Yogyakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terus memperkuat peran serta masyarakat dalam penyiaran melalui kegiatan Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP). Setelah hadir di beberapa daerah, kegiatan FMPP digelar di Interaktif Center UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Kamis (29/9/2022) lalu. Kegiatan kali ini bertajuk “Sinergi KPI dengan Masyarakat untuk Menciptakan Informasi yang Sehat.” 

Dalam kegiatan itu, hadir Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Anggota Komisi I DPR RI, Idham Samawi, dan Dekan Fishum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Mochamad Sodik, dan Anggota KPID DIY. Peserta berdatangan dari kalangan mahasiswa, awak media, dan elemen masyarakat di Yogyakarta. 

Di awal sambutan, Agung Suprio, menegaskan pentingnya peran penyiaran sebagai pemersatu bangsa yang perlu terus dijaga. Tidak hanya sebagai pemersatu wilayah, namun juga pemersatu pemikiran masyarakatnya. “Penyiaran telah dan harus selalu berperan menjadi pemersatu bukan hanya dari segi teritorial, namun juga ideologi,” katanya. 

Agung menyatakan, fungsi KPI sebagai lembaga pengawas TV dan radio memerlukan dukungan masyarakat. Dukungan ini berupa penguatan partisipasi masyarakat dalam menangkal informasi yang mampu merusak ideologi bangsa. “Harapan kami FMPP mampu berperan aktif dalam mengawasi dugaan pelanggaran dalam muatan siaran dan melaporkannya kepada KPI atau KPI daerah,” harapnya.

Di kesempatan yang sama, Idham Samawi, menyampaikan tentang tantangan yang berat dalam menjaga integrasi bangsa. Menurutnya, peran KPI yang bersinergi dengan masyarakat harus terus berlanjut guna mencegah informasi yang dapat merusak ideologi bangsa. 

“Saya minta KPI tegas dalam menindak oknum yang sengaja menyebarkan informasi yang merusak ideologi bangsa. Saya sangat mendukung forum partisipasi masyarakat seperti ini supaya arah penyiaran kita tetap terjaga,” pungkas Idham.

Usai kegiatan, acara dilanjutkan dengan sesi seminar yang diisi pemaparan materi oleh Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan, Praktisi Media, Ahmad Ghozi, dan Akademisi dari UIN Sunan Kalijaga, Handini. Materi yang disampaikan berisi tentang pentingnya pengawasan siaran dan juga tantangan yang dihadapi media penyiaran sekarang. Abidatu LP

 

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan rasa belasungkawa pada korban keluarga korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, yang terjadi usai pertandingan antara Persebaya Surabaya dan Arema Malang, (1/10). Kepada seluruh lembaga penyiaran, KPI mengingatkan untuk tidak mengeksploitasi kekerasan dalam kerusuhan tersebut, karena dikhawatirkan akan memicu meluasnya konflik antar-masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah, menyikapi kondisi terbaru di Malang. 

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012 telah secara tegas menyebutkan secara rinci larangan tentang perilaku kekerasan. Diantaranya pada pasal 23 SPS KPI yang menyebut program siaran dilarang memuat adegan kekerasan secara detil. “Jangan menampilkan kondisi korban kerusuhan baik korban luka maupun meninggal dunia,” tegas Nuning. Selain itu, tidak mengulang-ulang tampilan visual kericuhan dan tidak menampilkan visual mayat korban kericuhan tersebut.  

 “Kita berhadap kasus ini dapat dilokalisir dan tidak meluas,” ujar Nuning. Untuk itu KPI meminta lembaga penyiaran berpartisipasi menjaga situasi yang kondusif di masyarakat, pasca kejadian bentrok di Malang. Salah satunya dengan tidak menampilkan opini yang membenturkan antar suporter dan antar kelompok masyarakat yang memiliki dampak terhadap meluasnya masalah. “Kami berharap televisi dan radio tidak mengeksploitasi kondisi korban dan keluarga. Karena dalam melakukan peliputan terhadap subyek yang tertimpa musibah ini, lembaga penyiaran wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban dan keluarga,” pungkas Nuning.  

