Ketua KPI Pusat, Agung Suprio.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat akan menyelenggarakan Workshop Penyiaran Digital Perbatasan dengan tema “Nasionalisme Penyiaran Perbatasan : Tindak Lanjut Pemerataan Penyiaran Digital di Daerah Perbatasan,” di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (31/10/2019). Kegiatan ini sebagai bentuk upaya mensosialisasikan serta menindaklanjuti program penyiaran digital dan pemerataan informasi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan permasalahan penyiaran di wilayah 3T menjadi perhatian serius pihaknya. Di wilayah itu, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan haknya akan informasi. Meskipun sekarang, untuk permasalahan penyiaran di perbatasan telah berhasil diatasi melalui kolaborasi antar stakeholder terkait penyiaran. 

“Komitmen kami bersama stakeholder guna meningkatkan penyiaran di perbatasan telah dilakukan sejak tahun 2017 hingga sekarang. Salah satu tindakan yang berhasil dilakukan adalah peluncuran penyiaran perbatasan bersama antara KPI, kemkominfo, BAKTI, dan TVRI. Setelah masalah penyiaran di perbatasan tertangani yang berikutnya adalah pelaksanaan berkelanjutan melalui sistem siaran digital,” katanya. 

Agung pun menjelaskan, workshop perbatasan ini juga sebagai wadah mengevaluasi pelaksanaan program siaran perbatasan. Selain itu, melalui kegiatan ini KPI berupaya mereplikasi keberhasilan penerapan program penyiaran perbatasan di daerah perbatasan lain di Indonesia. “Di samping itu, kita berupaya melakukan pemetaan informasi dan menjadikan digital sebagai teknologi penyiaran,” tuturnya.

Dari workshop yang akan dihadiri perwakilan KPID, asosiasi penyiaran dan lembaga penyiaran berjaringan nasional dan lokal,  KPI akan menampung rumusan tentang konten penyiaran dan penyelenggaraan penyiaran digital di daerah perbatasan yang berkaitan dengan nasionalisme dan pemersatu bangsa. “Kita berupaya untuk meningkatkan nasionalisme di daerah perbatasan agar keutuhan negara kesatuan ini tetap terjaga,” papar Agung.

Dia menyampaikan untuk digitalisasi penyiaran membutuhkan dukungan dari pemerintah dan legislatif. "Kami berharap, Revisi Undang-Undang Penyiaran agar segera disahkan agar proses digitalisasi segera terlaksana," tambahnya.***

 

 

 

 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat membuka FGD Panel Ahli Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV KPI tahun 2019 Periode II di Jakarta, Sabtu (26/10/2019). FGD ini menandai dilaksanakannya program riset indeks program siaran TV tahap II 2019 yang dilakukan KPI di 12 kota bersama 12 perguruan tinggi.

Jakarta – Program Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Komisi Penyiaran Indonesia Periode II tahun 2019 kembali digelar. DKI Jakarta menjadi kota pertama yang melaksanakan program riset ini dari 12 kota yang ditetapkan KPI. Program riset yang sebelumnya bernama survei indeks dan bekerjasama dengan 12 Perguruan Tinggi akan berlangsung mulai Oktober hingga November 2019.

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat membuka diskusi kelompok terpumpun atau FGD Panel Ahli Riset di Jakata, Sabtu (26/10/2019), mengatakan riset indeks ini untuk mendapatkan nilai kualitas dari sebuah program acara di televisi. Hasil dari riset dapat menjadi acuan bagi lembaga penyiaran dan stakeholder terkait untuk menentukan arah selanjutnya apakah perlu perbaikan dan mempertahankan kualitas acara yang menjadi kajian riset.

“Sisi kualitatif yang menjadi metode riset kami merupakan aspek penting untuk menentukan kedalaman riset. Metode ini menjadi kelebihan dari riset yang kami jalankan. Jika dikaitkan dengan big data, sangat selaras karena sebuah data harus mampu mencapai informasi pada tahap yang lebih detail,” kata Agung.

