Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

Jakarta – Perkembangan era digital yang ditandai dengan makin masifnya penetrasi media sosial dalam berbagai aspek kehidupan, telah mengubah cara-cara dan pola komunikasi masyarakat yang membuat  arus informasi mengalir deras.

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, media mestinya jadi alat pemersatu bangsa dan memiliki tanggung jawab moril. Peran dan tugas media arus utama atau mainstream semakin besar dan berat karena harus bisa mengamplifikasi kebenaran dan menyingkap fakta di tengah gempuran media sosial.  

“Media mainstream masih mendapatkan rasa kepercayaan di masyarakat memiliki beban yang cukup berat. Media ini masih menjadi rujukan untuk mencari kebenaran dan keabsahan sebuah informasi yang beredar,” Ketua KPI Pusat Periode 2016-2019 saat mengisi acara Seminar Nasional “Media sebagai Alat Pemersatu Bangsa” di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta (9/9/2019).

Andre sapaan akrabnya menegaskan setiap elemen masyarakat khususnya mahasiswa untuk turut ambil bagian memberikan pemahaman melalui sosialisasi ke masyarakat yang masih awam tentang dampak berita hoax dan hal-hal yang mengarah ke perpecahan bangsa. “Sebagai regulator dan pemerintah selalu mendukung media dalam perkembangannya untuk terus berpacu dan memerangi hoax dan tetap menekankan persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, mengajak kaum millenial agar memerangi berita bohong atau hoaks. Mahasiswa harus menggunakan media sosial secara bijak dan benar agar tidak menimbulkan fitnah dan ghibah. 

Menurut Rudiantara, menjelang Pemilu April kemarin dan sesudahnya, masyarakat terpapar oleh jutaan informasi tidak terverifikasi. 

“Banyak pihak atau golongan tertentu yang menggunakan mesin hoaks secara massif. Ada kubu yang konsisten memproduksi hoaks untuk mendapatkan dukungan. Tak ayal, warga negara Indonesia terpolarisasi, terkubu-kubu, bahkan banyak persaudaraan retak,” katanya

Karena itu, lanjut Rudiantara, mahasiswa Islam harus mampu menyampaikan informasi dengan benar dan terverifikasi. Memerangi hoaks adalah kewajiban bersama supaya masyarakat tidak termakan informasi negatif dari penyebar hoaks yang belum tentu benar dan dapat dipertanggungjawabkan. *

 

 

Jakarta – Mahasiswa Program Studi Film dan Televisi Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kalimantan Timur, melakukan kunjungan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Rabu (11/09/2019). Kunjungan ini dalam rangka mengenal lebih dekat lembaga yang terbentuk atas amanat Undang-undang Penyiaran No. 32 tahun 2002.

Di awal pertemuan, Tenaga Ahli Penjatuhan Sanksi, Irvan Priyanto, menjelaskan sejarah berdirinya KPI. Gerakan reformasi di Indonesia menjadi tonggak berdirinya KPI dengan disahkannya UU tersebut.

“Undang-undang Penyiaran memberi beberapa wewenang lebih bagi KPI yang membedakan dengan lembaga lainnya. KPI merupakan Lembaga Negara Independen yang dapat dibilang superpower karena memiliki fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif,” tegas Irvan di depan puluhan mahasiswa ISBI.

Gabot panggilan akrabnya, menambahkan bahwa dalam menjalankan tugas mengawasi siaran televisi dan radio, KPI didukung 108 tenaga pemantau siaran serta tim pengaduan yang selalu siap memfasilitasi setiap aduan masyarakat.

“Saat ini, banyak masyarakat belum mengetahui media apa saja yang menjadi ranah pemantauan KPI, sehingga masih sering ditemukan pengaduan yang tidak sesuai ranah. KPI bertugas mengawasi televisi, radio, dan lembaga penyiaran publik, sedangkan media sosial merupakan kewenangan Kemenkominfo,” tutur Gabot. 

Saat sesi tanya jawab, salah satu Mahasiswa ISBI, Ariel Mahendra, menanyakan siapa yang berwenang soal sensor dan bagaimana sikap KPI terhadap program acara yang dianggap tidak mendidik. 

