggal 29 Agustus 2019 dan adegan serupa diulang lagi pada program siaran yang sama tanggal 2 September 2019.

“Adegan kemarahan berlebihan ini dinilai sangat tidak pantas disampaikan di ruang publik. Kami menilai hal itu mengabaikan beberapa aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan melanggar beberapa pasal dalam aturan Standar Program Siaran KPI. Pasal-pasal tersebut mencakup penghormatan nilai dan norma kesopanan serta kesusilaan, hak privasi, ungkapan kasar dan makian atau nonverbal, mengutarakan aib atau kerahasiaan pihak yang berkonflik dan hal lainnya. Ada upaya penyembunyian ungkapan kasar secara verbal oleh pihak INews, namun secara nonverbal kemarahan dan ekspresi kekasaran itu masih terlihat jelas tanpa diedit. Hal lain yang menjadi dasar penghentian adalah adanya penayangan ulang atas program tersebut pada pagi hari beberapa hari sesudahnya,” jelas Mulyo.

Menurut Mulyo, ada 12 Pasal yang diabaikan dan dilanggar adegan dalam tayangan “Hotman Paris Show” di dua tanggal tersebut yakni Pasal 9 (P3), Pasal 10 ayat 1 dan 2 (P3), Pasal  13 (P3), Pasal 14 ayat 2 (P3), Pasal 21 ayat 1 (P3), Pasal 9 ayat 1 dan 2 (SPS), Pasal 10 ayat 1 dan 2 (SPS), Pasal 13 ayat 1 (SPS), Pasal 14 huruf c (SPS), Pasal 15 ayat 1 (SPS), Pasal 24 ayat 1 (SPS), dan Pasal 37 ayat 4 (SPS).

“Lama penghentian yakni dua kali penayangan dan waktu pelaksanaannya sudah ditetapkan dalam berita acara penyampaian keputusan kami. Selama menjalankan sanksi penghentian ini, INews TV tidak diperkenankan menyiarkan program siaran dengan format sejenis pada waktu siar yang sama atau waktu yang lain,” tegas Mulyo.

Dalam kesempatan itu, KPI mengingatkan bahwa penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

“Isi siaran itu wajib mengandung informasi pendidikan, hiburan dan martabat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Kami berharap seluruh lembaga penyiaran dapat menerapkan acuan itu dalam setiap program siarannya demi terciptanya siaran yang baik, mendidik, dan berkualitas untuk masyarakat,” tandas Mulyo. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, melakukan dialog dalam Siaran Spesial Dewan Ketahanan Nasional di Kantor Wantanas, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Jakarta – Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, mengatakan perkembangan teknologi membuat orang lebih mudah mencari informasi. Kemudahan mencari informasi itu harus disikapi dengan bijak dan hati-hati karena adanya potensi informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan alias hoax. Apalagi saat ini, kalangan milenial lebih dekat dengan media sosial atau Medsos.

“Semua orang akan terlibat mengakses informasi di media sosial dan tidak menutup kemungkinan adanya informasi hoax. Dan, orang-orang lebih mudah menshare tanpa mencari kebenaran terlebih dahulu. Akibatnya, kerusakan dapat terjadi karena berita bohong tersebut. Hal inilah yang perlu jadi perhatian kita semua,” kata Irsal saat menjadi narasumber Siaran Spesial Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) di Kantor Wantanas, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Menurut Irsal, agar masyarakat tidak menjadi korban berita bohong yang ada di media sosial, dibutuhkan literasi berkesinambungan. “Literasi ini akan membangkitkan pemikiran masyarakat tentang bagaimana menggunakan media secara bijak. Upaya inilah yang sedang KPI lakukan di sejumlah daerah melalui kegiatan literasi media. Kami juga mengajak seluruh insan PPI untuk ikut memulai literasi dari lingkungan terdekat,” pinta Komisioner bidang Kelembagaan ini.

Dalam kesempatan itu, Irsal mengimbau kalangan milenial menjadi bagian dari “Bela Negara” dengan memanfaatkan informasi demi kepentingan penelitian serta pembangunan bangsa dan negara. 

“Keterbukaan informasi adalah sebuah anugerah bagi kita dan ini kita harapkan digunakan semaksimal mungkin untuk kemajuan bangsa Indonesia. Teruslah berkarya dengan melimpahnya informasi yang ada,” pesan Irsal sekaligus menutup acara tersebut. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.