Agung menjanjikan peningkatan berkelanjutan terhadap program riset indeks program TV, baik dari sisi metode maupun kualitas. “Kami akan berusaha membuat riset ini menjadi lebih baik. Dan, saya berharap riset ini bisa berguna bagi kami, lembaga penyiaran dan industri periklanan. Kami juga meminta agar tim ahli berpikir out of the box dan tidak berpikir linear,” pintanya. 

Dekan Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, Dudy Heryadi, menilai riset yang dilakukan KPI dapat menjadi ukuran lain dalam menilai sebuah program berkualitas dan sebaliknya. Riset ini termasuk upaya menjaga masyarakat mendapatkan informasi yang baik, benar dan berkualitas.

Sementara itu, Ketua KPID DKI Jakarta, Kawiyan, menyatakan pihaknya sangat berkepentingan dengan hasil penelitian dari riset ini. Riset ini, lanjut dia, menjadi panduan dan pedoman KPID selain UU Penyiaran dan P3PSS, menilai sebuah program. “Kita mengawasi hampir sama dengan KPI Pusat. Kami melakukan pemantauan semaksimal mungkin. Jadi kami sangat penting terhadap hasil riset sekarang,” katanya. 

Dalam kesempatan itu, Dia mengusulkan agar program iklan masuk dalam obyek penelitian dalam riset indeks kualitas program TV. Menurutnya, siaran iklan merupakan bagian dari tak terpisahkan dari sebuah program acara. “Di Undang-Undang Penyiaran dan P3SPS KPI ada pembahasan soal iklan dan porsi siaran iklan cukup banyak,” papar Kawiyan. 

Adapun 12 kota tempat berlangsungnya riset indeks kualitas yakni Medan, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Banjarmasin, Denpasar, Makassar, dan Ambon. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, membuka pelaksanaan Riset dan Diskusi Kelompok Terpumpun Panel Ahli Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV KPI 2019 Periode II di Surabaya, Senin (28/10/2019).

Surabaya -- Komisi Penyiaran Indonesia berupaya mencari berbagai model program siaran yang berkualitas dan layak jadi tontonan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan KPI melalui program prioritas Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV. Pernyataan itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat membuka pelaksanaan Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode II dan Diskusi Kelompok Terpumpun Panel Ahli Riset di Surabaya, Senin (28/10/2019). 

Menurut Nuning, ada 12 kota yang menjadi tempat pelaksanaan riset indeks antara lain Surabaya, Jakarta, Medan, Padang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Bali, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, dan Ambon. Riset juga melibatkan 96 panel ahli dan 12 Perguruan Tinggi di Indonesia. 

“Riset indeks ini kami harapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perbaikan kualitas program siaran sehingga akan diperoleh model program siaran yang berkualitas,” tuturnya di depan Tim Panel Ahli Riset Indeks wilayah Surabaya yang salah satunya merupakan mantan Komisioner KPI Pusat Periode 2013-2016.

Nuning menyampaikan,  kualitas program siaran TV saat ini telah mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan riset yang telah dilakukan KPI pada 2015 lalu, hanya ada satu kategori program siaran yang dinyatakan berkualitas. Sedangkan di riset indeks kualitas 2019 periode pertama menunjukkan kenaikan menggembirakan yakni 4 kategori program siaran dinyatakan berkualitas antara lain program religi, wisata budaya, anak, talkshow dan berita (hampir memenuhi standar kualitas dengan indeks 2.93). 

Angka di atas menunjukkan bahwa ada komitmen dan upaya perbaikan terhadap kualitas program siaran. Menurut Nuning, upaya peningkatan merupakan tanggungjawab bersama antara KPI sebagai regulator dan lembaga penyiaran. “Kualitas program siaran akan semakin baik apabila masyarakat pemirsa televisi juga bijak dan selektif dalam memilih program siaran,” katanya.