Menjawab pertanyaan itu, Gabot kembali mengingatkan posisi KPI berada di hilir fatau pasca tayang. KPI bekerja saat sebuah program acara telah ditayangkan atau pasca tayang, sedangkan sensor dilakukan sebelum tayang. “Sehingga hal itu bukan jadi kewenangan kami. Setiap lembaga penyiaran melakukan sensor secara internal agar sesuai dengan P3SPS,” imbuhnya.

Selain itu, Irvan menjelaskan P3SPS sebagai acuan lembaga penyiaran dalam membuat program acara. “Setiap lembaga wajib mengikuti aturan yang ada di P3SPS. Jika salah satu program acara melanggar aturan itu, tentu akan ada sanksi yang menanti. Selain itu, aturan ini bertujuan agar tercipta siaran yang berkualitas bagi masyarakat,” pungkas Gabot sekaligus menutup temu tersebut. *

 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat melayat ke rumah duka Presiden RI Ke-3, Almarhum B.J Habibie, Kamis (12/9/2019).

Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio, melayat ke rumah duka Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf  Habibie, di Jalan Patra Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (12/9/2019).

Dalam layatannya, Agung Suprio ikut menyolatkan jenazah bersama dengan rombongan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Selesai sholat, ia juga terlihat berdiri mendoakan almarhum Bapak Habibie. 

Agung Suprio menilai bahwa Presiden ke-3 RI tersebut merupakan teladan bangsa. "Kita tentu sangat kehilangan, beliau adalah salah satu teladan bangsa Indonesia," tutur Agung Suprio di rumah kediaman Habibie.

Oleh sebab itu, Agung mengucapkan terima kasih atas teladan yang sudah dicontohkan oleh Bapak Habibie. "Kita patut berterima kasih atas jasa-jasanya. Sebagai generasi penerus, sudah selayaknya menerjemahkan nilai-nilai keteladanan dari beliau." Ungkapnya.

Agung juga menyampaikan agar kesabaran dan kekuatan selalu diberikan kepada keluarga dan sanak saudara yang ditinggalkan.

"Semoga segala amal baik Pak Habibie diterima Allah swt, serta keluarga dan sanak saudara yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan kesabaran." lanjutnya. *

 

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menjadi pimbicara kunci di acara Ekspose Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (12/11/2019).

Palangkaraya -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menetapkan empat kategori program siaran telah memenuhi standar nilai kualitas yang ditetapkan oleh Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode 1 tahun 2019 yakni di atas angka 3.00. Keempat program itu yakni program wisata budaya (3.15), religi (3.18), anak (3.12) dan talkshow (3.05). 

Meskipun empat kategori program siaram telah melampaui standar kualitas yang ditetapkan KPI, empat kategori lainnya belum memenuhi nilai standar kualitas yakni program berita (2.93), variety show (2.75), infotainment (2.56), dan sinetron (2.53). Namun dari tahun ke tahun, indeks kualitas keempat program tersebut trendnya terus meningkat.

Komisioner KPI Pusat sekaligus PIC Kegiatan Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV 2019, Yuliandre Darwis mengatakan, peningkatan terdapat pada kategori program siaran anak, variety show dan sinetron. Ketiga program ini, meskipun dua diantaranya belum pernah memenuhi standar selama masa riset atau survei berlangsung, nilainya merangkak naik.

“Indeks keseluruhan dalam setiap periode berbeda-beda, namun menunjukan trend perubahan ke arah yang lebih baik,“ kata Yuliandre dalam sambutan Ekspose Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV 2019 di Palangkaraya, Kamis (12/9/2019).

Tiga kategori program siaran yakni wisata budaya, talkshow dan religi, selama tiga tahun terakhir, indeks kualitasnya konsisten di atas 3.00. Adapun untuk kategori program berita dan anak nilai indeksnya fluktuatif, namun selisih nilainya tidak terlalu signifikan antara hasil periode riset sebelum dan sesudahnya.