 

Jatinangor -- Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan potensi sumber daya alam (tambang dan lainnya) tidak melulu harus dijadikan sebagai sumber penghasilan atau pendapatan utama sebuah negara. Saat ini, seiring perkembangan zaman, potensi lain di luar sumber energi dan mineral seperti industri kreatif ternyata dapat menjadi pengganti sumber utama tersebut.

“Hari ini, Korea Selatan membuktikan sumber daya alam bukanlah segalanya. Karena mereka sadar dengan keterbatasan sumber daya alamnya. Di sana tidak ada nikel, tidak ada batubara. Semua hanya produs atau istilahnya smelter saja. Tapi sumber daya kreatif lah yang akan menjadi masa depan,” kata Yuliandre saat menjadi penutur kunci acara Diseminasi Indeks Kualitas TV di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran (Unpad), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (27/9/2022).

Penilaian yang disampaikan Andre, panggilan akrabnya, dikaitkan dengan pernyataan Presiden Korea Selatan pada akhir tahun lalu yang lebih memilih BTS bicara di panggung utama PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Atas nama Korsel, BTS bicara penghasilan pertahun mereka yang masuk ke negara hingga mencapai 4,1 trilyun won atau sekitar 60 trilyun rupiah. 

“Inilah yang menarik. Mereka bicara soal konten BTS yang bisa menggetarkan seluruh dunia dan tidak terpikirkan oleh dunia bahkan Amerika Serikat yang selalu merasa benar dalam sebuah fenomena konten. Mana ada di film Hollywood itu Amerika Serikat kalah. Tapi itulah film,” jelas Andre.

Apa yang sudah dilakukan BTS dengan pendapatan terhadap negaranya, lanjut Andre, adalah buah kesadaran bahwa industri konten akan bergerak secara serius. Karenanya, yang dibutuhkan di bidang ini adalah inovasi dan kreatifitas. “Inilah yang dilakukan Korea Selatan hari ini. Mereka tidak punya tambang tapi mereka punya inovasi,” tuturnya.  

Andre mengaitkan kebangkitan industri kreatif Korsel dengan keberadaan konten di tanah air. Saat ini, Indonesia memiliki ratusan stasiun TV dan inovasi apa yang sudah diciptakan. “Dan pada 2 November mendatang, akan dilakukan analog switch off (ASO) ke digital. Ini akan memunculkan pemain-pemain baru di TV Digital. Tapi isinya apa. Ini jadi permasalahan khusus di kita,” ujarnya.

Menurut Andre perlu adanya pembaharuan karena ini penting dalam sebuah sistem. Selain itu, tidak perlu lagi ada saling menyalahkan dan lebih mengedepankan saling membenarkan. 

“Apa itu saling membenarkan yaitu ciptakan konten-konten yang kreatif dan brilian sehingga bisa membanggakan tata kelola penyiaran di Republik ini. Saya yakin karena apa yang dilakukan Korea Selatan sangat serius menata hal ini. Bukan hanya co-productionnya tapi mereka juga membangun sistem yang benar-benar manfaat bagi orang yang bisa mengkonsumsi itu,” tandasnya.

Sementara itu, dalam paparan acara, Akademisi Unpad, Dadang Rahmat Hidayat, berharap seluruh program acara TV dapat memberi manfaat baik bagi masyarakat. Menurutnya, cukup banyak program acara seperti talkshow TV berkualitas yang dapat memberi pencerahan. 

Dia juga mendorong pihak TV untuk menyiapkan perencanaan yang matang dalam setiap produksi acara talkshow. “Jika ingin bertahan harus merencanakan program dengan sebaik-baiknya. Meskipun begitu ada beberapa TV hanya mengambil yang viral-viral saja,” tuturnya dalam diskusi.

Selain Dadang, turut hadir dua narasumber yang memaparkan kajiannya terhadap program siaran talkshow TV yakni Atwar Bajari dan FX Ari. *** 

 

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta kepada semua lembaga penyiaran untuk tidak menjadikan pelaku Kekerasa Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai pengisi acara atau penampil dalam semua program siaran, baik di televisi dan radio. Mengingat kemunculan para figur publik yang terindikasi sebagai pelaku KDRT, di lembaga penyiaran, akan memiliki dampak negatif terhadap usaha penghapusan KDRI di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Nuning Rodiyah, selaku Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, di sela aktivitasnya di kantor KPI Pusat, (29/9). 