Saat ini, pelaksanaan Program Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi telah memasuki tahun ke-5 sejak dimulai pada 2015 lalu. “KPI dengan dukungan pemangku kepentingan penyiaran berupaya semaksimal mungkin untuk tetap mempertahankan dan menguatkan riset indeks kualitas program siaran televisi baik dari sisi metodologi, pelaksanaan, maupun manfaat atau urgensi riset. Upaya ini agar hasil riset terkoneksi dengan ekosistem penyiaran,” tandas Nuning sekaligus menutup sambutannya. ***

 

 

Jakarta – Porsi konten lokal 10% dari total bersiaran televisi berjaringan nasional sudah banyak dijalankan hampir sebagai besar dari stasiun televisi tersebut. Sayangnya, pemahaman terhadap definisi konten lokal yang sesuai dengan konteks kelokalan masih jauh dari harapan. Minimnya riset dan kajian oleh lembaga penyiaran terhadap sebuah budaya dinilai sebagai biang keladi terjadi kesalahan menampilkan konten budaya lokal yang benar.

Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, mengatakan ada banyak lembaga penyiaran yang menyajikan bentuk budaya Betawi yang tidak sesuai dan bahkan salah. Salah satu contohnya cara berbicara keras dengan membentak-bentak dan cenderung kasar. Padahal, cara orang Betawi berkomunikasi tidak seperti yang digambarkan dalam televisi tersebut. 

Menurut dia, kesalahan penerapan itu dikarenakan lembaga penyiaran tidak melakukan riset atau penelitian pendahuluan bagaimana kebiasaan orang Betawi dan cara mereka berkomunikasi. Hal ini akhirnya menimbulkan stigma buruk terhadap orang Betawi. 

“Kami dari Bamus dan lembaga budaya Betawi siap membantu lembaga penyiaran jika ingin melakukan riset tersebut,” katanya di depan Peserta Seminar Nasional Penyiaran dengan tema “Nasib Konten Lokal Jakarta di Layar Kaca” yang diadakan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah DKI Jakarta di Bidakara, Kamis (24/10/2019).

Pakar Komunikasi, Effendi Ghazali, yang juga diundang dalam Seminar tersebut menilai, dalam konteks penyiaran lokal yang mesti disajikan lembaga penyiaran adalah konten yang banyak mengandung kearifan lokal. Menurutnya, dengan cara ini stigma negatif terhadap budaya tertentu akan meredup.  

Effendi mengusulkan, untuk pengembangan konten lokal Betawi dan juga budaya lain yang selaras harus ada kerjasama lintas lembaga misalnya KPID, DPRD serta lembaga terkait lainnya. “Persoalan konten lokal ini merupakan tantangan kita bersama.Hal ini juga akan berdampak baik bagi perkembangan industri penyiaran,” katanya. 

Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Sylviana Murni, menilai perlunya peningkatan kualitas budaya Betawi dalam siaran lokal. Menurutnya, konten lokal DKI Jakarta harus benar-benar berkaitan dengan budaya Betawi. Keseriusan lembaga penyiaran menyiarkan 10% konten lokal harus diawasi.

Dia juga meminta KPI dan KPID membuat fakta integritas terhadap lembaga penyiaran yang akan melakukan perpanjangan izin penyiaran. “Fakta integritasnya mengenai keharusan menayangkan konten lokal. Minimal harus ada 10% konten budaya Betawi,” kata Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta. 

Ditempat yang sama, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyatakan pihaknya akan membuat terobosan agar konten lokal makin berkualitas dan sesuai harapan. Salah satu yang menjadi prioritas adalah kewajiban menggunakan bahasa lokal. “Upaya ini dilakukan agar bahasa lokal tetap lestari,” katanya.

Pendapat yang sama soal perlunya kerjasama dan peran aktif semua pihak untuk mengembangkan siaran lokal juga disampaikan Agung. Selain itu, perlu ada Perda untuk menguatkan budaya Betawi dalam siaran lokal. “DKI Jakarta bisa mengangkat budaya Betawi melalui penyiaran lokal,” tandasnya. ***   

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.