“Rendahnya nilai indeks untuk program berita di periode pertama riset di tahun ini dikarenakan faktor ketidakberimbangan dan keberpihakan terkaitan pemberitaan tentang Pemilu 2019. Hanya lima lembaga penyiaran yang nilainya memenuhi kriteria kami yakni SCTV, TVRI, Trans TV, Trans 7 dan RTV,” jelas Andre, panggilan akrabnya.

Untuk kategori program sinetron yang perlu menjadi catatan bagi lembaga penyiaran adalah aspek kekerasan dan relevansi cerita perlu diperbaiki. “Sedangkan untuk program infotainmen aspek yang perlu mendapat perhatian adalah aspek menghormati kehidupan pribadi, menghormati nilai dan norma sosial dan informative,” kata Andre.

Menurut Andre, harus ada upaya strategis dan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan penyiaran untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas indeks program siaran infotainmen. 

Dalam kesempatan itu, Andre berharap, hasil indeks kualitas ini menjadi referensi setiap lembaga penyiaran membuat program siaran berkualitas. Selain itu, hasil ini menjadi rujukan dan panduan bagi masyarakat menonton program siaran yang berkualitas.  

Berdasarkan riset khalayak yang tersebar di 12 kota dengan 1.200 responden yang dilakukan oleh KPI Pusat bekerjasama dengan 12 Perguruan Tinggi, jumlah penonton televisi terbanyak adalah ibu-ibu yang berumur 41-46 tahun. “Kami berharap ibu-ibu dapat menjalankan gerakan literasi, memilah dan memilih informasi yang baik dan tidak baik sekaligus menjaga keluarga dari informasi yang tidak berkualitas,” tandasnya. ***

 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo dan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, Mimah Susanti dan Aswar Hasan berfoto bersama Menkopolhukam Wiranto usai pertemuan di Kantor Kemenkopolhukam, Rabu (11/9/2019).

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kemenkopolhukam  (Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan) dinilai perlu melakukan pertemuan secara intensif membahas permasalahan penyiaran di perbatasan. Persoalan luberan siaran asing (spill over) harus segera ditangani karena dikhawatirkan mengancam keutuhan dan rasa nasionalisme masyarakat di wilayah tersebut.

Untuk mewujudkan pertemuan itu, KPI mengajak Kemenkopolhukam membahas persoalan  spillover di perbatasan yang akan diselenggarakan di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, yang masuk wilayah perbatasan langsung dengan negara tetangga, dalam waktu dekat. Permintaan itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, saat bertemu dengan Menkopolhukam, Wiranto, di Kantornya, Rabu (11/09/2019).

Menurut Reza, perlu ada peningkatan, baik dari sisi intensitas maupun kualitas siaran di wilayah perbatasan untuk memicu rasa nasionalisme masyarakat di wilayah tersebut. 

“Banyaknya luberan siaran asing perlu mendapat perhatian khusus. Luberan siaran asing yang terjadi secara terus menerus tidak menutup kemungkinan akan mengikis nilai nasionalisme kita. Permasalahan ini penting dibahas karena menyangkut kedaulatan negara,” katanya. 

Gayung bersambut, Menkopolhukam mendukung usulan diadakan pertemuan itu. Wiranto yang juga Pengarah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), mengatakan informasi nasional harus disampaikan merata ke seluruh wilayah NKRI. Tidak boleh ada perbedaan isi dan jumlah siaran antara wilayah perbatasan maupun yang bukan. Menurut Wiranto, komposisi ini dinilai efektif untuk membendung informasi dari negara tetangga yang lebih banyak dikonsumsi masyaraat di perbatasan.

Wiranto berjanji akan melakukan pertemuan lanjutan dengan KPI guna membahas bentuk kerja sama tersebut. Dia berharap kerja sama antara KPI dan Kemenpolhukam dapat menciptakan penyiaran yang sehat di Indonesia serta menjaga keutuhan NKRI. 

Pertemuan yang berjalan santai itu dihadiri Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisoner KPI Pusat , Mimah Susanti dan Aswar Hasan. *

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.