Menurut Nuning, para figur publik harus memberi contoh positif kepada pemirsa, baik melalui apa yang nampak di layar kaca maupun contoh dalam kehidupan sehari-hari yang bersangkutan. “Segala bentuk kekerasan, terutama KDRT, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” ujar Nuning.  Kekerasan dan KDRT juga merupakan bentuk diskriminasi dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan yang harus dihapus.

KPI berharap, lembaga penyiaran juga memberikan dukungan terhadap setiap usaha menghapus KDRT ini sebagai bentuk penghormatan hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan gender, non diskriminasi dan perlindungan korban. Di antara bentuk dukungan yang dapat ditunjukkan pengelola televisi dan radio adalah dengan menutup ruang bagi para pelaku kekerasan tersebut dalam ruang siar. 

Lebih jauh, KPI akan segera berkomunikasi intensif dengan lembaga penyiaran, khususnya penanggung jawab program siaran, untuk lebih mengambil posisi yang tegas terhadap isu-isu KDRT ini. Harapannya, sikap tegas dari lembaga penyiaran ini, dapat memberikan edukasi positif kepada publik dalam menyikapi kasus-kasus kekerasan, baik itu KDRT ataupun diskriminasi lain, pungkas Nuning. 

 

Jatinangor – Program pemeringkatan atau (Riset) indeks kualitas tayangan TV yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memiliki tiga fungsi utama. Tiga fungsi ini menekankan pada upaya pengembangan kualitas siaran sekaligus menjadikan siaran tersebut bermanfaat untuk masyarakat.

Komisioner KPI Pusat, Azwar Hasan, mengatakan bahwa fungsi pertama hasil indeks adalah menjadikannya sebagai batu penjuru (acuan) bagi dunia penyiaran agar tetap fokus pada tujuan dari penyiaran seperti yang diamanatkan UU Penyiaran No.32 Tahun 2002. Tujuan penyiaran tersebut antara lain selaras dengan upaya memperkokoh integrasi bangsa. 

“Siaran harus membina jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa. Siaran harus memberi pencerdasan terhadap kehidupan bangsa. Harus juga bisa menyejahterakan kehidupan bangsa secara adil dan demokratis, serta memajukan industri penyiaran secara sehat dan berkualitas,” katanya di depan ratusan mahasiswa peserta kegiatan Diseminasi Hasil Riset KPI kategori Talkshow yang berlangsung di Auditorium Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (27/9/2022).

Adapun fungsi yang kedua dari indeks kualitas ini adalah sebagai sumber cahaya. Hasil riset akan dapat menerangi kegelapan dunia penyiaran supaya terang benderang membedakan mana yang benar dan bathil. “Dengan sinar hasil indeks ini setidaknya kita bisa membedakan dua hal itu,” tambah Azwar. 

Kemudian yang ketiga, lanjut Azwar, hasil indeks dijadikan sebagai bingkai yang rapih dan kokoh sehingga dunia penyiaran tidak liar tanpa arah. “Jika hasil riset ini terbingkai secara obyektif dan akurat, tentunya dapat memberi pentunjuk yang terang untuk lembaga penyiaran,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Rektor Unpad, Yanyan Mochamad Yani, menyampaikan terima kasih atas kerjasama indeks yang sudah berlangsung sejak lama. Dia berharap kerjasama ini mampu membuat inovasi konten-konten khususnya di era digital. 

“Di era sekarang komunikasi publik harus berbasis kepada kebutuhan publik. Kadang kala ada konten yang sebetulnya masyarakat tidak butuh. Ingin dengan butuh itu beda. Nah, kita mengharapkan adanya indeks kualiitas siaran ini dapat mengarahkan kepada inovasi konten-konten Indonesia yang memang dibutuhkan oleh publir,” tuturnya di tempat yang sama.   

Adanya hasil indeks terutama utnuk kategori talkshow, menurut Yanyan, membuktikan jika pihaknya dapat menjadi barometer bagaimana membuat konten siaran yang bermanfaat, sehat dan juga berkualitas. “Saya berharap mahasiswa mendapatkan pencerahan dari kegiatan diseminasi ini,” tutupnya sekaligus membuka kegiatan tersebut. *** 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.